BUKAN YANG PERTAMA

Dear Pangeran Burung Besiku

Dari pengalaman sama-sama pernah ditinggalkan dan sama merasakan kehilangan cinta. Semua itu justru membuat kita dapat lebih mencintai dan juga menjaga pasangan. Memanfaatkan waktu bersama dan menyayangi kebersamaan dengan sebaik mungkin. Memang kamu bukanlah orang yang pertama membuatku jatuh cinta, tapi aku ingin kamu menjadi orang terakhir yang kucintai dan aku miliki seutuhnya hingga maut memisahkan.

Love you
Aruna florence Ilyana

Secarik kertas bergambar pesawat bersama bingkisan kecil dari Ilyana dipegang Mega. Senyum tersungging di bibir merahnya. Sudah satu minggu mereka tidak bertemu lantaran sama-sama sibuk. Mega pun sedang mencari waktu yang tepat untuk melamar Ilyana secara resmi datang ke rumah David.

Di kamar hotel Palembang, Mega bersandar di kepala ranjang dan menyelonjorlan kakinya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi Ilyana. Setelah beberapa menit panggilannya pun mendapat jawaban.

"Assalamualaikum," sapa suara halus dari seberang.

"Waalaikumsalam. Lagi apa?" tanya Mega lembut menahan perasaan rindu yang sudah tertimbun selama satu minggu.

"Habis makan malam, terus sekarang mau lanjut kerja buat presentasi besok," jawab Ilyana dari kamarnya.

Dia duduk di balik meja kerja yang berada di sudut kamarnya lantas menyalakan komputer.

"Jangan malam-malam bobonya," pesan Mega perhatian.

"Iya," sahut Ilyana senang karena kini dia kembali menemukan perhatian spesial yang dulu pernah dia dapat dari Aliandra.

"Oh iya, makasih ya kadonya. Aku suka jam tangannya," ucap Mega memerhatikan jam tangan analog pemberian Ilyana.

Jam tangan analog yang menunjukkan waktu menggunakan jarum dengan case berbentuk lingkaran dan dial bagian dasar permukaan jam bewarna biru serta bergambar peta dunia. Di samping hands, jarum petunjuk waktu terdapat gambar pesawat kecil seolah sedang terbang melewati suatu benua. Strap atau tali jam tangannya pun terbuat dari kanvas, bagus dan elegan.

"Iya, biar kamu selalu ingat sama aku. Setiap detik, menit, pokoknya setiap waktu," sahut Ilyana dibalas tawa lepas Mega. "Aaaaa, kok kamu malah ngetawain aku sih?" rengek Ilyana manja.

"Habis kamu lucu sih, pertama yang akan selalu aku ingat bukan kamu-lah," sangkal Mega.

"Terus!" sahut Ilyana curiga.

"Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam," jawab Mega.

"Ooooh itu? Ya kalau itu sih paling pertama."

Diam! Hening! 3 menit mereka sama-sama membisu.

"Kok diam?" ucap Mega.

"Aku lagi ngetik, sabar ya? Pekerjaan buat besok nih," jawab Ilyana sembari mengetik bahan untuk presentasinya besok pagi.

"Ya sudah kalau kamu lagi sibuk,aku tutup ya?"

"Jangan!!!" sahutnya cepat. "Kamu nggak kangen sama aku? Kita sudah satu minggu loh nggak ketemu. Masa sih kamu nggak kangen sama aku?" rajuknya tidak ingin mengakhiri obrolan dengan Mega.

"Kangen sih, tapi keadaan yang memaksaku untuk menahan rindu. Oh iya, kamu sudah bicara sama orang tuamu mengenai aku yang akan datang ke rumah melamarmu kan?" tanya Mega memastikan lebih dulu sebelum ia melanjutkan langkahnya.

"Sudah, aku sudah bilang sama Mama, Papa, kebetulan Ria dan suaminya juga di rumah. Jadi kapan kamu mau ke sini?"

"Aku baru diskusikan ini sama saudara-saudara almarhum orang tuaku. Sekalian mau meminta restu Tante Chusnul dan Om Firman."

Deg!!!

Mendengar nama orang tua Aliandra disebut tiba-tiba kenangan masa lalunya besama Aliandra terngiang di benaknya. Ketika dia tertawa bersama dan dimanjakan Aliandra menari-nari indah di atas kepalanya. Hatinya nyeri dan perasaan kalut menyelusup dan menyebar keseluruh tubuh. Ilyana terdiam dan melamun mengingat masa bahagianya dulu ketika Aliandra masih hidup.

"Ily?" Hei!!! Kok diem?" seru Mega mengejutkan dia hingga tersadar dari lamunannya. "Kenapa?" lanjutnya.

"Nggak apa-apa, aku cuma mikirin sesuatu saja. Ada yang mengganjal di hatiku," ujar Ilyana tak enak hati.

"Apa?" tanya Mega.

"Aku nggak enak sama Mama Chusnul dan Papa Firman," ucap Ilyana sedih.

"Aku sudah kabari mereka mengenai niat baik kita. Alhamdulillah respon mereka baik. Tidak ada yang keberatan malah justru Tante Chusnul senang jika aku bisa meminangmu," jelas Mega.

"Iya sudah kalau begitu. Coba besok aku telepon Mama Chusnul. Oh iya, kapan kamu pulang?"

"Insya Allah besok aku sampai Jakarta. Kita bahas besok saja kalau sudah ketemu ya? Sekarang kamu bobo," perintah Mega mengkhawatirkan kesehatan Ilyana.

"Sebentar, aku belum selesai. Nanti setelah ini aku pasti tidur."

"Ya sudah, kalau begitu aku yang istirahat dulu. Jangan lupa salat Isya." Mega tak pernah bosan mengingatkan Ilyana untuk menjalankan kewajibannya.

"Alhamdulillah, aku sudah salat Isya kok."

"Ya sudah kalau begitu. Udah ya? Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Panggilan pun berakhir. Ilyana melanjutkan pekerjaannya sedangkan Mega menarik selimut dan beristirahat.

***

Embun pagi menyejukkan jiwa, sinar mentari perlahan menyongsong menyenari dunia memberi harapan milyaran umat. Kebiasaan Mega tertular pada Ilyana, kini setiap hari dia bangun pagi-pagi buta menjalankan salat Subuh. Hidupnya pun lebih teratur.

"Pagi, Ma," sapa Ilyana menghampiri Berlin di dapur dan mencium pipinya sayang.

"Pagi, Sayang. Mau bantu Mama masak?" tawar Berlin bahagia karena sekarang dia tidak perlu mengomel menasihati Ilyana agar bangun pagi.

"Boleh, Mama masak apa?" Ilyana mengambil alih mengaduk sayur yang mendidih di atas kompor.

"Masak sayur asem sama nanti mau goreng ikan terus nyambel terasi. Papa pengin makan yang seger dan pedes," jawab Berlin sembari membumbui ikan.

Ilyana mematikan kompornya lantas mengambil mangkuk.

"Ma," seru Ilyana ragu ingin bertanya sesuatu dan ingin meminta pendapat mamanya.

"Apa?" sahut Berlin lembut.

"Menurut Mama aku perlu nggak sih memberitahukan niat baik Ali pada Mama Chusnul dan Papa Firman?"

Berlin menghentikan tangannya yang sedang membumbui ikan. Lantas dia tersenyum dan mencuci tangannya seraya berucap, "Sebaiknya kamu memberi tahu."

"Tapi Aruna nggak enak, Ma."

Berlin memasang wajan di atas kompor lalu menuangkan minyak dan menyalakan apinya. Ilyana masih menanti jawaban Berlin sembari memindahkan sayur di mangkuk.

"Bagaimana pun mereka sudah baik sama kamu dan menyayangimu seperti menantu walaupun kamu belum sempat menjadi menantu mereka," nasihat Berlin.

"Iya juga sih, Ma. Ya sudah, nanti Aruna telepon Mama Chusnul," ujar Ilyana meletakkan mangkuk sayur di meja makan. "Oh iya. Menurut Mama, Ali itu bagaimana?" sambungnya berdiri di samping Berlin menghadapnya.

Berlin terkikih geli, dia tidak langsung menjawab tapi malah memasukkan ikan ke minyak panas. Ilyana masih menanti jawaban Berlin, dia ingin mengetahui sosok Mega dari sudut pandang mamanya.

"Ah Mama kok cuma ketawa sih," rajuknya manja.

"Kamu sih aneh-aneh tanyanya. Apa kamu ragu sama dia?" tanya Berlin mengerling.

"Ragu sih nggak, Ma. Cuma sedikit tidak menyangka bakalan dapat duda," ujar Ilyana dengan wajah polos.

Berlin melepaskan tawanya sampai kepalanya mendongak ke atas dan menutup mulut.

"Kamu jangan melihat dari statusnya dong. Lihat dari sikap dan sifatnya bagaimana. Kalau menurut Mama sih sikapnya hampir sama dengan Langit. Hampir loh bukan sama," tegas Berlin. "Kalau Langit kan anaknya kalem dan misterius. Diam-diam tapi melakukan sesuatu di belakang yang membuat orang-orang di sekelilingnya terperangah dan tersanjung melihat hasilnya. Tapi kalau Ali, kalem juga hanya saja sebelum melakukan sesuatu dia berdiskusi dulu dengan orang terdekat. Itu sih penilaian Mama, beda lagi dengan sudut pandang orang lain."

"Iya sih, Ma. Kalau Ali memang begitu. Mau apa-apa selalu ada omongan. Ya sudah aku mau siap-siap dulu. Pagi ini ada rapat, aku naik ke kamar ya, Ma," pamit Ilyana memeluk dan mencium Berlin sekilas dari samping.

"Ya," sahut Berlin tersenyum bahagia melihat keceriaan putrinya kembali meskipun tidak seperti dulu sebelum ditinggalkan Aliandra.

Ilyana meninggalkan berlin. Sesampainya di kamar dia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur. 5 panggilan tak terjawab dari Mega. Lantas dia pun menelponnya.

"Assalamualaikum," sapa Mega dari seberang.

"Waalaikumsalam. Ada apa? Maaf tadi aku bantu Mama masak," tanya Ilyana menghempaskan pantatnya di tepi ranjang.

"Nggak ada apa-apa. Aku pikir belum bangun."

"Alhamdulillah sudah bangun dari Subuh tadi. Kamu jadi balik ke Jakarta kan?" tanya Ilyana sudah tak sabar ingin bertemu Mega.

"Mmm... belum tahu sih. Tapi tadi dapat informasi dadakan kayaknya ada jadwal revisi deh. Mungkin kalau nggak hari ini besok baru sampai sana. Kenapa? Kangen ya?" goda Mega jahil.

"Apaan sih? Nggak," elak Ilyana malu tersenyum tidak jelas.

"Halah! Bilang kangen aja gengsi. Aku ada sesuatu buat kamu. Tunggu saja nanti ya?" ujar Mega sengaja membuat Ilyana penasaran.

"Sesuatu apa?" desak Ilyana penasaran.

"Ada deh. Nanti juga sampai di tangan kamu. Udah ya, aku mau siap-siap dulu, masih ada waktu mau nge-gym."

"Sama siapa?" tanya Ilyana dengan nada curiga.

"Sendiri," jawab Mega sangat lembut.

"Kirain sama pramugari cantik."

"Jangan curigaan begitu, kalau beneran terjadi, nanti ngamuk? Biasanya sesuatu hal dapat terjadi berawal dari pemikiran kita sendiri loh?" Mega terkikih menggoda Ilyana.

"Nggak, aku nggak bakal marah kok. Palingan cuma aku sentil dikit hidung kamu sama jewer telinga tuh cewek," seloroh Ilyana.

"Udah ah! Jangan curigaan begitu. Aku niatnya bekerja dan Insya Allah hatiku dan imanku terjaga."

"Iya, percaya. Ya sudah hati-hati ya? Assalamualaikum."

"Iya, waalaikumsalam."

Setelah panggilan berakhir Ilyana tersenyum mengusap ponselnya seraya menggelengkan kepala.

"Kenapa kamu bisa selalu membuatku jatuh cinta setiap saat? Apakah kamu memang takdirku, Li? Jika iya, semoga Allah melancarkan niat baik kita dan segera mempercepat prosesnya," ucap Ilyana pelan memeluk ponselnya.

#########

Kangen ya? Wkwkkwkwkwk lol
Maaf ya, aku masih banyak kegiatan. Anak lagi ujian dan mau persiapan masuk SMP. 😂😂😂
Maklum, emak-emak juga butuh waktu ngurus keluarga.😄

Oh iya, yang urutan pangeran burung besinya acak tolong kalian delete dulu dari perpustakaan dan nanti simpan yang baru.

Oke, mohon sabar menunggu ya? Makasih untuk vote dan komentarnya. 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top