Bab 08. Menyelamatkan kota Palu.

“Begitulah, pak,” tutur Ali menyelesaikan mulai dari apartemen yang diserang hingga berhadapan dengan placula kelas mars.

Gilbert mengerutkan dahinya kemudian mengembuskan napas berat. “Ada yang janggal dari ceritamu.”

Ali mendadak panik dan langsung berdiri dari kursi dengan keringat dingin membasahi keningnya.

“Aku bersumpah, pak! Aku tidak bohong!” Seru Ali menjelaskan.

“Tidak, bukan itu. Aku percaya kau hanya warga sipil biasa. Namun bukan itu yang membuatku bingung.” Gilbert membalas respons panik Ali dengan tenang.

“Ka... Kalau begitu? Apa yang janggal, pak?”

“Ada 4 hal yang mengganjal.”

Ali menelan ludahnya seraya mendengarkan.

“Yang pertama, kau bilang kubah pelindungnya bocor, tapi ukuran meteor itu bahkan tidak lebih besar dari meteor pada umumnya, bahkan radiasinya pun sama kuatnya, asistenku dan para tim nya telah memastikan itu.”

Mata Ali melebar seketika, “Kubahnya melemah karena sabotase!”

“Yang kedua,” Gilbert melanjutkan, “Pintu kontrakanmu dan juga tetanggamu terbuka, tapi tidak rusak. Bagaimana bisa?”

Di saat itulah Ali kembali tersadar jika ia bertemu placula yang memiliki tangan bagaikan tombak tajam, kenapa semua pintu tertutup rapi saat ia datang?

“Yang ketiga, kau membunuh placula uranus dan mengambil inti kristal di jantungnya. Namun, kami tidak menemukan mayatnya.”

Bulu kuduk Ali berdiri seketika. “Bapak yakin? Kontrakanku berada di –”

“Sudah aku periksa sendiri,” sergah Gilbert memandang tajam tanpa berkedip, “Sesuai protokol standar, placula uranus harus ditandai terlebih dahulu oleh PNS setingkat PNS burung hantu perunggu dan pasukan khusus yang ia pimpin. Namun karena situasi kali ini berbeda, aku sendiri yang mencari keberadaannya.”

Gilbert menghela napas berat kemudian berdiri. “Apa pun yang kita hadapi, aku ragu kalau itu hanya ada satu orang, apa pun itu, aku ragu itu adalah hal yang kecil. Dan kau, anak muda.” Gilbert menunjuk Ali. “Kau mungkin punya hubungan dengan kejadian ini, secara langsung ataupun tidak langsung.”

“Tapi aku sungguh hanya warga sipil biasa, pak. Aku bersumpah.”

“Oh kau berani bersumpah?” tanya seseorang yang berdiri tepat di belakang Ali dan mengejutkan pemuda itu hingga ia melompat mundur sekitar 2 meter jauhnya.

“Apa kau sudah merekam semuanya, Ratna?” tanya Gilbert pada wanita yang mengejutkan Ali.

Tingginya hanya 156 cm, tapi aura yang dipancarkan sungguh mematikan. Ia juga memakai zirah pelindung tapi bereda dengan para pasukan PNS yang memakai zirah uranus, zirah yang dikenakannya lebih mirip seragam tempur militer yang terbuat dari karbon padat.

Berwarna hitam dengan beberapa garis cahaya berwarna merah terbentang dari ujung leher ke ujung tangan, dan juga ujung kaki. Di pinggangnya tergantung sebuah pistol yang sangat futuristik dengan warna hitam polos dan garis merah bercahaya. Sangat berbeda dengan Pistol milik polisi yang sering ia lihat di dalam kota.

Seragam tempurnya terlihat ketat karena menampakkan lekuk tubuhnya. Memegang sebuah alat perekam di tangan kanan dan sebuah masker tempur di tangan kirinya. Wajah nya begitu ayu, setidaknya wanita itu pastilah berusia 19 atau 20 tahun. Rambut hitamnya yang sepinggang terurai mulus hingga membuat Ali terpaku. Namun, di balik keindahannya, pandangan membunuh di balik kacamata bundar itu bisa membuat laki-laki mana pun menjauh.

“Ratna, simpan rekaman itu, kita akan masukkan ke dalam laporan untuk rapat nanti,” perintah Gilbert berjalan santai menuju pintu keluar, atau mungkin lebih cocok disebut tirai.

“Aku belum mengakuinya, dia bisa saja berbohong, pak,” balas Ratna melirik Ali agak kesal.

“A... Anu... Dek Ratna.”

*Bruk!!!

Ratna langsung memukul dan mengunci tangan Ali yang tengkurap di lantai.

“Hentikan, maaf, ouch, tolong, kau mematahkan tanganku,” pinta Ali.

Ali terbaring dengan tangan kanannya yang terangkat ke belakang dan sikunya dikunci oleh Ratna yang mendudukinya.

“Kau harusnya menghormati yang lebih tua!” tegas Ratna.

“Tapi aku 25, memangnya berapa umurmu?”

Wajah Ratna memerah dan kerutan mulai tampak di dahinya, “Pangkatku lebih tinggi darimu, dasar warga sipil!”

*Krak!

Ratna membengkokkan tangan Ali ke arah yang salah dan membuat pemuda itu berteriak kencang.

“Jangan merengek, kau punya kekuatan regenerasi yang bisa menumbuhkan organ. Aku hanya mematahkan sikumu,” ujar Ratna yang bergegas berdiri kemudian berjalan menuju Gilbert yang hanya diam dengan mulut terbuka.

“Ouch, Ali, kau tidak apa?” tanya Gilbert merasakan nyeri di sikunya saat melihat Ratna menghukum Ali.

“Dia pantas mendapatkannya, dasar tidak sopan,” ketus Ratna dengan ekspresi wajah yang begitu datar.

“Aku tidak apa, pak.”

AAAAAAAA!!!! TANGANKU!!!” teriak Ali dalam pikirannya.

“Ikut aku, Ali.” Gilbert membuka tirai dan tampaklah sisa ruangan yang dibatasi oleh tirai.

Bangunan yang mereka tempati adalah gudang, tapi tidak ada satu pun barang atau kotak kargo, melainkan banyak warga yang terbaring dan terluka beserta beberapa pasukan PNS yang bertugas khusus sebagai paramedis.

Ada anak kecil yang tidur di samping ibunya yang sementara mendapat infus. Ada anak kecil yang sedih dan dihibur oleh seorang prajurit PNS. Ada pria 40 tahunan yang sekujur tubuhnya diperban. Ada wanita yang terbaring dengan alat bantu pernapasan. Bahkan ada pula orang yang kaki atau tangannya terputus.

“Begitu aku mendapat kabar kalau kota Palu telah ditembus, aku bergegas pergi,” ucap Gilbert melihat kondisi warga yang mengkhawatirkan. “Banyak warga yang tidak sempat diselamatkan dan banyak prajurit PNS yang mati sebelum aku sampai.”

Ketika mendengar itu, Ali teringat pengalamannya semalam yang membuatnya mati kutu ketika melihat placula membantai warga dan para merpati putih.

“Namun, kalian tidak perlu khawatir lagi.” Gilbert melangkahkan kakinya ke luar  gudang tersebut dan disambut oleh mentari pagi dan banyak pasukan yang berdiri di hadapannya.

Ali yang berdiri di belakang Gilbert hanya bisa diam dan merinding. Ia belum pernah melihat prajurit PNS sebanyak itu dalam hidupnya. Setidaknya jumlah mereka sekitar 300 orang PNS gagak merah dan bahkan ada satu lagi pasukan yang memakai seragam tempur yang sama dengan Ratna, jumlah mereka setidaknya sekitar 200 orang.

Berdiri berbaris di hadapan Gilbert,  6 PNS burung hantu perunggu memberi hormat pada Pria berpangkat PNS rajawali perak ini.

“Para prajuritku, aku paham kalian lelah, aku paham kalian sedih. Para monster itu menghancurkan kota dan merebut apa yang kalian lindungi selama ini. Keluarga, kerabat, teman, atau mungkin kekasih. Namun aku meminta untuk menelan air mata itu dan bergabung denganku. Bantu aku, bantu aku merebut kembali kota Palu yang kita cintai ini!”

Semua orang berteriak kencang.

“IKUT AKU!” Gilbert melompat maju diikuti oleh pasukan gagak merah yang berlari di belakang nya.

Sementara Gilbert memimpin penyerangan, para pasukan berseragam tempur menjaga wilayah tersebut, termasuk Ratna.

“Meski ini agak terlambat untuk ditanyakan, kenapa Pak Gilbert tidak membersihkan para placula saat mencari placula uranus?”

Ratna menendang perut Ali, “Dasar tidak sopan, panggil ia Sang rajawali perak.”

Ali meringkuk kesakitan memegangi perutnya, “Yes Ma’am.”

“Apa kau tahu kenapa selalu ada satu placula uranus ketika mereka datang?”

“E... Entahlah, karena dia yang paling besar?”

“Karena dia adalah pemimpinnya. Placula bergerak bagai prajurit, meski hanya satu jenis tiap sekali kedatangan, mereka bergerak begitu terorganisir.”

“Lalu?”

“Kalau kau benar-benar jujur berkata bahwa kau membunuh placula uranus. Apa yang terjadi dengan sisanya?”

“Mereka akan tersebar?”

“Tepat sekali.”

“Tunggu dulu, apa yang ingin kau coba katakan?”

“Bapak Rajawali perak tidak mencari ke segala arah, ia hanya mencari pasukan utama.”

“Apa maksudnya pasukan utama? Tidak ada pasukan kalau pemimpinnya...”

Saat itulah Ali tersadar akan sesuatu yang mengerikan. Mengingat kembali perkataan Gilbert tentang kumpulan orang yang melakukan sabotase.

“Mereka bergerak terarah, mereka terbagi atas beberapa pasukan placula,” sambung Ratna.

“Tapi itu mustahil karena aku membunuh placula uranus itu sendiri, ini buktinya,” Ali menunjukkan kristal biru bercahaya di dadanya.

“Kalau begitu, siapa yang memimpin mereka jika placula uranus itu telah mati?”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top