KADO SPESIAL
Tuk tuk tuk
Pintu ruang kerja Ilyana terketuk.
"Masuk!" suara lantang dia mengizinkan masuk.
Seorang pria tinggi, tubuh tegap, potongan rambut cepak, kulit sawo matang, dan berseragam serba hitam masuk membawa kotak kecil.
"Selamat siang, Nona," sapanya sopan sedikit membungkukkan tubuhnya menghargai Ilyana.
"Siang Pak Sapri. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ilyana sementara menghentikan pekerjaannya.
"Ini Nona dapat kiriman." Sapri, seorang penjaga meletakkan bingkisan kotak kecil di atas meja kerja Ilyana.
Kening Ilyana mengerut terus memerhatikan bingkisan itu.
"Terima kasih ya, Pak," ucapnya menggeser kotak itu ke depannya.
"Baik, Non. Saya permisi dulu."
Sapri membungkuk tubuhnya lantas meninggalkan ruangan setelah Ilyana menganggukkan kepala seraya tersenyum tanda berterima kasih. Selepas Sapri pergi, Ilyana segera membuka bungkusnya. Sebuah kotak kecil persegi panjang beledu, tempat perhiasan bewarna coklat lantas dibukanya. Secarik kertas terlipat di sana, Ilyana membuka dan membacanya.
Dear Pecinta Senja
Mega mendung tersirat sinar oranye senja, yang tadinya gelap kini berubah menjadi indah. Semburatmu membiaskan kebahagiaan pada mega kelabu. Kausenjaku.
Kamu memang bukan yang pertama bagiku. Sebelum aku mengenalmu hati ini pernah mencintai wanita lain. Tapi yang harus kamu tahu, entah sejak kapan rasa cinta itu pudar kepadanya dan posisinya tergantikan olehmu. Tidak harus menjadi yang pertama untuk dimiliki dan memiliki, bukankah seperti itu, senjaku? Ini bukan masalah siapa yang pertama, melainkan siapa yang menjadi paling terakhir untuk dimiliki dan memiliki.
Love you
Ali Mega Wirandra
Pangeran burung besimu
Setelah membaca untaian isi hati Mega, bibir merah delima Ilyana mengembang dan rongga dadanya seakan seperti dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Bahagia dan sangat tersanjung. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi lalu memeluk kertas itu dengan perasaan sangat bahagia.
Bukankah untuk menjadi pilihan terakhir tidak harus menjadi urutan yang pertama? Begitulah kisah cinta. Perlu menjajaki dan mengenal lebih dalam.
Ilyana menegakkan tubuhnya, lantas mengambil kalung mas berbandul pesawat dari kotak beledu lalu memakainya. Tidak hanya kalung yang Mega berikan, tapi dia juga memberikan cincin mas putih yang di tengahnya berbentuk pesawat. Sangat manis terselip di jari tengah Ilyana.
"Ali," lirih Ilyana mengangkat tangannya ke udara mengamati cincin yang terselip di jarinya. "Aku menyukainya. Ini sangat cantik," gumamnya dengan mata berbinar dan senyum tidak sedetik pun pudar dari bibir manisnya.
Dia mengambil cermin di tas yang biasa dia gunakan untuk membetulkan make up-nya. Ilyana menyentuh bandul pesawat yang tergantung di depan dadanya dan tersenyum lebar sampai terlihat giginya yang rajin dan putih bersih.
"Aaaaa!!! Ya Allah, Aliiiii!!! Kamu so sweet banget sih," pekiknya girang menggertak-gertakkan kakinya di lantai.
Ilyana mengambil ponselnya, saat ingin menelepon Mega ada pemberitahuan di Instagram-nya. Tag dari akun Mega, dia pun segera membuka. Sebuah foto lengan tangan pria di depan alat penerbangan dalam kokpit dan di pergelangan tangannya melingkar jam tangan hadiah darinya. Dengan caption 'Hadiah termanis dari senjaku. Terima kasih cinta, hanya kamu yang paling spesial di hatiku. Love you, tunggu aku pulang.'
Perasaan Ilyana semakin tidak terkontrol. Dia benar-benar sangat bahagia hingga seluruh badannya lemas. Dadanya berdebar-debar tak karuan seperti orang yang pertama merasakan jatuh cinta. Tidak mau kalah dengan Mega, Ilyana pun memosting foto cincin dan kalung yang sudah terpasang di tubuhnya serta tak lupa ia menge-tag akun Mega. Dengan tambahan caption 'Terima kasih pangeran burung besiku. Mega yang menerima sinar senjaku, mega yang selalu dapat menutupi kesenduan senja, dan mega yang setia mengiringi senja hingga gelap tiba. Kaulah mega senja.'
Tak berapa lama like dari pengikutnya pun dia terima dengan komentar positif. Ilyana lantas mencari nomor Mega dan meneleponnya. Namun sayang nomornya tidak aktif, mungkin Mega sedang mengudara. Ilyana pun meletakkan ponselnya di samping keyboard lalu melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan bahagia yang mendorong semangatnya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
***
Ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur berdering terus menerus meminta perhatian si pemilik. Namun Ilyana tidak ada di kamar. Dia sedang makan malam di ruang makan bersama orang tuanya.
"Bagaimana rencananya? Apakah Ali jadi ke sini?" tanya David di sela makan malam mereka.
Ilyana sedang mengunyah lantas menelan makanannya dan meminum air mineral sebelum menjawab pertanyaan David.
"Insya Allah jadi, Pa. Mungkin kalau nggak besok atau lusa dia mau datang ke sini untuk membicarakan acara lamarannya dan katanya sih dia mau ngobrol dulu sama Papa sebelum mengajak keluarganya," jelas Ilyana lalu menyuapkan lagi nasi ke dalam mulut.
"Oh begitu?" David manggut-manggut mengerti. "Kapan pun dia mau ke sini, Papa sudah siap. Terus rencananya siapa yang mau datang melamarkan?" David menghentikan makannya sebentar agar fokus mendengarkan jawaban Ilyana.
"Rencananya sih kakak dari almarhum papanya Ali. Kemarin Aruna juga sudah bicara sama Mama Chusnul dan Papa Firman. Mereka akan datang ke sini kalau pas akad nikah sama resepsi," ujar Ilyana.
"Alhamdulillah, silahturahmi kita terjalin sangat baik meskipun Aruna belum sempat menjadi menantu mereka," ucap Berlin tersenyum manis seraya mengelus rambut panjang Ilyana.
"Memang itu yang harus kita jaga, Ma. Bagaimana pun mereka sudah sangat baik sama Aruna dan keluarga kita. Sebisa mungkin biarpun kamu sudah menikah dengan Ali, jangan sampai hubungan baik ini terputus," pesan David menatap Ilyana tulus.
"Iya, Pa. Aruna akan selalu menjaga hubungan baik ini. Mama Chusnul dan Papa Firman sudah Aruna anggap seperti orang tua kedua, begitu pun Ali. Dia juga menganggap mereka sebagai pengganti orang tuanya. Sejak papanya meninggal, terus mamanya sakit-sakitan dan akhirnya juga meninggal, mereka yang selalu ada di samping Ali," sahut Ilyana.
David menganggukkan kepala memahami keadaan Mega. Sembari menyelesaikan makan malam, mereka berbincang dan mengobrol tetang rencana lamaran Mega.
Usai menyelesaikan maka malam dan membereskan meja makan, Ilyana pun pergi ke kamar. Ketika dia ingin menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, ponselnya berdering.
"Assalamualaikum," sapa Ilyana halus.
"Waalaikumsalam. Dari mana saja sih?" omel Mega.
"Maaf, aku habis makan malam. Ada apa?" Ilyana duduk di tepi ranjang.
"Oh. Aku sebentar lagi sampai di rumah kamu."
"Hah?! Serius?" pekik Ilyana terkejut langsung berdiri tidak menyangka setelah lebih dari satu minggu Mega tidak pulang dan kini tiba-tiba ia mengatakan sedang perjalanan menuju ke rumahnya.
"Iya, aku serius. Kapan sih aku bohong? Lima menit lagi sampai. Ini aku sudah masuk komplek perumahan," ujar Mega menyetir pelan menyusuri rumah bertingkat dan mewah satu per satu menuju ke rumah orang tua Ilyana.
"Iya, aku tunggu di depan," sahutnya sambil mengganti celana pendek yang memamerkan paha mulusnya dengan celana kain panjang bermotif bunga-bunga.
"Ya sudah sampai jumpa di rumah. Aku hampir sampai. Assalamualaikum," ucap Mega sebelum mengakhiri panggilannya.
"Waalaikumsalam," jawab Ilyana buru-buru mengganti kaus ketatnya dengan yang longgar karena Mega selalu mengomel jika dia menemuinya dengan pakaian pas bodi yang mengekspose lekuk tubuhnya.
Setelah menyisir rambut dan mengikatnya seperti ekor kuda, tidak lupa melembabkan bibir tipisnya dengan lip gloss, Ilyana pun ke luar kamar. Tidak ingin Mega menunggu terlalu lama, dia pun berlari kecil menuruni tangga. Berlin dan David yang sedang menonton acara televisi di ruang tengah bingung melihat Ilyana lewat di samping mereka tergesa-gesa.
"Aruna!" seru Berlin. "Mau ke mana kamu?" sambungnya.
Seraya berjalan ke ruang tamu, Ilyana memekik, "Nggak mau ke mana-mana, Ma. Ali datang."
Berlin dan David saling menatap penuh arti. Mereka sama-sama melempar senyum lalu kembali menonton siaran televisi.
Sedangkan Ilyana menunggu kedatangan Mega. Baru beberapa detik berdiri di depan teras, mobil Mega masuki pelataran. Jantung Ilyana berdebar-debar tak sabar ingin segera melihat sang pujaan hati. Ketika Mega menghentikan mobilnya di depan teras, debaran jantung Ilyana semakin tak terkontrol. Mega turun dari mobil dengan senyum menawan. Senyuman yang mampu membius kesadaran Ilyana.
"Hai," sapa Mega mendekati Ilyana dan langsung menyentuh lengannya.
Sentuhan lembut Mega menghapus rindu yang sudah menggunung di hati Ilyana. Seluruh kecurigaannya selama ditinggal Mega dinas seketika menguap.
"Masuk yuk!" ajak Ilyana kikuk menutupi kegugupannya.
Mega mengikuti Ilyana masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum," ucapnya saat sampai di ambang pintu.
"Waalaikumsalam," jawab Ilyana menoleh ke belakang dengan senyum mengembang lebar di bibirnya. "Kamu duduk dulu. Mau minum apa?" tawar Ilyana.
"Aku kedinginan, jahe panas ada nggak?" tanya Mega seraya mendaratkan pantatnya di sofa panjang.
"Ada. Aku buatin dulu ya?" Ilyana pun melenggang ke dapur membuatkan Mega wedang jahe instan.
Dengan sabar Mega menunggu di ruang tamu sembari memainkan ponselnya.
"Nak Ali," sapa David dan Berlin menghampiri ke ruang tamu menemuinya.
Mega pun meletakkan ponselnya di atas meja lalu berdiri menyalami dan mencium tangan mereka bergantian.
"Malam Om, Tan," sapanya ramah dan sopan.
"Bagaimana? Sehat?" tanya David basa-basi menepuk bahunya.
"Alhamdulillah, Om. Sehat. Bagaimana dengan Om dan Tante?"
"Alhamdulillah, kami sehat," sahut Berlin selalu mengembangkan senyum bahagia di depan Mega.
Senyuman tulus kedua orang tua Ilyana tanda sambutan hangat bahwa mereka menerima Mega dengan tangan terbuka.
"Ya sudah, Om sama Tante masuk dulu ya?" David memberikan waktu untuk Mega dan Ilyana agar dapat leluasa mengobrol berdua.
"Wah Om, jadi nggak enak nih," ujar Mega malu-malu dan sungkan.
David dan Berlin terkikih memerhatikan salah tingkah Mega. Dia menggaruk pelipisnya kikuk.
"Santai saja, Om juga pernah muda. Om paham, biasanya kalau sepasang kekasih lama tidak bertemu butuh waktu dan ruang untuk berbincang dari hati ke hati," seloroh David merangkul bahu Mega serta menepuk-nepuk punggungnya pelan melebur perasaan canggung.
Mega hanya menanggapi dengan senyuman tanpa membantah ataupun menyahuti.
Berlin mencubit kecil pinggang David dan berucap, "Sudahlah, Pa. Jangan digoda terus, nanti Nak Ali malu malah sungkan datang ke sini."
"Iya, iya. Cuma bercanda kok," sanggah David. "Iya kan, Li?" David meminta persetujuan Mega.
"Iya, Om," sahut Mega mengangguk.
"Hayooo... pada ngomongin apa?" Ilyana datang membawa nampan berisi secangkir jahe panas dan stoples camilan gurih.
"Nah, ini lawan bicaranya sudah datang. Yuk Ma, kita masuk." David merangkul bahu Berlin. "Om tinggal dulu ya, Li," pamit David.
"Iya, Om," jawab Mega sopan.
David dan Berlin meninggalkan ruang tamu. Mega kembali duduk, Ilyana meletakkan nampan di atas meja.
"Ini!" Ilyana memberikan secangkir jahe yang masih panas pada Mega.
"Makasih ya?" ucap Mega menerimanya lantas dia meniup jahe yang masih mengepul itu.
Ilyana duduk di sebelah Mega, dia terus memerhatikan wajah tampan yang sedang serius menyeruput jahe buatannya.
"Enak?" tanya Ilyana.
"Huum. Enak." Mega meletakkan cangkirnya di meja. "Pulang kerja pukul berapa tadi?" tanya dia memutar sedikit tubuhnya supaya dapat jelas menatap wajah cantik Ilyana.
Ilyana menekuk satu kakinya ke atas sofa dan yang satu dibiarkan menjuntai ke bawah. Dia duduk menghadap Mega.
"Sampai di rumah pukul setengah 7 malam," jawabnya memanyunkan bibir manja.
"Nggak salat Magrib dong?" tanya Mega mengelus pipinya lembut dengan punggung tangan.
Ilyana nyaman mendapat belaian sayang dari Mega dan senang diperhatiankan hingga hal kecil begitu.
"Salat kok. Tadi mampir dulu di masjid, salat berjamaah sebelum sampai rumah," jelas Ilyana.
"Oh, bagus deh. Tapi belum salat Isya?" tebak Mega mengerling dan mencolek hidung mancung Ilyana.
Ilyana tersenyum malu-malu sambil menggeleng. "Belum," jawabnya tersipu.
Mega tertawa kecil mengelus kepala Ilyana penuh kasih sayang. "Nanti sebelum bobo salat Isya dulu ya?"
"Iya," jawabnya lembut.
Mega melihat kalung dan cincin pemberiannya dipakai Ilyana.
"Kamu suka?" tanya Mega menunjuk kalung Ilyana dengan dagunya.
Ilyana menunduk melihat dan memegang bandul kalungnya.
"Suka banget. Makasih ya?" ucap Ilyana memeluk Mega dan menyandarkan kepala di dada bidangnya.
Mega memeluk Ilyana dan mengelus punggungnya pelan. Dia menyandarkan tubuhnya nyaman di sandaran sofa, hatinya bahagia ternyata pilihannya tepat, Ilyana menyukai pemberiannya.
"Jantung kamu kok deg-degannya kenceng banget sih?" tanya Ilyana masih nyaman bersandar di dada lebar dan kekar Mega.
"Itu karena ada kamu. Nggak tahu kenapa setiap dekat sama kamu tuh jantungku terasa kayak mau copot. Bawaannya deg-degan mulu. Mungkin ini yang namanya cinta, setiap detik selalu berdebar-debar, detakannya tidak terkontrol ketika mengingat kamu apalagi dekat denganmu," ujar Menga mengecup pucuk kepala Ilyana.
Tangan Ilyana yang melingkar di perut Mega memeluk semakin erat.
"Nyaman, kangen," rengeknya manja.
"Andai saja sudah menikah," celoteh Mega memainkan rambut Ilyana.
"Kenapa?" sahut Ilyana menengadahkan wajahnya.
"Sudah pasti kita akan melepas rindu dengan cara yang berbeda. Kalau sekarang sih belum boleh," kata Mega tersenyum penuh arti.
"Ah kamu, jangan bahas itu dulu. Kita bahas rencana lamaran aja yuk!" Ilyana bangkit dari posisi ternyamannya.
Dia sengaja mengalihkan pembicaraan agar obrolan mereka tidak berlanjut pada pembahasan yang belum saatnya mereka bahas. Mereka pun berdiskusi rencana lamaran dan seserahan sesuai dengan yang Ilyana inginkan.
###########
Maklum, Ly. Mega kan duda, wajar kalau pikirannya ... tiiiiiiiiit sinyal hilang.😄😄😄😄
Terima kasih untuk vote dan komentarnya. 😊🙏
Mohon bersabar ya kalau cerita ini kadang lama update. Maklumi, sedang menyibukkan diri. Wkwkkwkwkwk lol.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top