LIMA-PAINFUL
LIMA
"Aditya, sini sayang," panggil Rani saat Aditya keluar dari mobil.
Rani menghampiri Aditya lalu menggandeng tangan cucunya seraya memasuki rumahnya, senyum Rani mengembang karena bahagia dengan kedatangan Aditya. Berbeda dengan Aditya yang hanya diam, dia masih merasa iri dengan Gilang.
"Kenapa cucu Oma daritadi diam aja? Nggak senang karena ketemu, Oma?" tanya Rani bermaksud bercanda lalu menciumi wajah Aditya dengan sayang saat keduanya sudah duduk di sofa ruang keluarga.
"Senang Oma, tapi Gilang nggak ikut," jawab Aditya lalu memeluk Rani dengan erat. Bermaksud untuk menghilangkan kesedihannya.
Rani terdiam mendengar ucapan Aditya, sudah pasti Galang dan Syaza tidak akan mengizinkan Gilang datang ke rumahnya. Rani sudah yakin mengenai hal itu.
"Jangan sedih dong, kalau cucu Oma sedih, Oma juga ikut sedih," kata Rani seraya memegang dagu Aditya dan membuat cucunya itu menatap kedua matanya.
"Aditya beruntung bisa datang ke sini, bisa main sama sepupu-sepupu kamu, bisa ketemu Oma, ada Aunty sama Uncle juga. Aditya punya banyak teman, sedangkan Gilang cuma bisa main sama Felis dan Franzis saja, kan?" ujar Rani lalu tersenyum untuk menghibur Aditya.
"Tapi Gilang pergi ke taman bermain sama mama dan papa, Felis dan Franzis juga ikut, cuma Adit yang nggak diajak," kata Aditya lalu anak itu menangis tanpa suara.
Rani terdiam melihat Aditya yang menangis, rasanya dia begitu marah terhadap Galang dan Syaza, apa salahnya jika mereka mengajak Aditya ikut serta? Kenapa harus terang-terangan menyakiti hati cucu kesayangannya?
"Jangan nangis lagi Adit, Oma sedih liat Adit nangis seperti ini. Sekarang bilang sama Oma, Adit mau apa supaya nggak sedih lagi? Mau mainan? Makanan? Atau mau jalan-jalan? Oma turuti semua yang Adit mau, tapi jangan nangis lagi," bujuk Rani dengan lembut.
"Adit mau ikut mama sama papa jalan-jalan, Oma," pinta Aditya penuh harap.
Tentu hal itu adalah permintaan yang tidak bisa dikabulkan oleh Rani, tanpa mencoba pun Rani sudah tau apa hasilnya, Galang dan Syaza akan menolak. Namun melihat tatapan Aditya sangat berharap membuat Rani tidak tega jika harus mengecewakannya.
Rasanya sulit bagi Rani walaupun hanya untuk sekedar bernafas dengan tenang, wajah penuh harapan Aditya, kemungkinan penolakan dari Galang dan Syaza dan juga kata-kata menyakitkan yang akan ia keluarkan pada putra dan menantunya jika mereka berbicara.
Kenapa sulit bagi mereka meskipun hanya untuk sekedar bahagia? Rani sadar semua ini adalah salahnya, tetapi apa tidak ada cara agar semuanya kembali membaik?
"Oma."
Rani tersentak meskipun Aditya memanggilnya dengan pelan, keringat dingin membasahi wajah serta leher wanita tua itu.
"Nggak bisa ya, Oma?"
Pertanyaan penuh kekecewaan itu benar-benar membuat Rani kehilangan keberanian untuk menatap wajah polos cucunya itu, sekarang Aditya belum mengerti permasalahan keluarga mereka, tetapi saat Aditya sudah mengerti semuanya, apa Aditya akan memaafkan kesalahannya? Atau justru Aditya akan meninggalkannya seperti apa yang dilakukan oleh Galang? Putra kandungnya.
"Oma telfon dulu, ya. Sekarang Aditya main dulu sama yang lain, Oma mau ke kamar dulu."
Lagi-lagi Aditya menaruh harapan penuh pada Rani, mungkin saja Rani bisa membujuk orang tuanya agar membawa Aditya ikut serta dengan mereka.
Senyuman lebar itu, membuat hati Rani terasa tercabik.
🌵🌵🌵
Galang menatap Syaza yang daritadi hanya diam, pandangan wanita itu lurus ke depan, suara ceria anak-anak mereka tidak dapat menarik Syaza dari lamunannya.
Tangan kiri Galang menarik tangan kanan Syaza lalu meremasnya dengan lembut. "Kamu kenapa, sayang?" tanya Galang.
"Nggak apa-apa," jawab Syaza lalu menoleh ke luar jendela. Syaza membiarkan tangan kanannya digenggam oleh Galang, matanya kembali memanas menyadari bahwa Galang masih perhatian padanya meskipun sudah berkali-kali membuat putra pria itu merasa begitu sedih.
"Mama mau jeruk?" tawar Gilang dari belakang.
Syaza mengerjap lalu setetes air matanya jatuh dan langsung diusapnya dengan kasar sebelum menoleh ke belakang. "Untuk Gilang aja, Mama kenyang, Nak," jawab Syaza dengan raut wajah yang ia buat semeyakinkan mungkin meskipun suaranya serak.
"Mama nangis?" tebak Gilang dan Syaza hanya menggeleng.
"Mama sedikit flu, makanya serak." Syaza berbohong agar Gilang tidak bertanya lagi.
Gilang khawatir mendengar ucapan Syaza. "Kalau Mama sakit, kita pulang aja, biar Mama bisa istirahat. Gilang nggak mau Mama sakit," ucap Gilang. "Papa kita pulang aja, mama harus istirahat biar cepat sembuh," kata Gilang pada Galang.
"Mama nggak apa-apa sayang, Mama butuh udara segar biar pikiran Mama lebih fresh," balas Syaza.
"Tapi kalau Mama sakit, bilang ya, biar kita langsung pulang," pesan Gilang dengan raut wajah meyakinkan membuat Syaza merasa lebih baik, perhatian dari anak-anaknya sudah membuat Syaza merasa lebih nyaman.
"Siap, bos," kata Syaza bercanda.
Gilang tergelak lalu pindah ke kursi samping kemudi yang dibantu oleh Syaza. Setelah duduk dengan nyaman di pangkuan sang ibu, Gilang langsung memeluk Syaza dengan erat.
Syaza menoleh ke belakang untuk memastikan kedua putrinya aman berada di car seat.
"Sayang, handphone aku bunyi, tolong dijawab, ya," pinta Galang dan langsung dituruti Syaza.
Melihat siapa yang menelpon Galang membuat suasana hati Syaza kembali memburuk. "Kamu aja yang jawab," kata Syaza dengan ketus.
Galang mengernyit melihat perubahan Syaza lagi, hari ini entah sudah berapa kali suasana hati Syaza berubah-ubah.
"Aku lagi nyetir, sayang. Bahaya."
Syaza merubah mode handphone Galang menjadi silent agar panggilan masuk tersebut tidak menganggu mereka.
"Memangnya siapa yang nelpon?" tanya Galang.
Keterdiaman Syaza membuat Galang merasa curiga, pria itu menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang kebetulan sepi lalu mengambil handphonenya yang tadi diletakkan Syaza di dashboard.
Raut wajah Galang berubah menjadi muram melihat siapa yang menghubunginya, panggilan masuk kembali hadir saat Galang akan meletakkan handphonenya kembali ke dashboard.
"Jawab aja," kata Syaza pelan.
Galang menurutinya meskipun dengan berat hati.
"Galang kamu dimana?" tanya Rani begitu Galang menjawab panggilannya.
Galang hanya diam, merasa tidak perlu menjawab pertanyaan yang diajukan Rani.
"Kamu ngirim Aditya ke sini, tapi kamu dan Syaza pergi jalan-jalan, sikap kamu yang seperti ini tidak benar, Galang."
Teguran dari Rani tidak membuat Galang langsung menjawabnya, pria itu tetap diam.
"Aditya sedih dengan sikap kamu yang seperti ini, kapan kamu akan berlaku adil?"
"Kapan kalian akan membiarkan Saya hidup tenang?"
Ucapan Galang membuat Rani yang tadinya akan kembali berbicara mengurungkan niatnya.
"Kamu ... tidak akan bisa bersikap seperti ini selamanya."
Galang mematikan sambungan telepon tersebut dan memberikan handphonenya kepada Syaza. "Tolong matikan, sayang."
Galang kembali menjalankan mobilnya seolah tidak terjadi apapun, dia tidak mau karena telepon dari Rani membuat hari ini menjadi buruk, Galang tidak mau mengecewakan Gilang yang begitu bersemangat.
🌵🌵🌵
Selasa, 10 Januari 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top