Bakti Sosial 2
Setelah perwakilan fakultas selesai menyampaikan prakata, acara dilanjutkan dengan penyerahan bantuan secara simbolis. Tidak banyak karena memang ini acara bakti sosial kecil-kecilan. Namun, raut-raut wajah berbinar dari para penghuni rumah pengobatan itu menggambarkan kebahagiaan mereka menerima apa yang diberikan.
Feng mendadak ingin buang hajat. Perutnya melilit tidak tertahankan. Mungkin akibat sarapan nasi goreng super pedas bikinan papanya.
Dengan terburu-buru, Feng bertanya letak toilet dan izin menggunakannya kepada salah seorang perawat.
Belum lagi Feng sampai di tempat yang ditujunya, telinga tajamnya mendengar suara seseorang yang seperti sedang bercakap-cakap. Di tengoknya sekeliling, tetapi matanya tidak menemukan siapa-siapa. Didesak hasrat buang hajat yang makin menggebu, Feng melanjutkan langkah.
Beberapa saat di dalam toilet membuat Feng sedikit melupakan tentang suara seseorang tadi. Ia melanjutkan mencuci wajahnya agar terasa lebih segar. Setelah semua selesai, ia melangkah keluar area toilet dan kembali mendengar suara yang tadi mengusiknya.
Feng mencari sumber suara.
"Aku nggak betah di sini."
Suara itu sepertinya datang dari seorang gadis berambut panjang yang duduk di bangku taman dekat toilet.
Feng tertegun sejenak. Mata tajamnya tertuju ke arah sosok di samping sang gadis. Sosok itu sepertinya merasa sedang diperhatikan sehingga menoleh.
Feng mendapati tatapan penuh intimidasi di kedua mata cekung itu. Menyadari ada yang tidak beres, Feng bermaksud mendekati si perempuan berambut panjang. Namun, belum lagi langkahnya tercipta, langkah lain terdengar cepat menuju ke arahnya.
Feng refleks menoleh ke sumber suara.
Wanita muda berseragam perawat pemilik suara langkah itu terlihat terburu-buru.
"Julia!" panggilnya.
Gadis yang sedang duduk itu menoleh, wajahnya terlihat murung. Feng mengamati dari posisinya berdiri. Ia ingin tahu lebih banyak tentang gadis itu. Gadis itu sepertinya dibujuk untuk mengikuti sang perawat.
"Aku mau di sini," tegas sang gadis. Matanya menatap si perawat. Ada ketidaksukaan yang terpancar jelas.
Perawat terus membujuk hingga akhirnya mengalah, ia menyerah atas penolakan Julia. Sedikit kekecewaan terlihat di raut wajah perawat nan ayu. Feng berinisiatif untuk bertanya tentang Julia.
"Sus, boleh ngobrol?"
***
Acara penyerahan bantuan dan ramah tamah selesai. Semua tamu berpamitan pulang, kecuali Feng. Ia ada janji dengan seroang perawat.
Di taman dekat lapangan olah raga, Feng dan seorang perawat duduk berjejer.
Keduanya tampak sedang membahas seuatu yang serius. Tidak lain pembicaraan itu mengacu pada salah satu pasien, yaitu Julia Anastasya. Feng mendengarkan penjelasan perawat itu dengan seksama.
"Jadi sudah berapa lama dia berada di sini?"
"Sudah berbulan-bulan. Mungkin sekitar empat atau lima bulan. Dia susah sekali disuruh minum obat."
"Jadi menurut psikiater dia mengalami skizofrenia?" selidik Feng. Kembali si perawat menceritakan apa saja catatan medis Julia. Feng merasa beruntung dapat semua informasi itu secara mudah.
Biasanya riwayat kesehatan pasien hanya akan diberitahukan kepada keluarga.
"Di sini tidak ada yang ditutup-tutupi, jadi data-data yang kami miliki memang bisa diakses oleh siapa saja yang memang butuh untuk kebaikan pasien."
"Baik, terima kasih."
"Kakak bisa datang kapan saja jika memang serius ingin menjadi relawan."
Ya, Feng mengutarakan keinginannya menjadi relawan untuk rumah pengobatan itu. Semua karena Julia. Feng merasa punya kewajiban untuk menolong gadis berambut panjang yang dilihatnya di bangku taman tadi.
Niat di hati Feng menguat manakala ia teringat mendiang mamanya. Matanya mengembun. Feng merasa sesak karena ingatan itu.
***
Esok harinya Feng membawa gitar.
"Selamat pagi."
Feng menyapa semua penghuni rumah pengobatan dan para relawan yang ditemuinya. Senyuman Feng cerah. Sepertinya semangat pemuda itu berkobar-kobar. Hatinya merasa senang karena bisa membantu sesama.
Impian Feng memang ingin selalu menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Meski tidak menjadi dokter seperti yang diinginkan papanya, setidaknya empati di hati masih menyala. Budayawan juga boleh menjadi sahabat para ODGJ.
"Julia ada di mana?" tanya Feng pada perawat pemilik nama Sophia. Ia merupakan perawat yang kemarin bercerita banyak pada Feng tentang Julia. Akhirnya Sophia mengantar Feng ke kamar Julia.
Mereka melewati beberapa lorong yang tidak begitu panjang, letak kamar Julia agak di dalam. Julia tipe pemberontak yang impulsif, untuk itu mereka sengaja menempatkan Julia agak lebih dalam yang bertujuan untuk mencegah perempuan muda itu kabur. Setelah berjalan sekitar lima menit, mereka sampai di kamar bernomor 99.
"Ini kamarnya."
"Apa boleh saya di sini sendiri?" Feng menatap perawat nan ayu di hadapannya. "Tidak apa-apa?"
Sejenak perawat itu diam.
"Apa mau saya temani?" Mereka beradu tatap. "Hanya saja saya takut Julia malah menolak kedatangan Kakak." Mereka sama-sama diam.
"Saya tidak ingin ditemui siapa pun!" seru seseorang dari dalam. Feng dan Sophia terkejut. Mereka saling pandang, sedikit bingung dari mana Julia tahu mereka akan menemui gadis itu.
"Julia, ada Kak Feng."
"Saya tidak kenal."
"Kita kenalan, ya!"
"Saya tidak ingin!" tegas Julia masih dari dalam kamarnya. "Saya hanya ingin menghabiskan waktu bersama Delio." Perawat itu menghela napas.
"Ya sudah, Kak Feng pamit. Besok ke sini lagi buat ketemu Julia lagi. Padahal Kak Feng sudah bawa gitar buat nyanyi bareng Julia, loh."
"Saya tidak butuh!"
Sophia menggeleng ke arah Feng.
"Kita belum berhasil," sesal perawat itu.
Feng tahu perawat cantik di sampingnya sudah berusaha sebisanya merayu Julia. Akan tetapi memang Julia sangat tidak bisa dirayu. Gadis keras kepala. Feng makin merasa punya kewajiban.
Kewajiban yang tiba-tiba saja hatinya perintahkan.
***
Feng tidak menyerah. Ia hanya ingin mencari cara supaya bisa bertemu dan berbincang dengan gadis berambut panjang bernama Julia itu. Feng yakin gadis itu tidak murni ODGJ. Ia bisa melihat kehadiran sosok tak kasat mata yang mengganggu Julia. Feng bertekad untuk mengusir roh jahat itu selamanya. Itu tanggung jawabnya. Seperti pesan kekeknya.
"Ketapel ini akan membuatmu dibebani tanggung jawab. Lakukan sebisamu! Tolong mereka yang membutuhkan bantuan!" Kalimat itu yang selalu dipegang Feng di mana pun ia berada.
Feng tumbuh menjadi pemuda baik hati yang suka menolong siapa saja. Sudah lumayan banyak orang yang ditolongnya. Dilepaskan dari pengaruh roh jahat yang kebanyakan menginginkan adanya perilaku buruk.
Ketapel milik Feng merupakan pemberian dari sang kakek. Katanya benda itu merupakan peninggalan leluhur mereka. Ketapel itu biasa digunakan untuk berburu oleh para leluhur. Meski namanya ketapel, tetapi kekuatannya jangan diragukan.
Sosok yang kemarin dilihatnya bersama Julia dipastikan akan kabur ditembak dengan Ketapel milik Feng.
Feng yakin akan bisa menyingkirkan sosok jahat yang mengikuti Julia. Feng hanya harus sabar dalam mengambil hati gadis itu. Meski akan penuh perjuangan, tetapi Feng mencoba optimis. Ia yakin bisa.
Roh jahat tidak pantas dikasihani. Neraka adalah tempat yang layak bagi mereka. Feng akan berusaha memulangkan Delio ke asalnya.
Salam,
N.W
Tangsel, 24 Agustus 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top