RUMAH YANG NYAMAN UNTUK AIRMAN
Menjelang pernikahan keduanya, Mega malah disibukkan dengan pekerjaan. Semua persiapan pernikahan diserahkan pada Ilyana dan keluarga. Tidak sempat dia memikirkan segala hal yang menyangkut rencana pernikahan, yang ada dalam otak Mega hanya membawa ratusan penumpang agar selamat sampai tujuan. Baginya tanggung jawab itu lebih besar karena banyak harapan yang tergantung di pundak dia. Ratusan orang dengan kepentingannya masing-masing menggantungkan harapan pada pilot. Apalagi yang sudah dinanti keluarga di rumah, harus mereka bawa menggunakan burung besi agar sampai tujuan dengan selamat.
Setelah dua hari RON di Belanda, hari ini mereka kembali menuju ke Jakarta. Hampir setiap satu jam sekali Ilyana menelepon dan menanyakan keadaan Mega. Wajar kalau dia mengkhawatirkannya, apalagi Ilyana masih sangat trauma jika mendengar pria yang sekarang sudah memenuhi ruang di hatinya ditugaskan memanuver pesawat ke Belanda.
"Kap, istirahat dulu. Biar saya yang menggantikan," ujar Inflight Relief Pilot yang masuk ke kokpit.
Dalam penerbangan jangka panjang, first officer yang disebut Inflight Relief Pilot, setiap 9 jam sekali menggantikan duty kapten. Mega melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Belum waktunya mereka berganti tugas.
"Belum waktunya, Kap. Masih 45 menit lagi," jawab Mega.
"Oke deh, Kap. Nanti saya ke sini lagi," ucap Inflight Relief Pilot lantas dia keluar kokpit.
Inflight Relief Pilot adalah First officer senior, khusus dan berbeda dengan first officer biasanya, karena dia sudah dilatih untuk mengerjakan pekerjaan sang kapten dari kursi di sebelah kiri, termasuk memutuskan memulai sebuah prosedur darurat.
Sesaat setelah kepergian Inflight Relief Pilot dari kokpit, wajah kopilot berubah tegang.
"Kap, ada sesuatu," seru kopilot dengan sikap tenang meski itu mengancam keselamatan mereka.
Pilot dilatih agar tetap tenang jika menghadapi segala sesuatu di udara maupun di darat. Dia harus mengambil segala keputusan dengan cepat dan tepat dengan sikap tenang supaya tidak memancing kepanikan penumpang.
"Iya, saya paham," sahut Mega santai walaupun di dalam dadanya berdebar-debar takut akan terjadi hal yang tidak diharapkan.
Walaupun begitu, dia tidak boleh genting, harus tenang agar tetap dapat berpikir jernih mengambil sikap dan tindakan demi keselamatan seluruh nyawa yang berada di pesawat. Pilot juga tidak boleh gegabah memutuskan suatu hal, sedikit perhitungan semua akan berakhir.
Beberapa saat kemudian sebuah suara peringatan berbunyi di kokpit dan pesan keluar di layar kokpit. Salah satu pasokan bleed air, satu dari dua sistem pneumatic yang sedang bekerja, tiba-tiba rusak dan menjadi tidak berfungsi. Salah satu dari fungsi bleed air adalah memasok tekanan udara ke seluruh kabin pesawat.
"Kap, dekompresi!" seru kopilot.
Mega menghela napas dalam. Jantungnya semakin berdebar-debar kencang. Dia tahu apa yang harus dilakukan, karena setiap 6 bulan sekali para pilot selalu mengikuti pelatihan.
Dekompresi sendiri adalah keadaan di mana sistem pesawat udara tidak mampu mempertahankan tekanan dalam kabin yang membantu penumpang dan awak pesawat untuk bernapas.
"Berada diketinggian berapa kita?" tanya Mega dengan wajah tenang meski keadaan semakin darurat.
"Kita berada di ketinggian 38 ribu kaki, Kap," jawab kopilot sedikit panik karena mereka mengenal medan yang dilewati. Tangannya pun sudah gemetar.
Mega menghela napas dalam, sekilas dia teringat Ilyana. Wajah cantiknya, senyuman dia, ketika dia merajuk manja, semakin tidak tega ketika Mega membayangkan Ilyana menangis jika terjadi sesuatu dengannya. Bayangan Ilyana menangis histeris di samping peti Aliandra terbesit dalam benak Mega.
'Love, aku pasti pulang dengan selamat. Tunggu aku, Love. Kita akan menikah setelah ini,' batin Mega menekadkan bulat keputusannya mengambil tindakan.
Sebenarnya rusaknya salah satu pasokan bleed air tidak masalah, karena di pesawat ada dua sumber bleed air yang bekerja dan satu lagi dari unit APU bisa dinyalakan pada keadaan darurat. Jika satu sistem rusak, masih ada sistem lain. Ini adalah prinsip redundansi, di mana sebuah sistem terdiri dari dua atau lebih alat yang sama untuk menjadi cadangan bagi yang lain jika salah satu rusak.
Bleed air dari APU sebenarnya mempunyai kekurangan, karena hanya bisa memasok bleed air di ketinggian yang jauh lebih rendah daripada kemampuan terbang pesawat itu sendiri. Misalnya di pesawat A330 yang bisa terbang sampai 41 ribu kaki, bleed air dari APU hanya bisa digunakan pada ketinggian di bawah 17.500 kaki.
Ternyata hari ini bukan hari yang indah bagi kedua penerbang tersebut. Sistem bleed satu-satunya yang tersisa juga rusak. Hal yang cukup jarang terjadi, namun bisa terjadi kapan pun dan di mana pun. Kehilangan kedua sistem bleed air yang berakibat hilangnya tekanan di kabin membuat seisi pesawat bengek atau sesak napas.
Artinya biar pun masih banyak oksigen pada ketinggian tersebut tapi tidak ada cukup tekanan atmosfir yang bisa menekan udara ke dalam paru-paru.
"Kap, kita tidak bisa menurunkan pesawat di ketinggian 10 ribu kaki. Posisi pesawat kita berada di atas Himalaya. Bagaimana ini, Kap?" ujar kopilot cemas.
"Kamu tenang dulu, aku tahu apa yang harus kulakukan!" sentak Mega tak sadar karena sebenarnya dia pun juga takut.
Di balik itu, dia sosok cerdas yang sudah pernah melalui kejamnya training. Jadi tidak perlu khawatir bagi kita sebagai penumpang, karena semua pilot tahu apa yang harus dilakukan ketika keadaan darurat.
"Maaf, Kap," ucap kopilot.
Suasana di dalam kabin pun kalang kabut, hampir seluruh penumpang panik karena keadaan di dalam kabin pengap dan panas. Semua pramugari dan pramugara turun tangan menenangkan. Banyak penumpang yang mengomel namun kru kabin tetap melayani dengan sabar dan tenang meski dalam hati mereka berkecamuk serta takut.
Mega ingin segera mengambil keputusan emergency descent. Yaitu menurunkan pesawat dari ketinggian jelajah secara langsung tanpa menunggu instruksi dari ATC ke ketinggian 10.000 kaki di mana ketinggian maksimum manusia dapat bernapas secara alami. Tapi sayang, dengan ketinggian pegunungan Himalaya yang mencapai 29.000 kaki, maka dia tidak bisa menurunkan pesawat ke ketinggian yang lebih rendah. Terpaksa Mega mempertahankan pesawat di ketinggian aman agar tidak menabrak gunung.
"Kita akan mengambil rute drift down, Kap. Keadaan sekarang tidak mendukung jika menurunkan pesawat di ketinggian 10 ribu kaki," ujar Mega berkonsentrasi penuh hingga otot di tengkuknya terasa tertarik ke atas dan kaku. "Pakai oxigen mask kamu, Kap," perintah Mega.
Lantas mereka memasang oxigen mask yang berguna memasok oksigen pada saat keadaan emergency seperti saat ini. Keadaan semakin genting, pesawat terbang tidak stabil. Seluruh kru duduk di tempatnya masing-masing memasang sabuk pengaman. Suasana semakin tegang ketika masker oksigen berjatuhan dari langit-langit kabin. Semua penumpang dan awak kabin pun langsung mengambil masker yang tergantung dan memakainya. Dalam hati mereka semua berdoa agar Tuhan melindungi penerbangan itu.
Rute drift down atau sering disebut
escape route adalah sebagai jalan tengah untuk keluar dari dataran tinggi tersebut sebagai penanggulangan agar pesawat tidak menabrak pegunungan.
Dalam benak Mega berkecamuk, selain mengingat Sang Pencipta, bayangan Ilyana tak pernah lepas dari otaknya. Pernikahannya dengan Ilyana yang sudah di depan mata, menjadi motivasi besar Mega agar selamat. Dia tidak ingin mengulang kejadian lampau di mana kekasih hatinya kehilangan seseorang yang sangat berarti.
'Love, aku akan selamat. Pasti aku pulang.' Mega terus membatin seraya mengambil tindakan secara cepat.
Keadaan di sekitar berawan cukup tebal, membuat Mega dan kopilot kesulitan mengawasi jarak pandang di depan sana. Dengan kecepatan maksimum pesawat terbang di antara puncak-puncak gunung lantas keluar dari daerah pegunungan. Pesawat lepas dari daerah pegunungan, Mega berangsur-angsur menurunkan pesawat di ketinggian aman yaitu 10 ribu kaki.
Setelah penerbangan stabil, Mega dan kopilot melepas oxigen mask. Lantas Mega memberikan pengumuman ke kabin bahwa pesawat telah sampai pada ketinggian aman. Seluruh awak dan penumpang boleh melepaskan masker oksigen.
"Alhamdulillah," ucap Mega lega melemaskan otot-otatnya yang sempat tegang.
Begitu besar risiko seorang penerbang, tapi terkadang penumpang masih saja menyalahkan mereka apa bila terjadi sesuatu. Padahal mereka sudah dilatih khusus dan berusaha secara maksimal. Siapa yang menginginkan celaka? Jika Tuhan sudah berkehendak tidak ada yang dapat menolak.
Setelah pengumuman diberikan, semua penumpang melepas masker oksigen yang menempel di muka mereka dan awak kabin segera memeriksa keadaan penumpang. Beberapa dari mereka ada yang pingsan karena terlambat memakai masker oksigen. Meskipun sudah mencapai ketinggian 10 ribu kaki mungkin saja ada orang tua, orang sakit, atau anak-anak yang butuh oksigen ekstra.
Maka dari itu, para awak kabin yang berkeliling mengecek keadaan membawa tabung oksigen portabel dan memakai masker oksigen yang terpasang pada tabung tersebut. Gunanya untuk menghindari kekurangan oksigen karena pada waktu berjalan tubuh memerlukan oksigen ekstra dibandingkan dengan penumpang yang duduk di kursinya.
Tabung tersebut juga biasanya mempunyai dua buah pipa, yang satu dipakai oleh awak kabin tersebut untuk masker, dan satu lagi untuk masker cadangan berfungsi membantu penumpang yang membutuh oksigen ekstra.
Ternyata prosedur memeriksa kabin dengan masker oksigen ini membuat beberapa penumpang berpikir bahwa awak kabin di pesawat tersebut egois dan mementingkan diri sendiri karena memakai oksigen sementara penumpang diharuskan melepas maskernya.
Pemberitahuan yang minim membuat kita salah paham dan terkadang bertindak egois serta berpotensi menyalahkan orang lain.
***
Ruang tengah di rumah David, Ilyana duduk di lantai bersama Fluor. Mereka sibuk menempel nama di undangan. Televisi menyala namun mereka tak mengacuhkannya. Hingga pemberitaan yang baru saja dialami pesawat Mega menjadi topik utama.
"Ly!" seru Fluor menunjuk ke layar LED lebar 40 inch bewarna hitam yang diapit speaker berjarak 1 meter di depan mereka. "Bukannya Mega hari ini bertolak dari Belanda? Itu pesawat tempat Mega bekerja kan?" sambung Fluor.
Ilyana mendongakkan kepala lalu memperbesar volume suara, dia memperhatikan sangat serius. Matanya memanas dan berkaca-kaca.
"Fluor, itu kaptennya Ali," lirih Ilyana saat pilot pesawat disebutkan.
Bayang-bayang masa lalu samar-samar menghantui benaknya. Tubuh Ilyana melunglai, sendi-sendi lututnya lemas, tangannya gemetar, napasnya tersengal-sengal menyesakkan dada.
Seakan di depan matanya ada benda yang menghimpit, menyempitkan ruang gerak dia. Ilyana meloloskan air matanya, pandangannya mengabur, bibirnya pun bergetar. Lehernya seperti tercekam, dia dapat merasakan bagaimana belahan jiwanya menghadapi keadaan sulit di sana.
"Ly, kamu baik-baik saja kan?" Fluor mengguncangkan bahu Ilyana yang melamun memerhatikan televisi.
"Fluor, ayo kita ke bandara!" ajak Ilyana bangkit dari duduknya dan mematikan televisi, lantas menyambar tas serta kunci mobilnya yang tergeletak di sofa.
Tanpa menunggu jawaban Fluor, Ilyana berlari ke luar rumah dengan tergesa-gesa. Fluor kesulitan mengejar Ilyana, karena perut buncitnya. Usia kandungan dia sudah 7 bulan.
"Ly, tunggu gue! Gila lo, gue lagi hamil besar!" pekik Fluor ketika sampai di teras sedangkan Ilyana sudah menunggunya di dalam mobil.
"Cepat, Fluor!" Ilyana membukakan pintu dari dalam.
Berlin yang sedang merawat tanaman di pekarangan rumah heran dengan sikap mereka yang terburu-buru.
"Hai, kalian mau ke mana?" seru Berlin ketika mobil Ilyana berjalan pelan mendekati gerbang.
"Mau ke bandara, Ma," jawab Ilyana lalu menutup kaca jendela dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju ke bandara.
Di sepanjang jalan bibir Ilyana tidak berhenti berkomat-kamit berdoa untuk keselamatan Mega. Hatinya risau, gelisah, dan berkecamuk. Ilyana tidak dapat membayangkan, apa jadinya jika dia kembali mengalami kejadian seperti beberapa bulan silam?
"Ly, sabar. Lo harus tenang, jangan ngebut, Ly." Fluor tak bosan-bosannya terus mengingatkan Ilyana.
Jalanan siang waktu kesibukan bekerja tidak begitu padat, melancarkan perjalanan Ilyana menuju bandara. Jauh-jauh hari Ilyana mengambil cuti menikah.
"Fluor, gue nggak bisa tenang sebelum melihat Ali berdiri di depan gue dengan kondisi sehat wal afiat. Apakah ini rasanya mencintai pilot? Perasaan gue selalu berteman dengan kekhawatiran dan ketakutan." Ilyana memukul stir kesal seraya memecahkan air matanya.
Fluor mengelus bahunya, ia merasa iba melihat sahabat baiknya yang terus dihantui rasa takut dan was-was di saat Mega meninggalkannya bertugas.
"Apakah ini arti mencintai pilot? Harus siap kehilangan dan harus rela berkorban perasaan, menahan rindu, merasa cemas setiap saat dia bertugas? Dan rela berbagi waktu dengan penumpangnya?" ujar Ilyana beruraikan air mata.
Fluor menunduk, dia sendiri tidak dapat menjawab karena tak mengalaminya.
"Meskipun harus berjuang menahan rindu, lo akan mendewasa bersamanya dan fokus pada hal yang penting-penting saja, Ly. Menerima pinangan seorang pilot, bisa dipastikan bahwa lo adalah pribadi yang tangguh. Lo harus bisa membuat diri lo nyaman untuk Mega, basuhlah rasa letihnya ketika dia pulang. Buatlah rumah senyaman mungkin untuk dia," nasihat Fluor.
Seorang sahabat hanya dapat menasihati jika tidak dapat membantu secara fisik. Setidaknya dia masih ada di saat kita membutuhkan ketenangan.
"Benar kata lo, Fluor. Pilot berhasil mencapai angan dan menaklukkan awan. Itu hal yang menguras pikiran, tenaga dan sangat melelahkan. Sekarang giliran gue sebagai pasangan dia, membuktikkan bahwa bumi dan rumah juga penuh dengan kedamaian," ucap Ilyana mantap menyeka air matanya.
Fluor tersenyum bangga, dia kembali menemukan Ilyana yang dulu. Ilyana yang tegar, tangguh, ceria, gigih, dan memiliki tekad yang tinggi.
Angkasa memiliki banyak cerita. Siapa saja yang kini bersamanya, seharusnya sangat beruntung dan tak menyerah hanya karena berita-berita yang silih-berganti mengungkap keburukan profesi pilot. Peran pasangan juga dibutuhkan. Percayalah, kalau rumah memberikan kesejukan, tiada lagi pengkhianatan.
##########
Salah satu yang terjadi emergency di udara. Semoga feel-nya dapat. Sabar ya? Puasa ini menguras tenagaku. Hehehe
Selamat menjalankan ibadah puasa.
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top