Chapter 1 || Boneka itu Bicara?

Di dalam kamar bernuansa baby green, seorang pemuda tengah asyik menyelami alam mimpi, mengabaikan seruan kicauan burung bersahutan dari balik tirai jendela.

"Bangun, Ryo-chan! Ini sudah pagi-pan."

Suara asing menggelitik pendengaran si pemuda. Samar-samar ia merasakan sentuhan lembut di lengannya.

Lembut dan hangat. Seperti....

Bulu!

"S–siapa yang bicara?!" Ryota bangkit secepat mungkin dari posisi tidurnya. Matanya menelusur setiap sudut ruangan dengan jeli. Namun, tak ada seorang pun di sana. Lantas siapa yang berbicara barusan?

"Pagi, Ryo-chan!"

Sebuah boneka panda duduk di atas kasur dengan senyuman imut yang baginya tampak menjengkelkan. Tangan boneka itu melambai ke arahnya.

'Boneka itu bicara?!'

"Ya ampun, Aku pasti masih bermimpi."

Bersikap acuh, Ryota kembali bergelung dalam selimut.

"Apa yang kau lakukan? Ini sudah pagi-pan. Saatnya sekolah-pan!"

Boneka itu masih saja bicara dengan logat kekanakan. Tangannya kembali melambai pada Ryota.

Pemuda beriris emerald itu duduk, mengerjapkan mata beberap kali, mencubiti pipi, dan menampar dirinya setidaknya 2-3 kali.

"Tidak salah lagi ini bukan mimpi!"

"Kau memang sedang tidak bermimpi-pan!" Lagi, boneka panda berbicara dengan logat berakhiran 'pan'.

"Apa barusan kau berbicara padaku?" Ryota menatap lekat objek di hadapannya.

"Tentu saja-pan!" Kedua tangan boneka itu bergerak ke atas bersamaan, persis seperti ekspresi bahagia anak TK yang baru saja dibelikan sepatu yang bisa menyala.

Ryota menarik napas panjang. "Kau ini apa?! Dan kenapa bisa ada di sini?! Oh, ya, apa-apaan logat anehmu itu?!" ucapnya mulai panik.

"Aku boneka panda-pan! Aku ditakdirkn untuk menjagamu-pan!" ucap boneka aneh itu dengan riangnya.

'Ini mimpi! Aku yakin aku sedang bermimpi! Tapi bisa saja ini wujud stresku yang selama in terpendam,' batin Ryota meyakinkan.

"Baiklah kalau begitu." Ryota beranjak dari tempat tidur. Menarik kaki boneka panda yang sedari tadi santai sekali duduk di atas tubuhnya.

"KAU MAU APA-PAN!?" Boneka panda itu berontak. Tubuhnya yang terbalik membuatnya susah untuk bergerak.

"Membuangmu ke tempat sampah," jawab pemuda bernama Ryota itu dengan datarnya.

"Itu tidak sopan-pan! Aku ini seorang gadis-pan! Hei lepaskan Aku!!!"

Ryota membuka tong sampah di luar kamarnya. Memasukkan boneka panda berbicara itu ke dalamnya. Mengabaikan pekikan marah dari makhluk aneh tersebut.

Begitu kembali ke kamar, Ryota menyadari dirinya hampir terlambat ke sekolah. Dengan sigap ia mengambil handuk dan lekas membasuh diri.

                            
🐼[P.A.N.D.A-D.O.L.L]🐼
   

Awal yang melelahkan bagi Ryota. Makhluk aneh tiba-tiba saja muncul dan sedikit mengacaukan ritual paginya.

Ryota memandang langit biru di kejauhan dari balik jendela kelas. Tempat duduknya yang berada di pojok sangat strategis untuk melakukan hal seperti ini. Memandang langit kadang dapat membantu pemulihan moodnya. Yah, mungkin sebab efek warna biru yang dipancarkan lazuardi memunculkan sensasi ketenangan.

"Anoo, Ryota-san!"

Pemuda yang dipanggil menoleh. Panggilan itu berasal dari gadis bersurai merah di samping mejanya. Gadis itu menutupi wajahnya dengan buku dipelukan. Kentara sekali ekspresi malu-malu kambingnya.

"Ada apa, Mayu?" Ryota menoleh, meyahuti dengan tatapan datar dan senyum seikhlasnya. Sudah jelas dia merasa terganggu. Siapapun pasti tidak suka 'ritual' menenangkan dirinya diusik.

Gadis yang dipanggil Mayu itu tampak grogi. "B–bolehkah Aku meminjam catatan Bahasa Inggrismu? A--aku lupa menyalin kemarin." Masih malu-malu, Mayu semakin menenggelamkan wajahnya di balik buku. Kini pipinya semerah tomat.

"Hn. Tentu."

Terkadang Ryota merasa aneh. Tulisannya tidak indah untuk dipandang mata, tetapi ada saja gadis yang memintanya dipinjami catatan. Sudah pasti gadis-gadis itu menyimpan niat terselubung ...

... Menyontek misalnya.

Ryota segera membuka resleting tasnya di pangkuan, lalu merogoh bagian dalam tanpa melihat. Ryota penasaran untuk menyelidiki isi tasnya lebih dalam saat telapak tangannya baru saja menyentuh sesuatu yang aneh. Dengan cepat dia menyibak tas itu seluruhnya.

"Halo, Ryo—"

"UWWAHHH!!!"

Hampir saja dia terjengkang dari kursinya ketika mendapati sebuah boneka panda berbicara muncul dari balik tas.

"A–ada apa, Ryota-san?! Heh? Kenapa kau membawa boneka ke sekolah? Apa untuk pacarmu?" Mayu yang masih berada di samping Ryota menanggapi malu-malu keterkejutan tak berdasar—menurut Mayu—Ryota.

Penghuni kelas itu kini teralihkan pada pemuda bersurai hitam yang menatap horror boneka panda di genggamannya. Merasa tak biasa pada sikap teman sekelas mereka yang sedikit berbeda dari biasanya.

Mengabaikan pandangan teman-temannya, Ryota berlari keluar kelas sambil menjinjing boneka panda aneh itu dengan posisi terbalik, persis seperti yang ia lakukan tadi pagi.

Para siswa kembali pada kesibukannya masing-maaing. Ada juga yang membicarakan, kasihan, bahkan risih.

Seorang gadis berambut biru pendek berkacamata di bangku belakang menatap datar jejak kepergian pemuda barusan. Datar sekali, tanpa ekspresi. Atau bisa dibilang begitulah cara dia mengekspresikan diri.

Setelah berlarian melewati koridor dan pastinya tanpa sengaja menabrak orang lain, Ryota mengasingkan diri di taman belakang sekolah yang sepi dan jarang didatangi orang.

Kini Ryota menatap lekat makhluk hitam putih berbulu yang kini bersandar di batang pohon. Sejak tadi makhluk itu terus mengoceh, namun tak digubris oleh Ryota.

"Katakan kalau kau tidak nyata." Ryota akhirnya berujar. Tatapannya menajam. Tangannya dilipat untuk memperjelas proses intimidasi.

"Aku ini nyata-pan! Buktinya kau bisa menyentuhku-pan! Hora!" Boneka panda itu meraih telapak tangan Ryota yang langsung ditepis oleh si empunya. Ia membuat pose bibir dimajukan sebagai ekspresi sebal.

"Tidak mungkin! Kau ini hanya wujud dari stresku! Tidak lebih." Tatapan Ryota semakin menajam nampaknya.

"Uukhh, kau ini keras kepala sekali-pan!" Panda Mini itu mempout ria. Ekspresinya sangat lucu kali ini. Pandangan Ryota sedikit melunak.

"Yahh apa boleh buat. Akan kukatakan yang sebenarnya-pan." Panda mini itu beranjak dari posisi duduknya. Beralih mendekati pangkuan Ryota.

"AKU INI ARWAH YANG BERGENTAYANGAN-PAN! AKU TIDAK BISA KEMBALI KE ALAMKU-PAN! TOLONGLAH AKU-PAN! AKU AKAN MEMBAYARMU DENGAN KEIMUTANKU-PAN!" Dia histeris memeluk Ryota. Menampilkan raut sesedih mungkin.

Ryota tak berbicara apapun, hanya mengambil napas panjang kemudian berlalu memasuki gedung.

"Sikapmu sekarang bahkan lebih buruk dibanding tadi pagi-pan! Setidaknya katakanlah sesuatu-pan!" Masih dengan ekspresi sedih, panda itu memekik terhadap Ryota.

"Selepas pulang sekolah aku harus banyak istirahat. Sepertinya aku satu tahap mendekati gila." Ryota bergumam pada diri sendiri. Melangkah santai kembali ke kelasnya tanpa memedulikan boneka panda yang barusan berteriak memanggil namanya.

"Dia sudah melebihi batas kejam. Aku harus melakukan sesuatu-pan." Kali ini Panda Mini yang bergumam sendiri di bawah pohon.

                             

🐼[P.A.N.D.A-D.O.L.L]🐼

Jika benar-benar melewati segala kegiatan sekolah dengan serius, mungkin kau akan merasa sekolah berlalu begitu saja dengan cepatnya.

Hasegawa Ryota kini telah sampai di depan rumahnya. Membuka pintu dan memberi salam seperti biasa, meski dapat ia pastikan tak ada seorang pun yang akan menyahut.

"Selamat datang kembali, Ryo-chan!"

"..."

Untuk sesaat Ryota tertegun di depan pintu masuk. Ekspektasi awalnya yang seperti biasa luntur. Ia menatap horor pada sosok 'setan mini' yang barusan menyambutnya.

"Kenapa kau ada di sini, Bola Bulu!?" Kekesalan itu akhirnya terucap.

"Mungkin kita ditakdirkan bersama-pan!" jawab objek yang dipanggilnya 'Bola Bulu'.

"Terserah. Aku akan membuangmu lagi ke tong sampah." Ryota berujar pasrah.

Ryota menjinjing kaki boneka panda yang tak hentinya memberontak. Ia kembali membuangnya ke tong sampah seperti yang sudah-sudah tanpa rasa bersalah.

Selepas menutupnya, Ryota beranjak kembali ke dalam rumah seraya menepiskan tangannya. Sedikit seringai puas terukir di wajahnya. Tak secuil pun ia menggubris teriakan dari dalam tong sampah di belakang.

Butuh waktu kira-kira setengah jam untuk mandi dan berpakaian. Ryota lalu menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Wajar saja, kedua orang tuanya sudah meninggal dan kini ia sebatang kara. Mau tak mau harus mandiri di segala bidang.

"Hola Ryo-chan!"

Ctakk...

Persimpangan siku-siku seperti yang ada di anime dan manga kini seolah tercetak di dahi Ryota.

Boneka panda itu datang kembali. Mengusik harinya dengan senyuman imut yang menjijikkan bagi Ryota.

"M–mau apa kau-pan!?"

Panda mini itu agak histeris ketika Ryota menyambar kakinya tiba-tiba.

"Melenyapkanmu tentu saja!"

Ryota dengan asal melemparkan boneka itu keluar pintu rumahnya, tak memedulikan ocehan si boneka.

Mengambil posisi yang enak, Ryota membaca buku di kamarnya. Merasa sudah tak selera lagi untuk makan. 

Dari posisi tengkurap ke telentang. Ia membaca sambil tiduran, padahal dia sudah tau kalau itu tidak baik.

Ketika menghadap miring, bukunya disingkap oleh ...

"Hola, Ryo-chan!"

"Kau lagi, Bola Bulu!?"

Makhluk yang dipanggil bola bulu itu berhasil kembali. Ia tak hentinya mengagetkan Ryota.

Ryota tak mau kalah keras kepalanya. Ia kembali membuang boneka panda itu.

Melemparkannya lewat jendela, membuangnya ke toilet, menaruhnya di tong yang kemudian menggelinding entah ke mana. Namun, tak ada satupun yang membuat makhluk itu jera. Lagi dan lagi ia berhasil kembali. Entah menggunakan sihir apa.

"Hosh ... Hosh ... Apa maumu, hah, Bola Bulu!?"  Pemuda itu tampak semakin stress. Tampangnya sekarang lebih mirip atlet basket yang berada di menit terakhir pertandingan.

Lelah.

"Aku tidak bisa mencapai alamku-pan! Kau harus membantuku-pan!"

"Cari saja orang lain! Jangan menggangguku!"

"Tapi—"

Kring kring....

Seseorang datang bertamu. Mengabaikan panda menyebalkan itu, Ryota segera beralih membukakan pintu untuk tamunya.

Dari balik pintu yang sudah dibuka tertampil gadis berambut biru sebahu berkacamata berdiri membawa kotak kue.

"Yuki? Ada apa?"

"Ini buatan Ibuku. Ia memberikannya untukmu. Makanlah." Gadis yang beberapa senti lebih tinggi dari Ryota itu menyerahkan bawaannya yang berisi cupcake rasa campuran dan es krim pada si empunya rumah. Ekpresi gadis itu datar dan bicaranya lembut memelan, namun terdengar dewasa—tidak loli. :v

"Terima kasih, Yuki."

Mereka berdua adalah tetangga dekat sekaligus teman sekelas. Yuki setiap hari memberikan makanan buatannya pada Ryota. Tetapi ia selalu mengatakan kalau itu buatan ibunya.

Gadis pemalu yang sikap pemalunya tak pernah disadari oleh Ryota. Mau bagaimana lagi, ekspresinya terlalu datar. Bahkan tak ada yang bisa membedakan tawa dan senyumnya, keduanya sama.

"Eh ...." Gadis megane itu beralih pada belakang Ryota. Sebuah boneka panda hitam putih bergerak-gerak di sana. "Apa itu robot?" Nada bicaranya tetap datar meski menyimpan penasaran.

"B–bukan. Dia... Ah, yang penting terima kasih. Aku akan memakan ini!"

Ryota menutup pintu agak kencang. Yuki yang berdiri tepat di depan pintu tidak tersentak sama sekali. Kini di pipinya ada semburat merah yang tipis. Mungkin tak akan ada yang menyadari, sebab itu terlalu tipis.

Yuki yang masih belum beranjak tiba-tiba agak khawatir dengan kegaduhan di dalam sana. Suara benda pecah dan dibanting kentara sekali terdengar.

Membuang semua rasa malunya, Yuki akhirnya memberanikan diri memutar knop pintu, sayangnya sebelum itu ia lakukan, pintu sudah dibuka dengan cepat.

Sebuah boneka panda bergerak menyambutnya, pipinya kembali merona.

Panda mini itu melambaikan tangan kanannya yang berbulu. Yuki meyakini itu artinya 'hai'. Imut sekali.

"K–kau belum pulang, Yuki?"

Itu suara Ryota. Dia menelungkup di lantai.

"Ryota, kau tidak apa-apa?" Yuki yang sudah menerobos ke dalam, menarik tangan Ryota. Membantunya berdiri.

"Aku tidak apa-apa."

"Lain kali kau tidak akan apa-apa lagi jika mencoba membuangku kembali!" Si Panda Mini mempout ria, berbicara lantang pada Ryota dengan tangan gempal dilipat di dada. Ryota hanya bisa mendengus kesal.

"Apa yang terjadi padamu? Dan ada apa dengan boneka itu? Robotkah?" Ekspresi Yuki terlalu santai untuk disebut khawatir.

Ryota menatap lekat mata Yuki. Yang ditatap balik menatap. Kemudian mereka saling bertatap. Setelah ini akan ada adegan romansa di mana si pria menembak wanita pujaannya. Menikah. Dan hidup bahagia selama-lamanya.

Setidaknya begitulah yang akan terjadi di beberapa roman picisan yang diadaptasi oleh beberapa negara. -___-

"Jika aku menceritakannya padamu berjanjilah untuk tidak mengatakannya pada siapapun atau mencoba mengataiku tidak waras."

Yuki menimbang sejenak. "Hn." Ia mengiyakan dengan frekuensi audiosonik yang masih bisa didengar.

"Tapi akan lebih baik jika Bola Berbulu ini yang langsung menceritakannya." Pemuda beriris emerald itu menarik paksa boneka panda yang sedari tadi berada di dekatnya. Ia mendekatkan makhluk itu ke wajah Yuki.

"Apa maumu, Ryo-chan Baka! Lepaskan-pan!"

Wajah Yuki memerah tipis. Sesaat kemudian menghilang.

"Katakan pada Yuki alasanmu menggangguku!" Ryota memaksa, ia mengeratkan cengkeramannya pada leher si Panda Mini.

"Akhhh!!! Iya iya iya! Akan kukatakan! Berhenti mencekikku. Aku akan mati-pan!"

"Kau kan sudah mati, payah!"

Yuki menatap datar kelakuan pemuda di hadapannya. Menurutnya tingkah Ryota sangat mengkhawatirkan, ia menimbang untuk mengantarkannya ke rumah sehat jiwa terdekat.

"Holla! Ettoo... Namamu Yuki, kan? Aku—"

"Tidak usah berbelit! Langsung pada intinya!" Ryota memekik kesal, si panda hanya mempout ria. Mengembungkan pipinya yang sudah tembem.

"Maaf, Ryota. Kau sedang bicara dengan siapa?"

"..."

"..."

Hening sejenak.

Untuk beberapa detik masih hening.

Yah, masih—

"Eh?! Kau tidak mendengar apa yang dikatakan bola berbulu ini?!"

Yuki menggeleng.

"Kau sepertinya kelelahan, Ryota. Jangan memaksakan diri untuk terus belajar. Kau harus istirahat, dan akan lebih baik jika di rumah Sehat Djiwa saja."

Jleb...

Seperti ada jarum akupuntur melesat ke dada Ryota. Ia merasa kasihan pada dirinya sendiri.

"Kau serius tidak mendengarnya?!"

Yuki kembali menggeleng.

"Jangan bercanda. Aku yakin aku tidak gila, Yuki."

'Setidaknya untuk sekarang,' batin Ryota.

"Aku hanya melihat gerakan anehnya, kurasa ini robot yang hebat." Sambil berucap datar begitu, Yuki mengelus tubuh si boneka.

Boneka panda itu terkekeh jahil ke arah Ryota. "Jadi aku sudah ditakdirkan untuk diasuh olehmu-pan!"

"Apa?! Tidak! Tidak!"

Ryota menarik tangan Yuki. Menyuruhnya duduk di ruang tamu rumahnya. Menyingkirkan beberapa benda berserakan di atas meja.

Ia mengambil kertas dan bolpoin terdekat yang berada di ruangan itu.

"Bola Bulu, cepat tuliskan urusanmu di kertas ini! Cepat!" Ryota menyodorkan benda yang tadi diambilnya pada Bola Bulu.

"Ini pemaksaan-pan!"

"Cepat." Kali ini Ryota melempar deathglare padanya.

"Ukhh ... Baiklah-pan!" Bola bulu itu menaruh tangannya di atas kertas. Mencoba menuliskan sesuatu, namun...

"Aku tidak bisa-pan! Tiba-tiba tanganku kaku-pan!"

"Dasar kau ini!" Ryota menerjang panda itu. Tanpa sengaja pipinya berdarah karena tertusuk ujung bolpoin lancip di genggaman si boneka.

Ia meringis menahan perih.

Yuki menghampirinya. "Kau berdarah. Akan kuambilkan obat."

"Huwaa maafkan aku, Ryo-chan! Aku tak sengaja-pan! Ini semua gara-gara kau, pulpen nakal!"

Si Panda Mini mencoret-coret asal bolpoin bercak darah pada kertas di meja. Pertanda marah dan menyesal.

"Bola Bulu!" Ryota berucap pelan.

"..."

"Kau bisa menulis sekarang."

"..."

Yuki yang masih bediri diam di sampingnya menatap Ryota dengan pandangan kau-sungguh-butuh-istirahat-Ryota. Pasalnya yang ia saksikan sejauh ini hanyalah adegan monolog tak berarti. Meskipun Panda Mini itu beresonansi dengan sikap Ryota, tetap saja terlihat aneh.

"Lihat ini, Yuki!"

Ryota menarik tangan Yuki. Mengajaknya duduk.

Mereka berdua lalu duduk di samping meja. Yuki agak terkejut saat melihat boneka panda itu benar-benar bisa menulis dengan tinta bercak darah.

Ketika darah mengering, Ryota kembali menyumbang darah pada ujung bolpoin.

Serangkaian kalimat mulai terbentuk di kertas yang semula putih.

Begitu Panda Mini selesai, Ryota segera memberikan kertas itu pada Yuki.

"Bacalah. Kau akan mengerti bahwa aku tidak gila."

"Hn. Baiklah."

"..."

" 'Aku imut dan akan menebarkan keimutan-pan....' " Yuki menyuarakan bacaannya. Ia agak sedikit bingung, tanpa mengubah mimik datarnya.

"Apa?! Hei, Bola Bulu, tulis yang benar!" Ryota kembali hendak mencengkeram leher si Bola Bulu. Akan tetapi, lengannya ditarik dengan cepat oleh Yuki.

"Aku percaya padamu. Katakan saja apa yang sebenarnya terjadi." Yuki nampaknya mulai membuka hati untuk menerima kegilaan Ryota.

Ryota menimbang sejenak. "Jadi ... Bola bulu itu adalah arwah yang tersesat, katanya. Aku harus segera mengembalikan ke alamnya, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Dan dia juga tidak tahu, katanya." Ryota berucap sambil memerhatikan jijik puppy eyes yang ditunjukkan si Bola Bulu.

"..."

"Yuki, boleh aku memintamu menjaga Bola Bulu menyebalkan ini?"

"Sayangnya tidak bisa. Aku punya adik yang alergi bulu."

Pemuda bersurai hitam menghela putus asa mendengar jawaban Yuki yang to the point. "Ah, begitu, ya ...."

"Tapi aku akan membantumu." Gadis bersurai biru menaruh tangannnya di dagu, berpose sedang berpikir ala Detektif Canon. "Baiklah. Kalau begitu besok kutunggu di taman belakang sekolah setelah bel pulang."

Usai menyampaikan itu, Yuki bergegas kembali ke rumahnya. Menyisakan Ryota yang menatap horror boneka panda yang tak henti menyunggingkan senyum dan puppy eyes-nya.

Pemuda itu merasa jijik.

Jijik sekali.

Karena boneka itu terlalu imut.
   
   
 
#To be Continued#
 

🐼[P.A.N.D.A-D.O.L.L]🐼
 
  
 

10/07/2017
Revisi : 14 April 2018
=================================

Author Corner :


Bingung mau ngetik apa. Akhirnya aku gak ngetik apa-apa. Bay :v

 
 

Sincerely,

De Queen Rumi
RaDel28

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top