TUJUH-PAINFUL

Tujuh

"Syaza, kenapa kamu nangis?" tanya Galang yang baru saja masuk ke dalam kamar.

Syaza tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh suaminya, perasaannya tidak menentu.

Syaza sadar bahwa sikapnya terhadap Aditya tidaklah baik, tetapi wanita itu juga tidak bisa memaksakan dirinya untuk bersikap baik terhadap anak itu. Meskipun lima tahun telah berlalu, luka di hati Syaza belum sembuh. Sakitnya masih begitu terasa, apalagi setiap hari dia melihat wajah Aditya, bagaimana cara Syaza agar melupakan luka terbesarnya itu?

Bukannya tidak mau mencoba untuk berubah, Syaza telah berusaha untuk bersikap baik kepada Aditya. Mencoba untuk menganggap Aditya seperti anaknya sendiri, rasa kasihan karena sang ibu telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya adalah alasan Syaza melakukan itu. Namun Syaza tidak berhasil, usahanya gagal, saat mencoba menyentuh Aditya dengan penuh kasih sayang, rasa jijik langsung menghampiri Syaza membuat wanita itu mengurungkan niatnya.

Rasa kasihan karena memperlakukan Aditya dan Gilang dengan berbeda terkadang membuat Syaza merasa bersalah, tetapi jika ia mengingat perbuatan orang tua kandung anak itu, rasa bersalah yang dirasakan Syaza langsung menghilang dan digantikan dengan rasa kebencian yang begitu dalam.

Galang duduk di sebelah Syaza lalu merangkul istrinya itu, melihat wanita yang dicintainya menangis membuat Galang merasa gagal menjadi seorang suami. Syaza tidak bahagia bersamanya, bahkan Galang tidak ingat, kapan terakhir kali Syaza tersenyum tanpa beban.

Syaza mencengkram kaos yang dikenakan Galang untuk melampiaskan rasa sesak di dadanya.

"Aku nggak sanggup lagi," gumam Syaza.

Rangkulan Galang mengerat mendengar hal tersebut, pria itu sangat takut jika Syaza memilih pergi meninggalkannya, bagaimana Galang akan bertahan tanpa orang yang dicintainya?

"Aku minta maaf, Sya, aku minta maaf karena nggak bisa bahagiakan kamu. Dulu aku berjanji untuk selalu membuat kamu bahagia, tapi aku gagal. Aku minta maaf, Sya, tolong jangan tinggalkan aku."

Janji yang dulunya Galang ucapkan memang tidak bisa terpenuhi lagi, kesalahan fatal yang dilakukan Galang menghanguskan seluruh kepercayaan Syaza kepada suaminya itu. Sejak lima tahun yang lalu, semuanya tak lagi sama, Syaza dan Galang bukanlah dua orang yang saling mencintai, tetapi hubungan mereka hanya dilandaskan dengan cinta sepihak dari Galang. Sedangkan Syaza, dia bertahan hanya karena tidak memiliki pilihan lain.

"Kamu boleh benci aku, kamu mau marah, maki ataupun pukul aku. Kamu bisa ngelakuin semua itu, Sya, aku cuma minta kamu jangan pernah tinggalkan aku. Tolong tetap bertahan, demi anak-anak kita, tolong Sya."

Dada Syaza terasa semakin sesak, dia sadar bahwa Galang sangat mencintainya, pria itu akan melakukan apapun yang diinginkan oleh Syaza, kebahagiaan yang dijanjikan Galang harusnya terpenuhi. Namun Syaza sendiri tidak memiliki minat untuk hal itu lagi, perasannya kepada Galang sudah benar-benar menghilang. Tanpa sisa.

"Aku nggak sanggup lagi, lihat Aditya setiap hari ngingatin aku sama kesalahan kamu."

Galang menghela napas mendengar ucapan Syaza, memang tidak salah, tetapi tidak ada yang bisa dilakukan Galang tentang hal itu.

"Aku bakalan daftarkan Aditya ke sekolah asrama, nggak lama lagi Sya, tolong sabar ya," pinta Galang putus asa.

Syaza menatap Galang lekat, apakah yang dikatakan Galang itu benar? Jika Aditya masuk ke sekolah asrama, maka penghuni rumah ini adalah keluarga kecil mereka saja, tidak ada orang lain lagi, setidaknya orang lain bagi Syaza.

Belum sempat Galang meyakinkan Syaza lagi, pintu kamar mereka diketuk mengalihkan perhatian keduanya. Galang yang membuka pintu sedangkan Syaza menghapus air matanya.

"Papa," rengek Aditya lalu memeluk kaki Galang dan menyembunyikan wajahnya ke paha Galang.

Galang berdiri dengan kaku, membiarkan Aditya menangis sambil memeluk kakinya. Syaza memperhatikan keduanya, Galang tidak melepaskan pelukan Aditya dan Syaza memahaminya, bagaimanapun juga hubungan keduanya sangat erat. Hubungan orang tua dan anak tidak bisa diputuskan begitu saja, Syaza tidak akan bisa menganggap Aditya sebagai anak kandungnya, tetapi mulai sekarang Syaza tidak akan melarang Galang untuk menyayangi anak itu. Hak Aditya untuk mendapatkan kasih sayang dari Galang dan kewajiban Galang untuk memenuhinya.

"Aditya kenapa?" tanya Galang pelan. Tangannya bergerak untuk mengusap kepala putera sulungnya itu.

"Aditya nggak mau ke rumah oma lagi, nanti Kalya bilang kalau Aditya bohong, padahal Aditya nggak bohong. Aditya memang punya mama, papa sama tiga adik."

"Iya, nanti bilang ke oma kalau Aditya nggak mau datang lagi," balas Galang seadanya.

Aditya menghentikan tangisannya lalu menatap Galang yang tatapannya lurus ke depan, Aditya melepas pelukannya pada kaki Galang kemudian menghapus air matanya sendiri.

"Papa marah sama Aditya, ya?" tanya Aditya sedih, melihat respon Galang yang tidak peduli dengan aduannya membuat Aditya merasa sedih dan mengira kalau Galang tidak suka dengan tangisannya sehingga papanya itu marah.

Galang menatap Aditya kemudian sedikit membungkuk agar bisa menangkup wajah puteranya. "Papa nggak marah, memangnya kenapa?" tanya Galang.

Aditya hanya diam kemudian menatap Syaza yang duduk di tepi tempat tidur. "Papa, Adit boleh sama mama?" pinta Aditya dengan pandangan memelas.

Galang menghela napas kemudian menggendong Aditya. "Mama lagi capek, Adit sama papa aja, ya?" ucap Galang lalu menutup pintu kamarnya dan membawa Aditya ke ruang keluarga.

"Kenapa ya Pa, mama nggak suka sama Adit?" tanya Aditya yang telah menyandarkan kepalanya ke bahu Galang.

Aditya masih kecil sehingga dia tidak memahami permasalahan yang dihadapi Galang dan Syaza, jika Aditya sudah dewasa nanti, apa dia bisa memahami permasalahan ini? Bagaimana respon Aditya saat tau kalau dia bukanlah anak kandung Syaza? Dan juga Gilang, jika anak itu tau bahwa mamanya pernah disakiti oleh Galang serta keluarganya, apa Gilang bisa menerimanya? Atau dia akan membenci Galang? Memikirkan hal tersebut membuat kepala Galang menjadi pusing.

"Pa, kenapa Papa diam aja?" tegur Aditya sambil menggoyangkan lengan Galang.

"Maaf sayang, tadi Adit bilang apa?"

"Adit nanya, kenapa mama nggak suka sama Adit? Padahal Adit nggak nakal."

Galang tersenyum untuk mengusir pemikiran buruk Aditya, senyum yang dipaksakan tetapi tidak bisa terdeteksi oleh Aditya yang masih kecil.

"Siapa yang bilang kalau mama nggak suka sama Adit?"

Raut wajah Aditya menjadi ceria mendengar pertanyaan Galang.

"Jadi, mama nggak benci sama Adit kan, Pa?"

Galang menggelengkan kepalanya membuat Aditya bersorak kesenangan. Perasaan bersalah langsung menyelimuti Galang karena telah membohongi Aditya.

"Tapi Pa, Adit tetap nggak mau ke rumah oma lagi ya kalau mama sama papa nggak ikut. Nanti Kalya ejek Adit lagi, masa katanya Adit bohong."

Aditya cemberut mengingat apa yang dikatakan Kalya di rumah Rani tadi.

Kalya. Galang hanya tau kalau Kalya adalah keponakannya, terakhir kali Galang melihatnya saat Kalya masih bayi. Jadi, keponakannya sudah besar ya hingga bisa bertengkar dengan Aditya, kenapa rasanya waktu berputar dengan sangat cepat? Tidak terasa sudah lima tahun dia memutuskan hubungan dengan keluarganya.

Sudah lima tahun Galang tidak pernah ke rumah orang tuanya lagi, apa ada perubahan di rumah itu?

Galang menggelengkan kepalanya ketika sadar apa yang telah dipikirkannya, seharusnya pikiran seperti itu tidak pernah hadir di benaknya.

🌵🌵🌵

Jum'at, 23 Juni 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top