EMPAT-PAINFUL

EMPAT

"Kamu mau kemana, Sya?" tanya Galang ketika melihat Syaza sudah rapi, padahal biasanya di saat weekend seperti ini, Syaza lebih memilih berada di rumah dan menemani anak-anaknya.

"Mau ngajak Gilang, Felis dan Franzis main," jawab Syaza tanpa memandang ke arah Galang.

"Oke, tunggu sebentar, ya. Aku siap-siap dulu," ucap Galang karena dia berpikir bahwa Syaza mengajaknya.

"Tunggu dulu." Langkah Galang terhenti lalu menatap Syaza dengan raut wajah bingung.

"Kamu mau kemana?" tanya Syaza.

"Kamu mau kemana?" Galang malah balik bertanya.

"Taman bermain."

"Aku juga mau ke taman bermain," kata Galang santai.

Syaza manatap Galang dengan kesal, ia sama sekali tidak berniat mengajak Galang, tetapi pria itu justru mau ikut.

"Aku cuma mau pergi dengan anak-anak aku," ucap Syaza pelan, dia bahkan tidak menatap Galang yang masih menatapnya.

"Apa salahnya kalau aku ikut?" tanya Galang tak mengerti.

"Suasana hati aku sedang buruk, aku memarahi Gilang dan dia sedih, aku mau menghibur Gilang dengan membuatnya senang. Jadi, untuk saat ini aku tidak mau diganggu, aku hanya ingin bersama dengan anak-anak aku."

Galang memahami apa yang dikatakan Syaza, pasti wanita itu sedang ingin menenangkan dirinya sendiri. Namun, apa Galang tidak bisa berada di antara mereka?

"Syaza, jangan seperti ini. Sebelumnya kita baik-baik saja, kenapa hubungan kita jadi renggang?" Galang benar-benar tidak mengerti, memang ini bukan pertama kalinya Syaza bersikap seperti ini, tetapi sebelumnya mereka tetap akur meskipun ada yang mengganjal, Syaza tidak pernah menjaga jarak dari Galang sampai selama ini.

"Sebelumnya? Kapan itu? Aku justru merasa kalau kita selalu seperti ini, kapan kita pernah hidup dengan tenang?" tanya Syaza dengan tatapan tajam, dia sudah sangat muak menjalankan kehidupan seperti ini.

Galang terdiam, tidak tau harus membalas ucapan Syaza dengan kalimat seperti apa. Syaza memang benar, memangnya kapan mereka benar-benar merasa bahagia?

"Syaza, jangan seperti ini, kita bisa perbaiki hubungan ini, kan? Jangan sampai hubungan kita seperti ini terus, nggak baik untuk anak-anak kita juga." Galang mencoba untuk membujuk Syaza agar istrinya itu tidak bersikap seperti ini lagi, sungguh hal seperti ini sangat menyiksa Galang.

"Karena itu aku mau ajak anak-anak pergi ke luar, supaya mereka nggak suntuk dan tertekan, tapi kamu malah menghambat aku," tukas Syaza, dia benar-benar merasa kesal dengan Galang.

Galang menghembuskan nafas perlahan, saat ini Syaza tidak bisa diajak bicara baik-baik atau hubungan mereka akan semakin memburuk, Syaza hanya perlu diberikan waktu untuk menenangkan dirinya dan mencoba menerima keadaannya saat ini.

"Baiklah, tapi kamu harus diantar sama supir, jangan pergi sendiri," kata Galang pada akhirnya.

Syaza mengangguk, terbiasa pergi menggunakan supir membuat Syaza tidak ahli dalam menyetir. Bahkan jika tidak menggunakan supir pun, Galang yang akan menyetir mobil.

"Syaza," panggil Galang saat Syaza akan keluar dari kamar setelah selesai mengisi tasnya.

Tangan Syaza ditarik oleh Galang sehingga wanita itu menabrak tubuh Galang. "Aku sayang sama kamu dan anak-anak kita, jangan bersikap seperti ini terus, ya? Aku sedih kalau kamu menjauh, aku mau kita bahagia sayang."

Syaza hanya diam saat Galang memeluknya dengan erat, bukan hanya Galang yang ingin bahagia, Syaza pun menginginkan hal tersebut. Namun masalah yang mereka hadapi tidak sesederhana itu untuk dilupakan begitu saja, bukti dari kesalahan itu saja masih ada di antara mereka.

Mencoba untuk tersenyum meskipun sedang merasa begitu kecewa dan juga sedih, itu yang Galang lakukan. Wajah Syaza ia tangkup dengan kedua tangannya sebelum mencium kening Syaza cukup lama, setidaknya dengan melakukan itu membuat suasana hati Galang menjadi lebih baik.

"Ayo, aku antar ke depan," ajak Galang setelah melepaskan wajah Syaza.

Tidak membantah lagi, Syaza hanya menurut karena lagi-lagi hatinya kembali luluh oleh sikap Galang yang selalu lembut padanya.

"Anak-anak Papa udah siap, ya? Aduh cantik banget princess Papa," puji Galang pada Felis dan Franzis yang berada di sofa.

Gilang pun tidak luput dari perhatian Galang, rambut putranya diacak dengan lembut membuat Gilang tersenyum lebar. Gilang sangat suka jika mendapatkan perhatian dari orang tuanya seperti ini.

Felis mengulurkan tangannya pada Galang dan sebagai kembarannya, Franzis pun melakukan hal yang sama, karena merasa gemas dengan anak-anaknya, Galang pun menggendong keduanya sekaligus.

Syaza merasa matanya memanas melihat adegan keluarga bahagia di hadapannya, mereka memang keluarga bahagia jika tidak ada pengganggu. Galang yang selalu perhatian dengan istri dan anak-anaknya meskipun sedang sibuk oleh urusan pekerjaan, Galang yang tidak pernah kasar dengan keluarganya. Memang seharusnya mereka menjadi keluarga yang begitu bahagia.

"Kenapa Mama nangis?" tanya Gilang yang menyadari air mata yang membasahi pipi Syaza.

Galang langsung menatap Syaza yang sudah menghapus air matanya.

"Mama nggak nangis, cuma kelilipan jadi mata Mama perih," elak Syaza agar putranya tidak curiga.

Galang menarik napas dalam-dalam karena tau jika Syaza berbohong, melihat wanita yang dicintainya merasa sedih seperti ini membuat kebencian Galang pada keluarganya semakin besar.

"Papa, Mama," panggil Aditya yang baru saja tiba.

Sebelum membalikkan tubuhnya, Galang menutup kedua matanya untuk menenangkan diri.

"Papa sama ikut ke rumah Oma?" tanya Aditya setelah mengumpulkan keberanian untuk bicara kepada orang tuanya.

Tentu saja Syaza memilih diam, menyerahkan semuanya kepada Galang.

"Tidak, Adit. Kamu pergi bersama supir," jawab Galang.

Aditya menunduk, merasa sedih dengar jawaban yang didapatkannya. Meskipun ini bukan pertama kalinya, tetap saja rasa sedih itu tidak bisa terelakkan.

"Gilang mau pergi kemana?" tanya Aditya dengan harapan bahwa Gilang akan ikut bersamanya.

"Mau ke taman bermain," jawab Gilang dengan riang.

"Sama mama dan papa?" Terselip kesedihan dan rasa iri saat Aditya menanyakan hal tersebut, Gilang pergi bersama kedua orang tua dan juga adik kembar mereka, sedangkan dirinya pergi sendiri ke rumah Oma.

"Enggak, Pa—"

"Kami pergi berlima," potong Syaza. Memang rasanya tidak wajar jika Syaza menganggap anak kecil seperti Aditya menjadi saingan, tetapi mau bagaimana lagi? Syaza benar-benar merasa kesal meskipun hanya melihat wajah anak itu.

Galang menatap Syaza lalu senyumnya mengembang, akhirnya dia diizinkan untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarganya.

Aditya kembali menunduk karena merasa sedih, air matanya langsung turun karena merasa orang tuanya tidak adil.

"Adit mau ikut," pinta Aditya penuh harap.

Syaza tidak menjawab, dia hanya duduk di sofa lalu memangku Franzis yang ia ambil dari gendongan Galang.

"Adit harus ke rumah Oma, Oma sendiri yang udah undang Adit, kan?" tanya Galang, melihat Aditya yang menangis membuatnya juga merasa sedih. Mau bagaimanapun dia menolak, kenyataan tetap tidak akan berubah, Aditya adalah putranya.

"Tapi Gilang nggak ikut, padahal juga diundang," protes Aditya. "Gilang nggak pernah ikut," sambung Aditya dengan suara pelan.

Galang tidak tau harus mengatakan apa pada Aditya, tidak bisa juga ia menjelaskan alasan yang sebenarnya, kan? Kenapa selama ini Aditya mendapatkan perilaku yang tidak adil, baik dari Galang ataupun Syaza.

"Aditya berangkat sekarang, ya, biar nggak kelamaan sampai ke rumah Oma," bujuk Galang tanpa menjawab pertanyaan Aditya.

Aditya mengangguk walaupun tidak rela, anak laki-laki itu mendekati Galang lalu mencium punggung tangan Galang untuk pamitan, lalu Aditya beralih pada Syaza, sebelum Aditya mengulurkan tangannya, Syaza langsung berdiri dan beranjak menuju dapur.

Galang mengalihkan pandangannya karena merasakan kesedihan yang dirasakan Aditya, Galang mendekati Aditya lalu mensejajarkan tinggi mereka.

"Anak Papa udah ganteng, ayo Papa anterin ke depan," ujar Galang yang berharap tindakannya ini bisa menghibur Aditya, meskipun tidak akan menghapus seluruh kesedihannya tetapi Galang berharap bisa sedikit mengurangi.

Aditya menatap Galang dengan pandangan berbinar. "Ayo, Papa."

Galang ikut tersenyum lalu memegang tangan Aditya dan menggandengnya keluar rumah. Namun, Galang tidak menyadari bahwa Syaza melihat semua itu, hati wanita itu terasa remuk karena Galang peduli pada Aditya, tetapi apa yang bisa Syaza lakukan?

"Mau bagaimanapun dia itu anak kandung Galang, sudah pasti Galang bakalan sayang," gumam Syaza pedih.

🌵🌵🌵

Senin, 9 Januari 2023

Gimana part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top