MENGUKIR SEJARAH
Matahari mengintip sedikit memancarkan terangnya, udara dingin menembus ke kamar membuat malas untuk bangun. Namun mata indah itu tetap terbuka meskipun berat. Sosok pertama yang dia lihat adalah seorang pria yang sedang menengadahkan tangannya duduk di lantai menghadap ke kiblat. Ilyana memerhatikan, perasaannya tenang dan senang melihat Mega sedang berdoa usai salat Subuh. Senyum tipis terukir di bibirnya. Mega menoleh ke arah Ilyana setelah mengusapkan kedua tangannya ke wajah.
"Pagi," sapa Ilyana parau khas bangun tidur bergumul dengan selimut tebal.
Mega tersenyum dan membalas, "Pagi. Bagaimana tidurmu? Nyenyak?"
Mega berdiri melipat sajadah dan melepas sarungnya.
"Baru malam ini aku bisa tidur nyenyak," ujar Ilyana mengeratkan selimut yang membungkus tubuh mungilnya sampai sebatas leher.
Mega mendekat dan memegang keningnya. Tangannya dingin menyejukkan.
"Salat Subuh gih," perintahnya lembut.
Hati Ilyana tersentuh, berdesir. Dia menatap Mega, wajahnya segar dan cerah, membawa kedamaian hati. Sudah lama dia melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ini adalah pria kedua yang mengingatkannya untuk beribadah selain Aliandra. Jika dulu dia bisa mengelak dan berbohong karena Aliandra memerintah tapi tidak berada di depan matanya, kali ini Ilyana tidak dapat melakukan itu. Mega ada di depannya.
"Kamu mau sarapan apa?" tanya Mega seraya berjalan ke dapur mini.
Ilyana terus memerhatikan gerak- geriknya. Seharusnya dia yang melakukan itu, tapi yang terjadi, Mega malah yang melayaninya.
"Emang kamu bisa masak?" tanya Ilyana melawan rasa malas. Dia berdiri mengikat rambutnya asal dan merapikan tempat tidur.
"Nggak jago sih, yang penting bisa dimakan," jawab Mega mencari sesuatu di kulkas.
Ilyana malu dan sungkan pada Mega. Akhirnya dia pun masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Sedangkan Mega membuat sesuatu untuk sarapan. Setelah matang dia taruh di meja mini bar sekat antara dapur dan ruang tidur.
Saat Mega ingin mengambil ponselnya, dia berhenti ketika melihat Ilyana menangis duduk di lantai mengenakan mukena sambil menengadahkan tangan. Mega memerhatikan sejenak, Ilyana sedang berdoa khusuk, seperti mengadu pada Tuhan. Dia membiarkannya lantas kembali ke dapur membersihkan peralatan bekasnya memasak dan membuat dua gelas susu coklat panas. Setelah semua beres dia memutar tubuhnya dan ternyata Ilyana sudah duduk di kursi mini bar.
"Sejak kapan di situ?" tanya Mega meletakkan dua gelas susu di depan Ilyana lalu duduk bersebelahan dengannya.
"Baru beberapa detik, belum lama," jawabnya.
Perasaan Ilyana lebih tenang setelah salat. Sesuatu yang lama hilang dan hati yang gelisah kini terasa tentram.
"Ali, ini." Ilyana mendorong amplop coklat ke depan Mega.
"Apa ini?" tanya Mega tidak menyentuh barang itu malah dia menggeser piring berisi roti gandum yang disusun dengan telur mata sapi.
"Itu uang ganti, selama aku tinggal di sini. Aku nggak enak aja semua kamu yang nanggung. Tiket pesawat kamu yang beli, penginapan di sini nggak murah, Li. Belum lagi biaya sehari-hari kita selama di sini. Mungkin ini bisa sedikit meringankan bebanmu," jelas Ilyana mengambil piring jatahnya.
Mega terkikih. "Kamu menghinaku?"
"Hah?! Nggak, bukan itu maksudku," sangkal Ilyana cepat agar Mega tidak salah paham.
"Simpan saja uang kamu. Sudah wajar aku yang menanggung. Aku kan cowok dan yang mengajakmu ke sini. Jadi sudah sewajarnya aku harus bertanggung jawab. Kamu jangan pikirkan itu semua, penginapan ini milik orang Indonesia yang tinggal di Belanda, jadi nggak terlalu mahal," ujar Mega menggeser amplop itu ke depan Ilyana.
"Tapi, Li ...." Ilyana mengatupkan mulutnya rapat saat Mega menatapnya tajam.
Tatapan itu mengingatkannya pada Aliandra. Setiap dia menatap seperti itu, Ilyana tak dapat membantah.
"Iya deh, aku akan simpan ini." Ilyana pun menerimanya. Mega tersenyum dan menganggukkan kepala. "Kamu kok tahu ini yang punya orang Indonesia?" tanya Ilyana lalu memasukkan roti ke dalam mulutnya.
"Kan ada perkumpulan Serbalanda. Jadi mereka itu warga Indonesia yang tinggal di Belanda, atau mereka yang punya pasangan orang Belanda. Mereka menyewakan tempat tinggal untuk orang-orang Indonesia yang berlibur ke sini. Ya beginilah Bed and Breakfast (B&B) kalau kata mereka," ujar Mega disambut tawa Ilyana.
"Banyak kenalan juga ya kamu?"
"Salah satu keuntungan menjadi pilot, banyak teman dan koneksi," sahut Mega. "Oh iya, aku nanti mau pergi dulu, kamu di sini saja," timpal Mega setelah menghabiskan sarapannya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Ilyana menatapnya penasaran.
"Ada, pokoknya kamu jangan ke mana-mana sebelum aku pulang," pesan Mega lalu meminum susunya yang sudah menghangat.
"Kok gitu? Aku kan juga pengin jalan-jalan."
"Iya, besok kita akan jalan-jalan. Tapi hari ini saja, aku minta kamu sementara di sini dulu. Nanti malam akan aku ajak kamu ke suatu tempat," jelas Mega merahasiakan sesuatu yang justru membuat Ilyana semakin penasaran dan ingin tahu.
"Aaaah kamu makin bikin aku penasaran," rengek Ilyana.
"Mau nggak, tahu sesuatu yang disiapkan Langit buat kamu?" seru Mega agar Ilyana mau menuruti perintahnya.
"Iya deh. Oh iya aku baru ingat sesuatu," pekik Ilyana yang sebenarnya sudah dari kemarin ingin memberikan pada Mega tapi dia selalu lupa.
Ilyana berlari mencari tasnya. Setelah dapat dia kembali duduk di sebelah Mega.
"Ini." Ilyana memberikan barang yang dulu Aliandra titipkan padanya sebelum berangkat ke Belanda.
Mega bengong dia perlahan menerima itu.
"Kok bisa di kamu?" tanya Mega terkejut.
Ilyana pun menceritakannya. Mega membuka kado kecil yang seharusnya ingin dia berikan pada istrinya sebagai salah satu kejutan yang sudah direncanaka ketika mereka di Belanda. Tapi takdir berbicara lain.
"Aku pikir ini dibawa Langit dan hilang. Ternyata di kamu," ujar Mega mengeluarkan kalung emas dengan bandul lambang cinta bermata satu berlian asli.
"Iya, maaf baru ingat," ucap Ilyana.
Mega memasukkan kalung ikut ke kotaknya lagi.
"Buat kamu saja," ujar Mega mengejutkan Ilyana.
"Apa? Buat aku?"
"Iya, buat kamu. Masa aku mau memakai itu? Nggak mungkin kan?" sahut Mega berdiri membawa piring kotornya ke dapur.
"Tapi ini mahal tahu, Li. Kamu bisa kasih ke mama kamu atau saudara kamu." Ilyana menyusul Mega ke dapur membawa piring dan gelas kotornya.
Mega tersenyum seraya mencuci piring dan gelas.
"Mamaku sudah almarhum, adikku cowok sekarang sedang ikut tes polisi. Masa mau aku kasih kalung itu?" jelas Mega mencengangkan Ilyana.
"Hah apa?!!! Mamamu sudah almarhum? Loh bukannya papa kamu yang sudah meninggal?" sahut Ilyana bingung menggaruk kepalanya.
Mega membalikkan badan menatapnya intens.
"Tahu dari mana kamu?" Mega menaikkan alis kiri dan mendekatkan wajahnya di depan Ilyana.
"A... mmm... itu... eee...." Ilyana salah tingkah rasanya sangat berat menjawab.
"Itu apa?" tuntut Mega.
"Dari Sidni," pekik Ilyana menjauhkan diri dari Mega dan menghindari tatapannya.
Ilyana mencuci piring dan gelasnya, menghindari Mega.
"Sidni??? Cerita apa saja dia?" Mega melipat tangannya di depan dada bersandar di pantri menginterogasi Ilyana.
"Nggak ada," jawab Ilyana gelagapan.
Saat dia ingin pergi menghindar, Mega dengan cepat mencegah pergelangan tangannya. Jantung Ilyana berdegub kencang.
"Jawab dulu pertanyaanku. Sidni bicara apa saja? Memang papaku sudah meninggal waktu aku masih SMP," jelas Mega tapi dia masih saja menuntut ingin tahu apa saja yang Sidni dan Ilyana bicarakan tentang dirinya.
"Nggak ada, dia cuma bilang kalau papa kamu sudah meninggal. Sudah itu saja," sahut Ilyana tanpa membalikkan badan.
Mega melepas pergelangan tangannya dan berdiri di depan Ilyana. Kepala Ilyana menunduk menyembunyikan kegugupannya. Pelan Mega mengangkat dagunya, mendongakkan kepala Ilyana.
"Kenapa gugup?" tanya Mega jahil.
"Ck, sudah ah." Ilyana menepis tangan Mega lantas dia melangkah lebar melenggang membuka pintu ke balkon.
Mega tersenyum tipis dan bergumam, "Cewek lo aneh, Lang. Tapi lucu kalau digoda pipinya merah. Makanya lo cintanya kebangetan sama tuh anak."
***
Bosan, sendiri di ruang sempit tanpa ada teman. Menonton televisi tapi bahasa lokal, Ilyana tidak mengerti bahasa Belanda. Akhirnya dia membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ilyana membuka aplikasi Instagram-nya. Dia merindukan Aliandra, melihat foto-foto dan video saat di pesawat. Bibirnya tersenyum kala melihat foto kenangan ketika Aliandra melamarnya di ketinggian 41.000 kaki.
"Kamu kangen nggak sama aku?" gumam Ilyana mengusap layar datarnya tepat di wajah Aliandra yang tersenyum lebar.
'Tuk tuk tuk
Pintu terketuk. Ilyana menoleh sejenak bergeming dan berpikir, apa mungkin Mega sudah kembali?
'Tuk tuk tuk
Lagi-lagi pintu diketuk, lantas Ilyana bangkit dan membukanya. Seorang wanita bertubuh proposional, cantik berdiri membawa sesuatu.
"Halo, maaf mengganggu. Ada paket atas nama Aruna Florence Ilyana kamar nomor 02. Benar di sini kan?" tanya wanita itu sopan dan ramah.
"Oh iya benar," jawab Ilyana sejenak bengong ternyata orang itu bisa berbahasa Indonesia.
"Ini." Dia memberikan kotak berukuran cukup besar.
"Terima kasih," ucap Ilyana.
"Sama-sama. Kalau butuh sesuatu kamu bisa ke bawah menemuiku. Aku orang Indonesia bekerja di sini mengurus penginapan ini," terangnya menjawab rasa penasaran Ilyana.
"Oke."
Dia berlalu pergi, Ilyana menutup pintu dan meletakkan kotak itu di atas tempat tidur. Ponselnya berdering ada seseorang yang menelepon. Lantas dia mengangkatnya.
"Halo," sahutnya.
"Halo, dari mana? Kenapa baru diangkat?" tanya Mega dari seberang.
"Maaf, tadi ada orang mengirim paket. Katanya untukku," ujar Ilyana sambil membuka kotak tadi.
"Oh sudah sampai? Nanti malam aku jemput, pakai itu ya? Pukul 6 kamu harus sudah siap. Karena kapal akan berangkat pukul 7."
"Kapal???" tanya Ilyana tidak mengerti maksud Mega.
"Sudah, pakai saja itu. Aku masih ada urusan. Sampai jumpa nanti malam."
"Al---"
'Tut tut tut
Panggilan diputus Mega sepihak. Ilyana memanyunkan bibirnya dan melihat isi di kotak itu. Sepasang high heels hitam bertaburan berlian imitasi dan gaun hitam panjang yang elegan untuknya. Secarik kertas terselip di sana.
Kamu akan cantik memakainya, Sayang. Sampai jumpa nanti malam.
Langit
Air mata Ilyana menetes, dia paham maksud Mega sekarang. Dia akan melakukan sesuatu yang sudah Aliandra siapkan untuknya.
"Kamu sudah siapin ini tapi kenapa kamu ninggalin aku?" Ilyana menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang memeluk gaun dan kertas itu. Dia menangis mencurahkan sesak dalam dadanya.
Sesempurna apa pun rencana yang sudah kita siapkan, tidak ada yang dapat menghindar dan menolak rencana yang telah lebih dulu Tuhan tetapkan.
########
Tunggu saja, apakah kejutannya? Hahahahaha
Kok ada kapalnya??? Bukannya pilot ya? Kok kapal? Cailaaaaah... mengetik sendiri, tanya-tanya sendiri. Dasar somplak!!!! Wkwkkwkwkwk
Makasih buat vote dan komentarnya.
_______________
Nantikan versi barunya di bulan Maret, ya, teman-teman.😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top