KUPINANG KAMU KARENA ALLAH
Usai pesta resepsi, tengah malam Mega langsung memboyong Ilyana ke rumahnya. Dia melepas semua atribut yang menempel di busana pengantinnya. Sedangkan Ilyana menghempaskan tubuh di tempat tidur setelah mengganti gaun pengantinnya dengan pakaian santai. Badan mereka letih, apalagi Mega sejak pulang dinas belum istirahat.
"Love, mandi dulu setelah itu kita salat berjamaah," perintah Mega halus seraya melepas bajunya menyisakan singlet.
"Aku cape, Hubby," tolak Ilyana memejamkan matanya. Tubuh dia lunglai dan tulang-tulangnya tidak terasa saking kelelahan.
Mega menghela napas dalam, dia tidak lagi berbicara apa pun lantas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ilyana merasa tidak enak hati, ia bangkit dari rebahan dan mengetuk pintu kamar mandi.
"Hubby!" seru Ilyana.
Terdengar gemercik air keran mengalir, Mega tidak menyahut.
"Hubby! Aku juga mau mandi," rajuk Ilyana terus mengetuk pintu, takut jika Mega ngambek.
"Tunggu," sahut Mega singkat.
Ilyana mendengus kesal. "Tadi suruh mandi, giliran sudah mau mandi malah disuruh nunggu!" gerutunya kesal berjalan ke arah bufet yang menghadap ke tempat tidur.
Buku-buku penerbangan tersusun rapi di bufet. Tak sengaja mata Ilyana menangkap foto masa lalu pernikahan Mega bersama Dinda. Hatinya nyeri dan matanya memanas.
Cemburu? Sudah pasti! Meskipun itu adalah masa lalu Mega, tapi jika melihat pria yang dicintainya bersanding dengan yang lain pastilah hati akan bergemuruh panas.
"Love," panggil Mega mengagetkan Ilyana.
Ilyana tersentak lantas memutar tubuhnya, air mata menghalangi pandangan dia. Mega yang berdiri di depan pintu kamar mandi mengenakan celana pendek, kaus putih polos, dan memegang handuk biru muda, mengerutkan dahinya bingung.
"Love?" seru Mega menyipitkan matanya bingung melihat istrinya beruraikan air mata.
Ilyana menahan perih di dada tanpa berucap dia melewati Mega begitu saja masuk ke kamar mandi. Ilyana menutup pintunya sedikit kasar.
"Love, kamu kenapa?" Mega mengetuk pintunya khawatir.
Ilyana tidak menyahut, Mega semakin bingung.
"Love, kamu ada masalah?" tanya Mega mengetuk pintu, namun hanya guyuran air yang terdengar.
Mega mengedikkan bahu, dia menjahui pintu kamar mandi melewati depan bufet ingin mengambil sajadah dan sarung di lemari. Seketika dia tersadar sesuatu, Mega menghampiri bufet tempat di mana Ilyana tadi berdiri.
"Ya Allah." Mega meraup wajahnya, dia tersadar belum sempat menyimpan barang-barang masa lalunya saat masih bersama Dinda. "Pasti dia melihat ini," ucapnya mengambil figura foto pernikahannya dengan Dinda lalu ia simpan di kardus.
Mega membersihkan barang-barang Dinda, dia masukan dalam kardus lantas menyimpannya di gudang. Dia ingin menjaga perasaan Ilyana, bagaimanapun sekarang kenyataannya dia adalah suami Ilyana dan harus rela menyimpan kenangan masa lalunya.
Paling utama dalam hubungan yang sehat adalah saling menghargai dan menjaga perasaan pasangannya.
Setelah beberapa saat di dalam kamar mandi, Ilyana keluar dengan rambut basah, wajah segar, tapi hidung merah, dan matanya sembap. Mega menghampirinya namun Ilyana menghindar.
"Love," panggil Mega lembut.
Ilyana tak acuh, dia membuka koper mencari mukenanya.
"Ayo, katanya mau salat." Ilyana menggelar sajadah di belakang sajadah yang sudah Mega gelar.
Mega mencekal pergelangan tangan Ilyana erat dan menatapnya tajam. Mendapat tatapan seperti itu bukannya takut, Ilyana justru membalas dengan tatapan membunuh.
"Jangan bikin masalah, tadi pagi kita baru saja menikah," gertak Mega.
"Siapa yang bikin masalah? Nggak ada," elak Ilyana menahan sakit di dada. "Lepasin! Sakit," rintih Ilyana mengayunkan dan memaksa tangan Mega agar melepaskan tangannya.
Ilyana mengurungkan niat yang tadinya ingin memakai mukena. Dia kembali masuk ke kamar mandi dan berwudu. Mega menyusulnya, perasaannya berkecamuk. Dia takut Ilyana marah dan kecewa padanya, padahal bukan maksud dia ingin menyimpan kenangan bersama Dinda.
"Love, maaf," ucap Mega menunduk.
Ilyana selesai berwudu, ia menegakkan tubuhnya, berdiri di depan Mega menatapnya lekat dan menjawab, "Kita pernah memiliki masa lalu dan cerita cinta yang lain. Tapi sekarang semua sudah berubah, kini dan masa yang akan datang adalah cerita tentang kita. Tidak ada dia, mereka ataupun yang lain. Hanya kita! Aku dan kamu!"
Kata terakhir penuh penekanan dan dipertegas.
"Iya. Maafkan aku. Bukan maksudku menyakiti hatimu, hanya saja kemarin aku belum sempat membersihkan dan menyimpan foto-foto itu," sesal Mega.
"Sudahlah, jangan lagi dibahas, cemburu hal yang wajar bukan? Karena aku mencintaimu," ucap Ilyana tersungging senyum tipis namun mampu mengguncangkan hati Mega.
"Iya, tapi jangan berlebihan kalau cemburu. Sewajarnya saja ya?" pinta Mega mengerling dengan senyuman jahil.
"Tergantung! Nggak janji juga kalau itu," sahut Ilyana melengos melewati Mega dan ke luar kamar mandi.
Mega terkikih geli, biarpun Ilyana pencemburu tapi dia tahu kecemburuannya itu pasti memiliki alasan yang jelas. Mega pun berwudu lantas menyusul istrinya yang sudah menunggu untuk salat Isya dan salat dua rakaat yang dianjurkan Rasullullah SAW sebelum bergaul.
Suasana tengah malam yang tenang, Mega bersedekap berdiri di depan Ilyana, menjadi imamnya. Salat mereka khusuk dan hikmat.
Lafal ayat-ayat pendek Al Quran melantun merdu dari bibir Mega. Hati mereka tenang, damai, dan sejuk. Suasana yang tadi sempat menegang terhapuskan oleh lantunan ayat suci.
Selesai salat Isya dan dua rakaat sunah, Mega memimpin doa. Ilyana dengan sabar dan tulus mengaamiini setiap doa-doa yang terlontar dari mulut suaminya. Dia memasrahkan segala apa pun kepada Sang Pencipta. Ilyana percaya, Tuhan pasti akan memberikan apa pun yang terbaik dalam hidupnya, asal di setiap detik nama Dia selalu terucap dalam hati bahkan lisan.
Usai berdoa, Mega memutar tubuhnya. Ilyana mencium tangan Mega tanda hormat istri kepada suami. Ditimpali Mega mencium ubun-ubun Ilyana sayang.
"Jangan lelah berdoa untukku dan rumah tangga kita," pinta Mega menangkup pipi Ilyana.
"Tidak akan pernah lelah jika itu demi keutuhan keluarga kita dan untuk keselamatan kita. Aku percaya, Allah akan selalu melindungi umat-Nya yang senantiasa mengingat Dia dan menyebut Nama-Nya setiap detik." Ilyana mengelus tangan Mega yang menangkup pipinya.
"Kupinang kamu karena Allah dan mencintaimu lillahi ta'ala." Mega menarik Ilyana ke dalam pelukannya.
Hati Ilyana menghangat, bahagia menyelimuti perasaan dia. Bersyukur mendapatkan pendamping yang selalu mengingat Tuhan dan takut Maha Pencipta-nya.
"Sudah siap?" bisik Mega di telinga Ilyana.
Tubuh Ilyana menegang dan debaran jantungnya menjadi abnormal. Dia menegakkan tubuhnya gugup.
"Sudah siap apa?" tanya Ilyana sok tidak mengerti maksud Mega.
Dia melepas mukena dan melipatnya, menyibukkan diri melipat sajadah dan menyimpan di lemari. Keringat dingin keluar dari tubuhnya, tiba-tiba suhu ruangan panas dingin padahal di kamar ber-AC. Mega menyadari kegugupan Ilyana, wajar saja karena hal ini akan merubah segalanya dalam hidup dia. Ilyana menungging di samping ranjang menata bantal dan guling bersiap untuk beranjak tidur, Mega memeluknya dari belakang.
"Hubby," seru Ilyana tertahan ketika Mega mengecup bahunya.
Tubuhnya merinding dan darahnya berdesir seperti tersengat aliran listrik. Mega memutar tubuh Ilyana dan merengkuh pinggangnya menghapus jarak. Ilyana semakin gugup ketika wajah Mega sangat dekat dengan wajahnya sampai-sampai deru napas segar Mega menerpa wajah tegang dia.
"Kenapa menunduk?" tanya Mega mengangkat dagu Ilyana.
"Hubby, aku lelah. Kamu juga belum tidur kan dari kemarin? Ayo kita istirahat, ini sudah larut malam." Wajah Ilyana memerah dan gugup.
Dia melepaskan diri dari pelukan Mega, merangkak naik ke king size menarik napasnya dalam dan mengeluarkan perlahan terus-menerus dia lalukan sampai perasaannya sedikit tenang. Mega mematikan lampu utama, menyisakan lampu tidur hingga suasana di kamar menjadi remang. Dia menyusul Ilyana berbaring di sampingnya. Keduanya sama-sama terlentang menatap langit-langit kamar.
Hening! Tidak ada obrolan di kamar itu. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing, sehingga suasana canggung menyelimuti hati Ilyana.
"Love," panggil Mega memiringkan tubuhnya.
Ilyana menoleh dan menyahut, "Iya."
"Mmm...." Mega menggigit bibir bawahnya.
Ilyana mengerutkan dahi, menanti kata apa yang akan Mega lontarkan.
"Love, mmm ... apa ... mmm ...." Mega sungkan ingin mengatakannya.
Ilyana sebenarnya paham apa yang diinginkan Mega. Hanya saja dia malu bercampur sungkan dan bingung.
"Hubby, aku malu," rengek Ilyana dengan wajah malu-malu dan pipi memerah.
"Kenapa malu? Kan kita sudah sah menjadi suami istri," sahut Mega.
"Iya, tapi aku belum terbiasa. Aku malu, Hubby." Ilyana Menutup setengah wajahnya dengan selimut tebal.
Mega tersenyum sangat manis, mendekati Ilyana dan merengkuh pinggang rampingnya.
"Matikan semua lampu, jadi aku nggak akan lihat kamu telanjang bulat. Biar kamu nggak malu," bisik Mega tempat di telinga Ilyana.
Tangan Mega menggapai sakelar lampu tidur, lalu mematikannya sehingga keadaan kamar menjadi gelap gulita.
"Allahumma Jannibnasy Syaithon wa Jannibisy Syaithon Maa Rozaqtanaa," doa Mega sebelum mencumbu istrinya.
############
Sensooooooorrrrrr😝😝😝😝
Sinyal hilang. Good night. Selamat mimpi indah.
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top