DUA-PAINFUL

DUA

Galang memasuki rumahnya dengan senyum yang mengembang, ia sudah tidak sabar bertemu dengan anak-anaknya dan juga Syaza. Di kedua tangannya terdapat empat paperbag yang berisi mainan untuk anak-anaknya, rasanya Galang sudah tidak sabar memberikan hadiah-hadiah ini dan mendapat ciuman dari keempat malaikat kecilnya.

Senyum Galang langsung hilang ketika melihat kehadiran Rani di ruang keluarga, mau apa mamanya itu ke sini? Jangan sampai mamanya ini membuat masalah lagi yang diciptakan mamanya ini.

"Tuh papa udah pulang, ayo peluk papanya," ucap Rani pada Aditya yang bersembunyi di belakangnya.

Aditya menatap Galang dari balik punggung Rani, anak itu mau menghampiri Galang tetapi ia juga takut.

"Ada urusan apa?" tanya Galang langsung.

Rani menghembuskan nafasnya dengan gusar sebelum berbicara, dia tidak boleh salah memilih kata atau anaknya ini akan salah paham dan semakin menjauh dari keluarga besar.

"Mama cuma mau ngasih tau kalau weekend ini ada acara di rumah, kalian datang, ya."

"Saya akan mengirim Aditya," balas Galang tanpa minat.

"Bukan hanya Aditya, kamu, Syaza, Gi---"

"Tidak akan! Itu tidak akan terjadi, jadi jangan pernah mengharapkan hal itu."

Galang tidak sudi menginjakkan kakinya lagi di rumah itu, rumah dimana dia dibesarkan, rumah yang menjadi saksi bisu kehidupan penuh duka yang dijalaninya. Tempat yang membuat tujuan hidupnya berada di ambang kehancuran.

"Apa salahnya jika Mama ingin berkumpul dengan cucu-cucu Mama?"

"Sudah Saya bilang, Aditya akan datang."

"Mama juga mau Gilang, Felis dan Franzis."

Galang merasa sangat frustasi, dengan cara apalagi dia harus membuat Rani mengerti?

"Mereka bertiga bukan cucu Anda!" tegas Galang.

"Kamu menerimanya atau tidak, tetapi hubungan darah tidak bisa dihilangkan."

"Papa!"

Galang menatap Gilang yang berlari ke arahnya dengan bahagia, rasa kesalnya langsung sirna ketika putranya itu tersenyum padanya.

Gilang menabrakkan tubuhnya ke tubuh Galang membuat keduanya tertawa bahagia, Galang langsung mengecup pipi Gilang dan anaknya itu melakukan hal yang sama. Sungguh mereka adalah keluarga bahagia jika tidak ada yang menjadi penghalang.

"Papa bawain robot yang Gilang mau?" tanya Gilang ketika mengingat permintaannya tadi pagi.

"Bawa dong, apa yang enggak untuk anak Papa ini."

Gilang bersorak bahagia, Galang memberikan sebuah paperbag yang dipegangnya, tinggal tiga, untuk Aditya dan putri kembarnya yang pasti sedang berdandan.

Aditya menatap Gilang dengan pandangan iri, abangnya itu bisa bersikap sesuka hatinya pada Galang dan Syaza, tidak akan ada yang memarahinya. Tetapi jika itu adalah Aditya, Syaza pasti akan diam saja dan Galang menatapnya tajam jika mencoba mendekati Syaza membuat Aditya takut.

"Papa!"

"Paaa!"

Galang merentangkan tangannya agar bisa memeluk kedua putrinya yang sudah berusia dua tahun, keduanya tertawa karena Galang memeluk dengan jari-jarinya yang bekerja untuk menggelitik pinggang mereka.

"Gemes banget sih sama kalian berdua, cantik banget."

Sebagai orang tua, tentu Galang akan menganggap putri-putrinya adalah yang paling cantik dan juga menggemaskan, walaupun anak-anak lain mungkin lebih menggemaskan dari mereka.

Felis langsung mengambil paperbag di tangan kiri Galang sedangkan Franzis mengambil di paperbag di sebelah kanan.

"Cium dulu," ucap Galang sambil menunjuk pipinya.

Felis dan Franzis langsung mencium pipi Galang hingga menimbulkan suara. Si kembar kembali membuat Galang merasa gemas.

Rani tersenyum melihat kedekatan Galang dengan anak-anaknya, tetapi sepertinya Galang lupa dengan satu anaknya lagi yang daritadi hanya menatap dengan pandangan iri.

"Aditya, ayo peluk papa."

Aditya menatap Rani dengan pandangan berkaca-kaca.

"Ayo, peluk."

Aditya langsung berlari ke arah Galang dan memeluk leher pria itu dengan erat, Galang yang mendapat perlakuan seperti itu merasa terkejut, soalnya ini adalah Aditya, bukan ketiga anaknya yang dilahirkan oleh Syaza.

Syaza yang melihat Aditya memeluk Galang hanya diam, dia kesal tetapi juga kasihan. Namun mau bagaimana lagi? Aditya memang anaknya Galang, mau menolak fakta itu dengan cara apapun juga tidak bisa. Tentu saja, darah lebih kental daripada air.

"Gilang, Felis, Franzis ayo ikut Mama."

Galang menjauhkan tubuhnya dari Aditya, ini akan menjadi masalah karena Syaza melihat Aditya memeluknya.

"Kalian main dulu, ya, jangan berantem."

Niatnya Galang mengatakan itu untuk ketiga anaknya yang dilahirkan oleh Syaza, tetapi Aditya justru ikut mengangguk. Sudahlah, ini sudah terjadi.

Galang membawa Syaza menjauh dari ruang keluarga, wanita itu terus diam bahkan tidak mau menatap Galang walau hanya sebentar.

"Sayang tadi aku juga kaget karena itu terjadi tiba-tiba, aku nggak sempat ngelak," ucap Galang karena dia tau penyebab perubahan sikap Syaza ini.

"Nggak apa-apa, lagipula dia memang anak kamu."

"Sayang bukan gitu, kamu tau kalau dia itu---"

"Nggak pernah kamu harapkan?! Aku tau, kamu selalu bilang kayak gitu, tetapi kenyataannya jauh berbeda!"

Syaza menangis, dia tidak tahan dengan semua ini. Syaza tersiksa, ia hanya ingin anak-anaknya mendapat kasih sayang sepenuhnya dari Galang, tetapi kehadiran Aditya tidak bisa diabaikan.

"Sayang," lirih Galang. Sebenarnya bukan hanya Syaza yang lelah, Galang juga.

Galang tidak bisa mewujudkan impiannya bersama keluarga kecilnya ini, mungkin impiannya memang sudah terwujud, tetapi tidak terasa lengkap karena ada halangan untuk itu. Andai saja Galang bisa melepaskan diri dari keluarganya itu, maka mereka tidak akan menderita. Andai saja Galang tidak tertipu dengan rencana licik keluarganya, ini semua tidak akan terjadi.

"Ini semua salah aku, andai aku nggak maafin kamu maka aku nggak akan menderita seperti ini. Kamu bisa hidup bersama putra kamu itu tanpa gangguan dari kami, kamu bisa menyayanginya secara terang-terangan tanpa takut aku tau."

Galang menatap Syaza dengan pandangan terluka, apa lagi yang harus dia lakukan? Mau menolak dengan cara apapun, tetapi tetap saja Aditya adalah darah dagingnya sehingga secara otomatis Galang menyayanginya walau tidak bisa mengungkapkannya secara langsung karena dia harus menjaga perasaan Syaza.

Syaza terus menangis, ia sangat menyesal. Jika dulu ia pergi, maka semuanya tidak akan serumit sekarang, kini anaknya bukan hanya Gilang, ada dua putri lagi dan mereka membutuhkan Galang untuk mencukupi kebutuhan materinya. Syaza tidak bisa menjamin kehidupan anak-anaknya jika dijauhkan dari Galang.

"Syaza ini sudah lima tahun, apa kamu belum bisa menerima Aditya?"

Syaza meradang mendengar pertanyaan yang diajukan Galang. "Bagaimana aku bisa menerimanya?! Aku bahkan tidak bisa menerima sikap kamu ke aku. Sekarang jelasin, kenapa kamu mengkhianati aku? Kenapa?!"

Galang menatap Syaza dengan pandangan bersalah, pria itu sama sekali tidak pernah bermaksud untuk mengkhianati Syaza. Semua yang terjadi itu diatur oleh keluarganya, bagaimana Galang bisa menjelaskan semua itu? Syaza tidak akan mau memahaminya, bagi Syaza itu adalah pengkhianatan apapun alasannya.

"Kamu cuma perlu tau, kalau apapun yang aku lakukan itu, semuanya demi kamu dan anak-anak kita. Aku mau kita bahagia, tetapi justru kita jadi menderita."

"Kamu selalu bilang itu! Aku nggak pernah tau apa alasan kamu berkhianat! Kamu selalu mengelak jika aku menanyakannya."

"Aku ngelakuin itu karena aku nggak mau kita diganggu lagi sama keluarga aku, mereka bilang setelah aku menikah lagi maka mereka akan membiarkan kita hidup tenang dan tidak akan berusaha menyakiti kita."

Galang mengusap kepala Syaza dengan lembut. "Aku ngelakuin itu agar kamu merasa nyaman, tetapi justru kamu merasa tertekan. Jika bisa, tolong maafkan aku."

🌵🌵🌵

Minggu, 1 Januari 2023

Beri komentar tentang part ini dong, jangan lupa masukkan cerita ini ke dalam perpustakaan dan Reading List ya, teman-teman.

Part selanjutnya nggak akan lama lagi di update soalnya aku udah punya beberapa stok.

See, you.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top