Chapter 2 || Arwah di dalam Boneka
Bel istirahat belum lama berbunyi, tetapi kantin sekolah sudah sangat sesak untuk ditempati. Makan siang, mengobrol, atau hanya sekedar mencari senpai tamvan dan tebar pesona pada adik kelas loli yang imut, menjadi hal yang biasa dijumpai setiap harinya.
Tempat paling penuh sejarah dan kenangan bagi sebagian murid sekolah. Dan akan semakin dirindukan ketika masa sekolah telah berakhir.
Mengabaikan tuntutan perutnya, seorang pemuda beriris emerald melangkah melewati lapangan basket setelah keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang sedikit dibasahi tampak berkilau tertimpa mentari.
Langkahnya yang cepat mendadak tersendat oleh lemparan basket yang mengenai kakinya.
"Oii, Chibi-kun! Bisa tolong kembalikan bolanya ke sini!?" teriak seorang pemain basket dari lapangan.
Ryota mendengus, mengambil bola dengan tangan kanannya. Ia berjalan mendekati si pemanggil.
"Ah, terima kasih, Chibi-kun!" ucap pemuda pirang seraya menerima bola dari Ryota. Bukannya membalas, Ryota malah melempar deathglare pada pemuda itu.
Kata 'chibi' atau embel-embel pendek lainnya merupakan hal yang tak boleh diucapkan pada Ryota. Pemuda yang hanya setinggi 145 cm ini memang terbilang pendek untuk ukuran siswa SMA sekelasnya, dan tentu bukan tandingan tinggi para anak basket di sekolahnya. Keadaan itu pun membuatnya diejek oleh siswa lain. Dan Ryota sangat benci pembullyan atas setiap kekurangan manusia.
"Ada apa, Chibi-kun?" tanya pemuda di hadapan Ryota yang merasa risih pada deathglare-nya.
Kembali tidak mengacuhkan orang itu, Ryota berjalan meninggalkannya. Dari langkah Ryota dapat dipastikan ia sedang menekuk alis sambil menggumam tak keruan.
"Maaf lama, semuanya!" Ikut mengabaikan Ryota. Pemuda bersurai pirang itu kembali pada teman-temannya di tengah lapangan.
Pemuda tinggi yang tadi berhadapan dengan Ryota bernama Sakamoto Daiki, kapten tim basket yang meraih juara umum Inter High dua tahun berturut-turut.
Hampir semua remaja putri di sekolah mengidolakannya. Wajah tampan dan postur tubuh ideal menjadi daya tarik tersendiri. Ditambah kemampuannya dalam bidang atletik dan romansa. Terlebih ketika melihat senyumnya yang melelehkan jiwa para pemudi.
Dimana lagi kau temukan pemuda se ideal ini selain di novel? :v
Berbeda dengan Ryota. Jika Daiki berprestasi di bidang ekstrakurikuler, maka Ryota sebaliknya.
Ryota cukup berbakat di bidang akademik. Ia berperan penting dalam memenangkan banyak olimpiade sekolah dan sering menduduki peringkat pertama di tiap semester. Guru-guru sangat bangga padanya. Wajar saja, seberapa hebat pun murid di bidang ekstrakulikuler, para pendidik kebanyakan akan lebih bangga pada mereka yang berbakat secara akademis. Sekiranya itulah jalannya pendidikan saat ini. Meski begitu, tujuan Ryota hanyalah untuk mendapat beasiswa yang bisa membiayai kehidupannya yang sebatang kara.
Wajah Ryota terbilang cukup manis untuk ukuran laki-laki. Karena itulah tak banyak gadis yang mendekatinya, terlepas dari seberapa populernya ia di kalangan guru-guru. Sebab mungkin nantinya malah akan jadi kisah girlxgirl.
Di kalangan remaja putri pernah beredar cerita fiksi 'horror' yang memasangkan Ryota dengan Daiki. Saat mengetahui hal itu, Ryota merasa sangat jijik dan ingin sekali membenturkan kepala orang yang membuat cerita nista tersebut.
Ketika sampai di taman belakang sekolah, Ryota segera membuka kantung plastik hitam yang dijinjingnya sedari tadi.
"Buwah! Aku sesak napas-pan!" Sebuah boneka panda mencuat dari dalam kantung.
"Kau sudah mati. Mana mungkin bisa bernapas."
"Ah, aku lupa-pan! Eheheh!"
Ryota menarik napas, meredakan kekesalan yang menggumpal di dada.
Dua orang gadis yang habis menyiram tanaman tak sengaja mendapati pemuda beriris emerald tengah mengajak bicara boneka di depannya. Mereka berbisik satu sama lain dan baru pergi ketika bertemu tatap dengan Ryota.
Lagi, Ryota menarik napas.
"Kau tidak boleh mengikutiku ke sekolah," ucapnya sedatar mungkin.
"Hee? Kenapa? Aku juga ingin berada di sekolah-pan!" Panda Mini itu merajuk. Pipinya mempout ria bersamaan tangan gempal yang dilipat.
"Tidak boleh! Ini perintahku! Kau mau kumutilasi, ya?!"
"Kenapa?! Awas saja kalau kau ingin membuangku lagi-pan! Takkan kumaafkan-pan!"
Ryota mengingat-ingat kejadian di kelasnya tadi pagi. Ia tidak sengaja mendapati 'Bola Bulu' di tasnya saat hendak mengambil earphone. Semua teman sekelasnya melihat ia memaki boneka itu dan semakin berkukuh menganggapnya tak waras.
Ia agak kesal mengingat hal itu. Terlebih pada waktu itu jam mata pelajaran guru paling killer sedang berlangsung. Beruntung Ryota satu-satunya murid yang paling disukai pengajar killer tersebut, sehingga dia tidak mendapat hukuman apapun.
"Pokoknya tidak boleh!"
"Huwee Ryo-chan kejam-pan!!!" Boneka itu semakin merajuk. Ia berguling-guling di bawah pohon, lalu tubuhnya menabrak akar besar pohon yang menjalar.
"Hufftt, aku berharap ini cepat selesai ...."
Yuki yang kemarin mengatakan akan membantu Ryota sama sekali tak merespon apapun ketika pagi tadi Ryota menghampirinya dan bertanya sesuatu. Tampang Yuki yang datar waktu itu semakin membuat Ryota penasaran dan tidak sabar menunggu bel pulang.
"Bola Bulu, kau di sini saja. Aku akan kembali ke kelas."
Kata-kata Ryota tak digubris. Si Panda Mini lanjut berguling di rumput.
Saat Ryota sudah lumayan jauh, Panda Mini baru menyadari ketertinggalannya.
"Huweee, Ryo-chan! Tunggu!"
Teriakannya sampai ke telinga Ryota.
Ryota menoleh. "Jangan ikuti aku," ucapnya seiring deathglare yang ditujukan pada Panda Mini.
Si Panda Mini sontak mengurungkan niatnya membuntuti Ryota. Bibirnya berkedut bersamaan mata yang membulat. "S-seram sekali-pan!"
🐼[P.A.N.D.A-D.O.L.L]🐼
"Payah! Aku terlambat!"
Berlari di sepanjang koridor dengan tergesa-gesa. Ryota terlambat sekitar setengah jam dari janji pertemuan. Ia hari ini mendapat jadwal piket dadakan yang dihadiahkan oleh ketua kelas, karena itu terlambat. Padahal Ryota adalah orang yang on time.
Menunggu dan ditunggu adalah hal yang sama-sama menyebalkan. Jadi dia lebih memilih tepat waktu.
"Yuki, maaf aku terlambat."
Napas Ryota tersengal-sengal ketika sampai di taman belakang sekolah. Ia memegangi lututnya setengah rukuk untuk mengambil istirahat singkat.
"Kau terlambat, Ryo-chan!"
Yang menyahut bukanlah suara lembut Yuki, melainkan makhluk berbulu lembut di dekapan gadis itu. Makhluk yang sejak kemarin mengganggu kedamaian hidup Ryota. Bola Berbulu itu menyeringai jahil.
Mengabaikan Panda Mini itu, Ryota memilih bersandar ke batang pohon besar di dekatnya.
"Jadi, apa tujuanmu membawaku kemari?" Menyilangkan tangan di dada, Ryota menuntut alasan Yuki. Napasnya sudah teratur sekarang.
"Tunggu sebentar lagi-"
"Yuki-chan! Maaf aku terlambat!" Tiba-tiba pmuda pirang muncul, melambai sambil berusaha meghampiri Yuki yang memasang ekspresi datar padanya.
Pemuda pirang beriris cokelat tersebut memandang sejenak pada Ryota. Yang dipandang terkejut dan balik memandangnya.
"Chibi-kun!/Daiki!" pekik mereka nyaris bersamaan.
"Kenapa kau di sini, Chibi-kun!?" Daiki memandang sinis pada Ryota.
Membuang napas kasar, Ryota berujar. "Harusnya aku yang bilang begitu."
"Yuki-chan, apa maksudnya ini? Kau mau mengencani dua pria sekaligus? Eh, tunggu! Kalo aku itu wajar. Tapi kau serius mau mengencani pria pendek itu?!"
Daiki menunjuk-nunjuk Ryota yang agaknya hampir mendekati puncak kekesalan. Yuki hanya memandang datar pada kedua pemuda beriris kontras tersebut.
"Daiki, aku tak pernah bilang bahwa ini kencan. Bukankah kemarin aku sudah menceritakan padamu tentang arwah yang terperangkap di dalam boneka?" ujar Yuki masih dengan mimik 'tripleknya', meski begitu berhasil mencuri atensi kedua pria di dekatnya.
"Apa maksudmu, Yuki?" Ryota bertanya dengan polosnya.
"Sejak dulu, Daiki sangat menggemari dunia paranormal. Kurasa dia dapat membantumu, Ryota." Yuki menjelaskan dengan singkat.
"Akhh!!! Yuki-chan! Kumohon jangan berkata begitu! Bagaimana jika fans-ku mendengarnya?! Ketamvananku bisa memudar di hadapan mereka, ya ampun!" Daiki histeris pilu. Untuk seorang artis sekolah, hobi yang abnormal bisa menjatuhkan popularitasnya.
Ryota terkekeh. "Jadi maksudmu, Titan ini adalah maniak hal gaib? Pfftt, jangan bercanda, Yuki." Ia menunjuk-nunjuk Daiki seperti yang sebelumnya pemuda pirang itu lakukan padanya. Balas dendam itu menyenangkan, bukan?
"Diam kau, Pria Kecil!"
Panda Mini menatap heran tingkah mereka dengan ekspresi tak menentu. Kepalanya bolak-balik dari wajah Ryota ke Daiki.
"Ryota, tujuan kita bukan ini." Yuki mengingatkan Ryota pada inti dari pertemuan mereka.
"Ah, kau benar, Yuki."
"Tujuan apa?" Daiki yang tak mengerti tampak kebingungan.
"Kita harus membicarakan ini di rumahmu, Ryota."
"Eh!? Tapi, Yuk-"
Belum sempat menyelesaikan ucapan, Yuki sudah melesat meninggalkannya bersama boneka panda di dekapan. Mau tak mau Ryota, tak lupa juga Daiki mengekori.
🐼[P.A.N.D.A-D.O.L.L]🐼
"Hmm, begitu, ya." Daiki manggut-manggut usai mendengar penuturan lengkap Ryota mengenai arwah yang merasuki sebuah boneka panda di pangkuan Yuki.
"Bagaimana menurutmu, Daiki?"
Daiki diam sejenak. "Yosh! Kita akan mengadakan ritual pengusiran arwah! Chibi-kun! Cepat siapkan garam dan bawang!"
Ryota mau tak mau menuruti perintah pemuda setinggi 195 cm itu, Yuki juga ikut membantunya. Tak butuh waktu lama hingga bahan-bahan terkumpul.
"Apa yang akan kau lakukan dengan bumbu masakku?" Ryota sedikit heran akan kegunaan bawang putih dalam ritual aneh itu.
"Tenang saja. Aku pasti akan mengembalikan roh ini ke alamnya. Ya kan, Panda-chan?" Daiki mengelus-elus tubuh Si Panda Mini, makhluk berbulu itu agak jijik dan risih mendapatinya.
Daiki memasukkan boneka panda itu ke dalam seember air garam yang dipinggirnya ditaruh bawang putih. Ia lalu merapalkan kalimat-kalimat aneh dari mulutnya.
Sesaat kemudian panda itu menjerit dan tubuhnya bergelut tak keruan menahan perih.
"Akhhh!!! Ryo-chan tolong aku!!! Ini sakit sekali-pan!!! Akhhh!!!"
Pekikan pilu itu sudah pasti hanya dapat didengar oleh Ryota. Yuki dan Daiki hanya dapat melihat gerakan kesakitan dari Panda Mini di depan mereka.
Semakin lama pekikan itu semakin keras, namun arwah di dalam boneka itu sama sekali tidak lenyap. Ryota masih harus menahan telinganya mendengar rintih perih makhluk itu.
"Ryo-chan!!!"
Ryota menutup telinga dan matanya.
"Ryo-chan!!! Sakit sekali-pan!!!"
Rintih histeris kesakitan itu masih dapat tertangkap telinganya.
"RYO-CHAN!!!"
"Sudah cukup, Daiki!"
Dengan sekali tarik, pemuda beriris sehijau emerald itu mengeluarkan Panda Mini dari dalam ember.
"Apa yang kau lakukan, Chibi-kun?!"
"Ryota!"
Kedua temannya itu menuntut penjelasan tindakan Ryota.
"Kurasa ini tidak akan berhasil. Kita harus mencoba cara lain."
Daiki dan Yuki menimbang untuk mengikuti anjuran Ryota. Sejak tadi mereka juga agak kasihan melihat gerak kesakitan Si Panda Mini.
"Huwwaaa!!! Kau baik sekali-pan!!!"
"Berisik. Telingaku tak cukup kuat menerima ultrasonikmu itu," bisik Ryota pada Si Boneka. Jujur saja, dia masih takut dianggap gila jika terlihat bermonolog.
Ryota menghanduki dan mengajaknya duduk di dekat meja ruang tamu. Yuki dan Daiki sudah lebih dulu berada di sana.
"Jika ritual pengusiran tidak berhasil. Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?" Daiki sibuk melontarkan argumen yang sama sekali tidak ditanggapi kedua temannya.
"..."
"..."
"..."
Mereka cukup lama diam dalam pikiran masing-masing sampai Yuki akhirnya angkat bicara. "Aku pernah baca di buku, kalau arwah tidak bisa mencapai surga jika keinginannya sewaktu hidup ada yang belum terpenuhi."
"Ah, aku juga pernah membaca yang seperti itu." Daiki menyahut lantang. "Bagaimana mungkin aku bisa lupa!"
"Tapi apa keinginannya yang belum terpenuhi?" Ryota menoleh pada Panda Mini di pangkuannya diikuti kedua temannya.
"Kenapa tidak kita tanyakan langsung padanya?"
"Kau benar, Yuki!" Daiki mengiyakan ucapan Yuki. "Tapi, bagaimana kita mengetahuinya kalau kita saja tidak tahu apa yang ia katakan."
Yuki seketika menoleh pada Ryota.
Yang ditatap menghela napas pasrah.
Merasa paham isyarat non verbal gadis bersurai biru gelap tersebut, ia segera mendudukkan panda itu ke atas meja. Kemudian menggigit jempolnya hingga berdarah. Dari kolong ia mendapati kertas dan sebuah kuas kecil dengan ujung yang rapat.
"Bola Bulu, mereka ingin berbicara denganmu. Ini! Tulislah di atas kertas." Ryota menyerahkan kertas dan kuas yang ujungnya telah dibercaki darahnya.
Boneka panda itu berkaca-kaca. Sesaat kemudian tampak antusias.
"Eehh! Kau bisa bicara dengannya, Chibi-kun?! Aku iri sekali!" Daiki menatap tak senang pada Ryota yang dibalas pengabaian darinya.
"Jadi, adakah keinginanmu sewaktu hidup yang belum terpenuhi?" Yuki mengajak bicara si panda.
Panda Mini itu berpikir sejenak. Wajahnya terlihat kebingungan, tapi sesaat kemudian ia dengan cepat menuliskannya.
'Aku tidak tahu-pan.'
Yuki dan yang lain agak kecewa mendapati respon pertama yang ditulis panda replika itu.
"Keinginan apapun. Apa kau tidak punya?"
'Tidak tahu. Sepertinya aku tidak punya-pan!'
"Adakah seseorang yang kau sukai dan ingin ditemui sebelum kau mati? Atau mungkin kau salah satu fansku!"
'Entahlah. Aku tak ingat-pan. Tapi kurasa aku bukan fans-mu, baka!'
"Apa kau punya cita-cita yang belun tercapai? Menjadi psikolog misalnya?" Ryota ikut bertanya.
'Satu-satunya cita-citaku adalah menjadi gadis baik-pan. Dan sepertinya itu sudah tercapai-pan!'
Mereka bertiga langsung sweatdrop.
Ini agak sulit. Daritadi jawabannya tak ada yang memuaskan satu pun bagi mereka bertiga.
"Apa kau punya penyesalan sewaktu hidup? Mungkin kami bisa membantumu." Yuki masih belum menyerah.
Panda itu menimbang sejenak seraya mengetukkan batang kuas ke dagu berbulunya.
'Kurasa tidak ada-pan.'
Mereka bertiga putus asa. Ini benar-benar tidak ada gunanya.
'Tapi ... Dulu aku ingin sekali ke kebun binatang, taman hiburan, dan beberapa tempat lain. Meski begitu, sampai sekarang belum satu pun ku kunjungi-pan. Aku juga masih menantikan kelanjutan anime yang dulu pernah kutonton-pan!'
Ekspresi putus asa kini berganti rona harapan ketika membaca kalimat yang baru saja usai ditulis.
"Ini mudah sekali! Aku dan Yuki akan membantumu! Dan tentu saja Chibi-kun juga!"
"Berhentilah memanggilku chibi!"
Ryota melirik Panda di depannya. Mata makhluk berbulu itu berkaca-kaca, sumringah.
'Aku harap ini cepat selesai,' batin Ryota memelas. Ia memejamkan mata lalu menengadah ke atap.
"Huwaaa kalian orang baik-pan! Aku senang sekali-pan!" Panda itu histeris kesenangan. Ia melompat dengan riangnya.
"Ah, iya." Sesaat Panda itu kembali menulis kalimat.
'Terima kasih-pan!' Itu yang tertulis di kertas.
"Sama-sama! Kau imut sekali! Ukkh aku ingin memelukmu!" Daiki tampaknya sangat gemas dengan boneka itu. Terbukuti ia memeluknya sangat kencang. Panda replika itu langsung berontak sekuat tenaga hingga terlontar ke muka Ryota.
"Oh, iya. Siapa namanu?" ujar Yuki tiba-tiba yang ditanggapi kebingungan oleh Si Panda.
"Tidak tahu-pan!"
"Dia bilang tidak tahu." Ryota mencoba meneruskan ucapan si panda pada kedua temannya. Wajahnya masih kesal karena lontaran badan berbulu Si Panda. "Panggil Bola Bulu Pengganggu saja sudah cukup." Ia menyeringai.
"Heeeh?! Kau tidak punya nama? Kasihan sekali! Bagaimana kalau kita namai dia Maddog Sumantonus?!" ujar Daiki dengan tampang watados.
"Darimana kau dapat nama aneh itu?" Ryota menanggapi heran usulan Daiki.
"Dari game keluaran Wkwk Land!"
Seketika Ryota sweatdrop mendengar jawaban Daiki.
"Bagaimana kalau Panpan? Kulihat kau suka sekali menggunakan logat berakhiran -pan. Kurasa ini cocok untukmu." Usul Yuki ditanggapi antusias oleh Panda Mini.
"Panpan! Panpan! Panpan!" Panda itu melompat sembari menepuk-nepuk tangannya.
"Dia suka dengan nama itu." Ryota memutar bola mata, sebenarnya tak berminat menerjemahkan tingkah Si Panda.
"Baiklah! Panpan! Besok kita akan menemanimu mengunjungi tempat yang kau inginkan! Jangan lupa bangun pagi, ya! Uwaahh ini menarik sekali!" Ujaran Daiki ditanggapi pose 'oke' oleh Panda Mini.
"Kau juga harus bangun pagi, Ryota. Sekalipun besok akhir pekan." Yuki tak lupa mengingatkan Ryota yang kerapkali bangun siang di akhir pekan sewaktu ia mengirimkan kue padanya.
"Hn. Aku akan bangun pagi."
Daiki merenggangkan tubuhnya. Beberapa tulangnya terdengar bergemeletuk. "Hooaam!! Sepertinya aku harus beristirahat malam ini. Fansku tadi sangat liar, mereka mengejarku tanpa henti. Hoi, Chibi-kun! Aku pulang dulu! Jangan rindukan aku!"
"Memang itu yang aku harapkan, Titan. Cepatlah pergi." Ryota mengumpati Daiki dengan tatapan kesalnya.
Yuki bangkit dan mengambil tasnya. "Aku juga harus pulang. Sampai jumpa besok, Ryota."
Ryota menutup pintu yang baru saja dilewati kedua temannya. Tanpa melambai dan mengucap sampai jumpa. Ia beranjak menuju kamar mandi. Mengabaikan Panda gila yang tengah menari-nari riang di atas meja.
🐼[P.A.N.D.A-D.O.L.L]🐼
Pemuda bersurai hitam itu hampir terjun ke alam mimpi saat tiba-tiba sesuatu bergerak-gerak di dadanya. Menimbulkan rasa geli tersendiri.
Sesaat sebelum ia menyingkap selimut, sebuah kepala panda mencuat dari sana. Menampilkan puppy eyes tepat di depan wajahnya.
"Apa yang kau lakukan, Bola Bulu? Kau mengejutkanku!"
"Ryo-chan, aku mimpi buruk-pan!" Boneka panda yang kini bernama Panpan itu berucap dengan nada manja ala anak TK.
"Kau itu arwah. Mana bisa bermimpi!"
"Nah, itu dia mimpi buruknya-pan! Izinkan aku tidur bersamamu-pan" ujarnya masih dengan nada manja agak ketakutan.
Ryota menghela napas. Ia menyingkap selimutnya, lalu memindahkan Panpan-yang seenak jidat duduk di dadanya-ke sisi lain tempat tidur.
"Terserah kau saja. Tapi jangan menyentuhku, Bola Bulu. Rambut halusmu membuatku sedikit geli."
Pemuda itu kembali tidur.
"Hwoh! Terima kasih, Ryo-chan!"
Panpan cukup lama terdiam di gelapnya kamar usai Ryota kembali menyelami alam mimpi.
"Aku selalu-"
"Akwu bwenvnci bwonekwa (Aku benci boneka) ...."
Mendengar Ryota mengigau begitu, Panpan terkekeh geli. Sesaat kemudian membuang napas panjang (meskipun dia sudah tak perlu lagi bernapas).
"Mimpi indah, Ryota." Sambil berkata begitu, Panpan menatap nanar sosok pemuda bersurai hitam di sebelahnya yang terlihat semakin manis saat terpejam.
Ada hal yang terlintas di benak boneka lucu itu.
Sejenak singgah. Kemudian pergi.
#To be Continued#
14/07/2017
Revisi : 27 April 2018
=================================
Author Note :
Pengen update cepat cuman gada kuota... Hadeuh nasib pelajar kere yang banyak liburnya... 😥😅
Baiklah, nantikan kelanjutannya...
ヽ(。ゝω・。)ノ
Sincerely,
De Queen Rumi
RaDel28
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top