KAMU BUKAN YANG KUMAU
Sampai malam, Mega tak bisa menghubungi Ilyana. Nomornya aktif tapi tidak diangkat. Setelah kepergiannya tadi, Mega mengobrol dengan Nina dan Fia. Mengobrol biasa tidak ada pembahasan yang serius.
"Ya Allah ke mana sih anak ini?" gerutu Mega risau dan kelimpungan tidak dapat menghubungi Ilyana.
Mega pun kesal lantas dia ke luar rumah ingin memasukkan mobilnya yang masih terparkir di luar. Saat dia masuk ke dalam mobil dan ingin menyalakan mesin, Mega melihat ponsel Ilyana tertinggal di dashboard-nya. Dia baru teringat jika Ilyana belum sempat mengambil ponselnya tadi sebelum turun dari mobilnya.
Mega memberanikan diri membuka ponsel Ilyana dan dia tertarik melihat-lihat aplikasi Instagram-nya. Postingan terakhir saat mereka di Belanda. Mega memerhatikan foto itu, foto punggung seorang pria yang sedang berjalan. Tak lain itu adalah dirinya. Dengan caption 'Terima kasih Tuhan, Engkau kirimkan malaikat pelindung untukku.'
Dia mengecek semua isi ponsel Ilyana dan membaca semua chat Ilyana dengan Fluor. Mega menyadari sesuatu, kehadirannya telah sedikit menggeser Aliandra dari hati Ilyana. Tanpa pikir panjang Mega pun menjalankan mobilnya ke rumah Ilyana. Dia tidak ingin melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan penyesalan.
"Kenapa kamu tidak mau jujur," gumam Mega kesal pada dirinya sendiri dan juga sikap Ilyana yang tidak mau terbuka padanya.
Setelah sampai di rumah Ilyana, Mega pun turun lantas memencet bel. Menunggu beberapa menit Berlin membukakan pintu.
"Selamat malam, Tan," sapa Mega.
"Malam Nak Mega. Loh mana Aruna?" tanya Berlin bingung karena Mega datang tanpa Ilyana.
Mega terkejut. "Bukannya sudah pulang dari tadi siang, Tan?" ujar Mega ikut bingung.
"Ah kamu ini ada-ada saja. Dari tadi pagi pergi sama kamu dia belum pulang. Tante pikir kamu mengantar dia," jelas Berlin.
Seketika Mega merasa cemas dan bersalah. Ini semua pasti gara-gara kejadian tadi siang. Tapi ke mana perginya Ilyana?
"Maaf Tan, kalau boleh tahu biasanya dia pergi ke mana ya? Soalnya tadi siang dia pulang sendiri naik taksi. Saya ada tamu dan ponselnya ketinggalan di saya," tanya Mega khawatir dan mencemaskan kondisi Ilyana.
"Wah Tante juga kurang paham kalau masalah itu. Tapi biasanya dia pergi sama Fluor. Coba kamu hubungi dia saja," titah Berlin.
"Baik deh Tan, kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum," pamit Mega mencium tangan Berlin.
"Waalaikumsalam," jawab Berlin menatap Mega masuk ke dalam mobil terburu-buru.
Berlin menghela napas dalam. "Sepertinya mereka sedang ada masalah," gumam Berlin melihat mobil Mega ke luar melewati pagar.
Berlin membiarkannya, dia tidak mau terlalu dalam ikut campur urusan pribadi anaknya. Dia percaya Ilyana pasti tahu yang terbaik untuk hidupnya.
Seraya menyetir Mega menghubungi Fluor menggunakan ponsel Ilyana.
"Halo Ly, ada apa?" tanya Fluor.
Mega menduga Ilyana tidak bersama Fluor saat ini dari sapaan pertama dia.
"Maaf ini saya Mega," sahut Mega dengan perasaan risau.
"Oh maaf. Eh tapi kok nomornya Ilyana?" tanya Fluor bingung.
"Iya, ponselnya ketinggalan di tempat saya. Mmm... maaf sebelumnya, apa Ilyana bersama kamu?" tanya Mega sungkan.
"Nggak, bukannya dia sama kamu ya?"
Jawaban Fluor meyakinkan Mega bahwa Ilyana sekarang tidak bersama dia.
"Iya tadi pagi memang sama saya, tapi siangnya dia pulang sendiri naik taksi. Kira-kira dia pergi ke mana ya? Soalnya dia juga belum sampai di rumah." Perasaan Mega diselimuti rasa bersalah dan pikirannya kacau.
"Wah nggak tahu. Tapi biasanya kalau pergi selalu ngajakin saya. Sebentar ... apa dia ke klub ya?" ujar Fluor mengira-ngira.
"Klub???" tanya Mega terkejut.
"Iya, jangan terkejut begitu. Itu kebiasaan kami dulu, tapi sudah lama sih dia nggak datang ke klub. Sejak dekat sama Langit dulu, tapi tidak menutup kemungkinan dia datang ke sana melepas penat kan?" ujar Fluor menerka.
"Biasanya dia ke klub mana ya?"
"Sebentar saya tanyakan teman-teman dulu. Nanti saya kabari kalau sudah ketemu," lanjut Fluor ingin memastikan lagi keberadaan sahabatnya itu.
"Oke, saya tunggu kabarnya."
"Sip."
Panggilan diakhiri. Mega seperti tidak percaya, gadis yang kelihatannya polos dan manja seperti Ilyana ternyata memiliki kebiasaan buruk. Walaupun begitu Mega tidak peduli, pasti Ilyana memiliki alasan mengenai hal itu. Mega melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, tidak memiliki tujuan pasti asal mobil jalan. Ponsel Ilyana berdering pesan masuk. Mega membukanya ternyata dari Fluor.
Dia tidak ada di klub mana pun. Sudah saya tanyakan teman-teman yang bekerja di klub.
Pesan Fluor mematahkan tujuan Mega. Jika tidak di klub ke mana perginya Ilyana?
***
Di sebuah ruang yang gelap dengan barang-barang penuh kenangan Ilyana berbaring di atas tempat tidur memeluk seragam kebanggan Aliandra. Dia menangis sesenggukan merindukan kekasih yang sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
"Kenapa kamu jahat sama aku? Kamu membiarkan aku sendiri dan menjalani kegalauan ini. Aku pikir Ali bisa menjadi sosok pegantimu, tapi ternyata tidak. Aku salah mengartikan kebaikannya selama ini. Aku terlalu besar rasa setiap dia berbicara manis."
Ilyana menangis sesenggukan, hanya di apartemen Aliandra dia merasa dekat dengan belahan jiwanya yang telah mati. Tempat itu yang membuatnya nyaman serta dapat merasakan kehadirannya. Jika ingin sendiri, dia selalu datang ke apartemen itu.
"Aku kangen sama kamu, aku harus bagaimana? Aku kehilangan arah, hidupku buta tanpa kamu, Sayang. Andaikan bisa, aku ingin kamu kembali dan hidup menemaniku. Aku masih berharap mukjizat dari Allah, aku selalu berpikir dan berdoa jika tes DNA itu salah. Itu bukan jasadmu," gumam Ilyana memeluk erat seragam pilot Aliandra.
Harapan terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Kita selalu menginginkan kehidupan yang manis, namun tidak selamanya Tuhan memberikan kisah yang indah. Ada kalanya Dia memberikan ujian untuk menguatkan iman dan takwa kita.
***
Matahari masih malu-malu untuk keluar dari persembunyiannya. Mega bersimpuh menengadahkan tangannya mengadu pada Sang Kuasa. Sejak sepertiga malam dia bersujud menjalankan Salat Istikharah dan melanjutkan salat Subuh. Memohon petunjuk agar dipertemukan dengan seseorang yang benar-benar tempat untuk menggantikan Dinda.
"Ya Allah jika memang Fia adalah wanita yang Engkau inginkan untuk mendampingi hamba, segera percepat prosesnya. Namun apabila dia bukanlah wanita yang pantas untuk hamba, Engkau lebih tahu seperti apa pria yang baik untuknya." Mega berdoa sungguh-sungguh dengan tulus.
Dia ikhlas jika memang takdir-Nya bersama Fia meskipun dalam hati kecilnya mulai mencintai Ilyana. Mega sadar cinta sudah hadir dalam hatinya, hanya saja dia tidak ingin terlena dengan indahnya duniawi.
Usai berdoa Mega melipat sajadah dan sarungnya. Dia membereskan tempat tidur lantas mengecek ponselnya. Satu chat masuk dari Fluor.
Ga, Ilyana sudah pulang.
Mega menghela napas lega. Sejak semalam dia mencari Ilyana sampai tengah malam, namun tidak ditemukannya.
Oke, makasih Fluor.
Balas Mega. Tidak ada jawaban namun pesan terbaca. Mega mengambil ponsel Ilyana, dia melihat satu per satu foto di galery. Banyak tersimpan foto kebersamaan dia dan Aliandra. Melihat itu hati Mega nyeri seperti ada yang mencubit.
"Tidak akan mungkin gue menggantikan posisi lo, Lang. Sepertinya cuma lo yang bisa membuatnya tertawa sampai menangis karena bahagia. Sedangkan gue belum apa-apa sudah membuatnya menangis sedih. Maaf, Lang. Secara tidak langsung gue sudah menyakiti hatinya," ucap Mega berdosa kepada Aliandra telah melukai perasaan Ilyana.
Membuat wanita menangis karena terluka itu mudah, yang sulit membuat dia menangis karena bahagia.
***
Menjelang siang Ilyana membersihkan diri berniat akan pergi ke suatu tempat. Namun ketika dia ke luar rumah dan melihat mobil hitam milik Mega terparkir di pelataran dia mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin menemui Mega, Ilyana pun kembali masuk ke rumah. Mega melihat dia berlari kecil menghindarinya. Hati Mega terluka, apa ini pantas dia terima?
Mega tetap turun dari mobil dan mengumpulkan keberaniannya bertamu ke rumah itu. Dia memencet bel, menunggu beberapa menit Berlin yang keluar.
"Selamat siang, Tan," sapa Mega menjabat tangannya dan mencium hormat.
"Nak Mega, ayo masuk duduk," ajak Berlin ramah menyambutnya terbuka.
Mega duduk di sofa meskipun perasaannya tidak enak.
"Tunggu sebentar ya? Tante buatkan minum sekalian panggil Aruna," ujar Berlin yang belum mengetahui masalah Mega dan Ilyana.
"Iya Tan, terima kasih," ucap Mega tak enak hati.
Dia berharap semoga Ilyana mau menemuinya dan membicarakan semuanya dengan baik-baik. Berlin masuk ke dalam melewati ruang tengah. Dia melihat Ilyana sudah rapi namun bukannya menghampiri Mega malah menonton televisi.
"Na, tuh Kapten Mega sudah di depan," ujar Berlin menjawil lengan Ilyana.
"Biarin, aku nggak pergi sama dia kok, Ma. Aku ada acara lain," jawab Ilyana tak acuh tanpa menatap Berlin mata sembapnya fokus melihat kartun.
"Kalian ada masalah?" tanya Berlin penasaran.
Ilyana menghela napas dalam dan menegakkan duduknya.
"Ma, aku males ketemu dia. Tolong jangan tanya apa pun lagi menyangkut dia. Aku nggak pernah mengenal siapa dia dan tidak ada niat lagi untuk mengetahui dia bagaimana. Biarkan aku sendiri, Ma. Aku bahagia begini, aku sudah malas berurusan dengan pria mana pun," ujar Ilyana mengiris perasaan Berlin.
Ilyana menahan air matanya, dia bangkit dan berlari ke kamar. Hatinya lelah mencintai dan terluka. Dia jera mencintai namun pada akhirnya ditinggalkan. Dengan keputusan sendiri dulu mungkin akan lebih baik.
###########
Kalian pasti pernah merasa jera mencintai? Itulah yang Ilyana rasakan. Dia bosan disakiti dan mencintai. Hehehe
Sabar ya Ga, ini ujian. Semangat!!!!
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top