DUNIA PENGANTIN BARU
Udara dingin menyusup ke kamar pengantin baru. Dalam posisi saling berpelukan di bawah selimut tebal, Ilyana menyusupkan wajahnya di dada Mega. Mentari malu-malu mengintip dunia. Mata indah Mega mengejap, merasakan kehangatan pelukan wanita yang telah seutuhnya menjadi miliknya.
Sampingnya yang biasa kosong kini terisi kembali, Mega menemukan kekosongan itu dari sosok wanita yang tidak pernah disangka sebelumnya, kini telah memenuhi hatinya dengan cinta. Matanya terbuka sempurna, dia melihat jam yang bertengger di dinding. Jarum pendek menunjuk di tengah angka 4 dan 5 sedangkan jarum panjang menunjuk angka 9.
Dia menyibak selimut, tubuh mungil istrinya hanya terbalut gaun malam mini yang menerawang tanpa dalaman. Mega menyelimutinya, ketika dia ingin beranjak dari tempat tidur suara serak khas orang bangun tidur mencegahnya.
"Hubby, mau ke mana?" tanya Ilyana manja sayup-sayup mandang suaminya.
Dia mengucek mata memperjelas pandangannya. Mega duduk bersila di samping Ilyana, mengelus rambutnya sayang.
"Mau mandi wajib, terus salat Subuh. Ayo bangun!" ajak Mega memegang kedua tangan Ilyana.
"Aku masih ngantuk, Hubby. Badan aku cape banget," alasan Ilyana malas meninggalkan king size yang super empuk dan nyaman.
"Habis salat terserah deh kalau mau tidur lagi. Tapi sekarang kamu harus bangun, sudah hampir nongol tuh mataharinya. Ayo, Love." Mega menarik pelan tangan Ilyana membantunya bangun tapi Ilyana masih enggan melepaskan diri dari kasur.
"Aaaaaa, Hubby," rengeknya manja.
"Ayo Nyonya Ali Mega Wirandra, imammu sedang mengajak ibadah," paksa Mega lembut membangunkan Ilyana.
"Iyaaaaa," sahutnya kesal.
Dengan malas Ilyana beranjak dari tempat tidur meninggalkan Mega masuk ke kamar mandi. Mega memerhatikannya, tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. Lantas dia beranjak dari tempat tidur menyusul Ilyana membersihkan badan dilanjutkan salat Subuh berjamaah.
Usai berjamaah Mega mengganti pakaiannya, mengenakan celana pendek dan singlet.
"Kamu mau ke mana, Hubby?" tanya Ilyana menyisir rambutnya yang setengah basah berdiri di depan meja rias.
"Mau lari-lari, keliling komplek," jawab Mega memakai kaus kakinya.
Ilyana melirik curiga, dia memerhatikan Mega yang duduk di tepi ranjang.
"Sama?" timpalnya penasaran.
"Sendiri. Kamu mau ikut? Ayo!" tawar Mega berdiri mencari handuk kecil di lemari.
"Nggak ah, badan aku masih cape," tolak Ilyana mengusapkan vitamin di rambut panjang nan hitamnya. "Kamu mau sarapan apa? Jangan minta yang aneh-aneh ya? Aku belum jago masak," jujur Ilyana ditimpali kikihan kecil Mega.
Mega menghampiri dan memeluk Ilyana dari Belakang. Dia menghirup dalam aroma sampo yang Ilyana pakai, segar dan wangi.
"Aku tidak menuntut kamu pintar memasak, tapi yang aku inginkan cuma dua. Buatlah rumah selalu nyaman dan jaga harga diri keluarga. Martabat keluarga adalah cerminan dari penghuninya." Mega mencium bahu Ilyana mesra hingga darahnya berdesir lirih. "Sudah ah, aku mau olahraga." Mega melepas pelukannya.
Dalam hati Ilyana tak rela Mega melepas pelukannya. Dia masih ingin dimanja dan diperhatikan.
"Yoga sudah balik ke asrama, Hubby?" tanya Ilyana memedulikan adik semata wayang Mega.
"Sudah, kemarin malam setelah acara resepsi langsung pulang ke asrama. Maklumi saja kesibukan taruna baru, wajar kalau harus adaptasi dengan peraturan yang sangat ketat. Sudah bersyukur kemarin dia diizinkan keluar asrama mengikuti acara resepsi kita," ujar Mega melenggang ke luar kamar diikuti Ilyana.
"Jadi kalau kamu dinas, aku bakalan di rumah sendiri dong?" Ilyana menunduk sedih bibirnya mencebik.
"Memangnya kenapa? Kan setiap hari ada Bibi yang bersih-bersih rumah," sahut Mega memakai sepatu kets.
"Tapi kan sorenya pulang, Hubby. Malam aku sendiri. Tahu begitu aku tinggal di rumah Mama." Ilyana berjalan ke dapur menahan kesal.
Mega menyusul. "Apa mau cari ART?" tawarnya.
Ilyana diam, dia malah menyibukkan diri mencari bumbu untuk memasak.
"Love," seru Mega lembut berdiri di belakang Ilyana yang menungging memilih bahan masakan di kulkas. "Gimana?" sambungnya.
Ilyana menegakkan tubuhnya dan memutar, menatap Mega sendu.
"Hubby, apa nggak bisa lebih lama lagi kamu libur? Masa sih baru dua hari menikah, kamu tega meninggalkan istrimu kesepian di rumah?" protes Ilyana belum rela jika Mega meninggalkannya dinas di saat hangat-hangatnya masa pernikahan mereka.
Seulas senyum tipis tersinggung dari bibir merah Mega. Dia mendekati Ilyana dan menarik pinggangnya, memeluk dia nyaman.
"Andaikan bisa aku melakukannya, Love. Sudah pasti aku akan menemani kamu setiap saat. Tapi kamu harus membiasakan diri mandiri dan jangan terlalu tergantung padaku. Kamu harus rela membagi waktu kebersamaan kita dengan penumpangku. Walaupun kamu yang lebih banyak berkorban, tapi kamu harus percaya jika aku akan selalu kembali kepadamu ke mana pun aku pergi. Aku mencintaimu," ucap Mega mengecup bibir Ilyana singkat.
Ilyana meregangkan pelukannya, dia menengadahkan wajahnya menatap sedih Mega.
"Aku pikir setelah menikah kita akan bisa selalu bersama, setiap waktu bisa kamu temani, dan apa pun bisa kita lakukan berdua," ujar Ilyana cemberut.
"Love, pemikiran seperti itu keliru. Kamu kira setelah dua insan menikah, mereka setiap waktu bisa sayang-sayangan dan selalu bersama? Tidak, Love. Tanggung jawab seorang pria bertambah, dia harus rela meninggalkan istrinya demi mencari nafkah dan mencukupi segala keperluan rumah tangga. Meskipun di dalam hati dia menahan hasrat untuk selalu bersama pujaan hatinya." Mega menyisihkan rambut Ilyana ke belakang telinga.
Ilyana memeluk pinggang Mega, nyaman dan rasanya tidak ingin jauh darinya.
"Hubby, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalau setiap hari sendiri." Ilyana menempelkan pipinya di dada bidang Mega. "Kamu juga sudah melarangku bekerja, lalu apa yang aku lakukan kalau kamu dinas?"
"Kamu kan bisa mendirikan usaha sendiri. Tapi usaha yang ringan-ringan saja, biar kamu masih punya waktu luang buat aku. Maaf jika aku banyak menuntut, bukan maksudku egois tapi demi kenyamanan dan keutuhan rumah tangga kita," terang Mega mengecup ubun-ubun Ilyana.
"Iya, aku paham itu kok, Hubby. Aku sudah memilih kamu dan itu keputusan yang terbaik bagiku. Tapi beri aku waktu untuk menyelesaikan urusanku di kantor. Kan statusku masih karyawan di sana, aku kemarin baru ambil cuti belum pengajuan surat pengunduran diri," jelas Ilyana.
"Iya, Love. Udah ah, kalau begini terus kapan aku olahraganya? Tuh di luar sampai sudah terang." Mega melepas pelukannya.
"Nggak mau," tolak Ilyana mengeratkan pelukannya.
"Love, ayo dong. Aku mau olahraga dulu biar nggak kendor," bujuk Mega menegakkan Ilyana.
"Apanya hayo yang nggak boleh kendor?" Ilyana mengerling tersenyum penuh arti.
Mega tertawa lepas. "Otot-ototnya! Emang apanya sih? Pikiran kamu sekarang ngeres," timpal Mega menempeleng kening Ilyana pelan.
"Hidiiiiih, siapa yang ngeres? Siapa tahu semangatnya yang kendor," elak Ilyana.
"Jangan kasih kendor, nggak enak," bisik Mega lalu mengecup singkat bibir Ilyana.
Ilyana terkekeh memukul lengan kekar Mega.
"Sudah ah! Sana!" usir Ilyana malu-malu.
Pipinya memerah seperti tomat matang. Mega pun berlari ke luar diiringi senyum bahagia. Rongga dadanya dipenuhi kebahagiaan mendorong semangatnya untuk melakukan aktivitas.
***
Rintikan air hujan di luar tak menghalangi kehangatan pengantin baru. Gigil yang menusuk tulang pun tak dihiraukannya. Dia bersandar manja di dada Mega yang sedang membaca buku tebal. Sedangkan Ilyana membaca berita dari ponselnya.
"Hubby," panggil Ilyana pelan.
"Hmmm," gumam Mega menyahut sedang serius membaca.
"Pak Habibi itu bisa dikatakan pilot juga nggak sih? Kan dia bisa bikin pesawat, jadi bisa juga menjalankan pesawatnya dong?" tanya Ilyana polos.
Mega menahan tawanya, dia menutup buku dan meletakkan di atas nakas.
"Kamu lagi baca apa sih, sampai tanya begitu?" Mega melihat layar ponsel Ilyana.
Ilyana mendongakkan wajahnya dan menjawab, "Ini lagi baca tentang artikel Pak Habibi zaman dulu, insinyur pertama yang bikin pesawat untuk Indonesia."
Mega tersenyum lalu mendekap Ilyana dari belakang. Dia pun menjelaskan kekeliruan pemahaman istrinya.
"Ibarat kata digambarkan seperti sebuah film. Banyak yang tidak memerhatikan siapa sutradaranya, siapa pengarangnya, dan siapa kru pembuatan film-nya. Pasti yang paling menonjol adalah artisnya. Begitu juga Pak Habibi, beliau adalah aeronautical engineers atau insinyur pesawat terbang. Tugasnya mendesain, merekayasa, dan melakukan riset dalam rangka pembuatan pesawat terbang.
"Selama ini banyak masyarakat berpikir hanya pilot dan pramugari saja yang ada di dunia penerbangan, padahal aslinya banyak pihak-pihak penting yang sangat berpengaruh. Seperti aeronautical engineers, navigator, kru bagian darat ground handling dan mechanic, juga regulator atau pengawas penerbangan."
Memang, pada kenyataannya orang-orang seperti mereka jarang dikenal oleh publik ketimbang pilot atau pramugari. Karena pekerjaan mereka di balik layar dan tidak berhadapan langsung dengan banyak orang.
"Wow, banyak juga ya yang baru aku tahu? Terus?" lanjut Ilyana penasaran dengan tugas-tugas mereka.
"Terus kita tidur. Besok pagi kita ke rumah Mama, ngantar Tante Chusnul dan Om Firman ke bandara." Mega mengecup kening Ilyana.
"Aaaaaa... nggak mauuuuu. Aku masih penasaran," rengek Ilyana manja.
Mega menjahili istrinya, merosotkan tubuh di bawah selimut tebal dan berbaring memunggunginya. Dia tersenyum saat Ilyana memukul-mukul lengannya.
"Hubby! Jangan tidur dulu." Ilyana merajuk ingin tahu banyak hal mengenai dunia pekerjaan suaminya.
Mega tersenyum, kukuh memejamkan mata. Ilyana terus mengganggu.
"Aaaa... Hubby!" Ilyana mengguncangkan tubuhnya.
Tanpa aba-aba, Mega menarik lengan Ilyana hingga terjatuh di atasnya. Dengan cepat Mega menindih.
"Besok saja lagi, sekarang waktunya ibadah malam," ucap Mega mengerling genit.
Ilyana tersenyum malu-malu. Mega mengecup bibirnya lembut dan memagutnya mesra.
##########
Dear calon insinyur pesawat terbang.
Tuh aku kasih PR. Pecahkan dan cari sendiri apa tugas mereka. Hihihihihi
Adik-adik Kakak yang calon insinyur pesawat terbang ,tetap semangat kuliahnya. Jangan hanya menargetkan IPK tinggi tetapi tanpa skill. Di penerbangan tidak ada istilah coba-coba, istilah dipas-paskan, diakalin, dan asal-asalan. Ketika kuliah aerodinamika jangan hanya satu misi mendapat nilai A dari dosen, tetapi pelajari lebih dalam dan lihat lebih luas aerodinamika di dunia nyata. Ketika belajar propulsi jangan hanya fokus menghitung SFC tanpa pernah melihat mesin pesawat yang asli bagaimana.
Tetap turun ke lapangan belajar engine wash walaupun pekerjaan kalian nantinya bukan melakukan engine wash. Ketika belajar struktur pesawat menghitung momen gaya, menghitung finite element, jangan hanya terfokus dengan rumus finite element. Tetap keluarlah ke dunia nyata dan tetap belajar merivet walaupun pekerjaan kalian nantinya bukan merivet. Ketika, pilot, teknisi, pramugari, FOO, mengalami masalah, pasti mereka akan menjadikan insinyur penerbangan sebagai tumpuan terakhir.
Kalian insinyur pembuat pesawat ibarat sederhana membuat kue, jangan pernah sekali-kali memberikan kue yang kalian buat kepada orang lain sebelum kalian memastikan kalau kue kalian tidak berbahaya.
Jangan pernah sekali-kali memberikan pesawat kepada pilot, pramugari, FOO, dan lain-lain sebelum kalian memastikan pesawat kalian aman dan tidak berbahaya. Semangat kesayangan Kakak dan kebanggaan negere. Kapan lagi Indonesia memiliki insinyur seperti Bapak Habibi?
Jujur, saya pribadi sangat mengapresiasi mereka-mereka yang berada di posisi ini. Mereka saya letakkan diurutan pertama bukan untuk dianggap hebat dan sebagainya. Tetapi karena merekalah yang melahirkan pesawat terbang.
Angkat topi pet untuk adik-adik calon insinyur penerbangan.👮
Terima kasih untuk vote, komentar, kesetiaan, dan kesabaran kalian menunggu cerita ini. Maaf jika tidak bisa selalu memberikan yang sesuai dengan keinginan kalian. Love you all. 😘😘😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top