Bab 03. Harus Hidup!
Udara terasa hangat dan pengap. Tentu saja terasa seperti itu mengingat dirinya hanya bisa melihat dinding kenyal berwarna merah muda yang terus berkontraksi dan mengeluarkan cairan hijau. Mendongak ke atas, sama saja, tempat itu terasa seperti kubah raksasa seluas 25 meter.
Tepat di atas kepala Ali, sebuah lubang besar dengan radius 1 meter menutup dan terbuka tiap beberapa detik berselang.
Mungkin keadaan bisa dikatakan beruntung karena ia tidak kehilangan satu pun anggota tubuh dan kini duduk di atas puing bangunan yang mencegahnya tenggelam dalam danau cairan asam yang berwarna hijau terang.
"Cepat atau lambat, cairan lambung ini akan mengikis semua termasuk pijakanku." Ali bermonolog sambil sedikit terkekeh.
Ini tidak lucu, tidak ada satu pun hal yang lucu, tapi dia tertawa karena dia sadar ajalnya sudah di depan mata dan tidak ada satu pun hal yang bisa ia lakukan. Sepertinya rasa putus asa telah menggerogoti kewarasannya dan kini ia hanya tertawa sambil memperhatikan langit-langit lambung placula.
Asam lambung semakin mengikis tempat berpijak Ali dan pria ini hanya sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ia melihat asam lambung yang semakin mendekat dan jantungnya tiba-tiba memacu cepat. Ali sudah menerima nasibnya tapi kenapa adrenalin malah muncul di saat seperti ini?
Napasnya berat dan ia ingin mencoba sesuatu. Pria ini mencelupkan salah satu jarinya ke cairan asam lambung dan permukaan kulitnya perlahan terkikis, ia segera menarik tangannya dan kini tangannya meregenerasi sendiri.
Jantungnya semakin berdetak cepat. "Apa aku sungguh bisa melakukannya?" Ia melihat ke arah dinding lambung terdekat yang berjarak hanya 6 meter saja.
Apa aku harus menerima kematianku? Kemungkinannya ada di depan. Apa aku harus pasrah sekarang? Atau aku harus melawan takdirku?
Ali memegang dadanya yang sesak. Selama hidupnya, ia hanya mengikuti prosedur yang ada dan menjadi masyarakat yang patuh dan baik. Bahkan di dunia yang kacau dengan kekuatan super dan monster, ia selalu menjadi karakter figuran yang jauh dari bahaya. Namun hari ini, ia berhasil melawan satu placula, masih selamat setelah tertelan dan masih melihat kemungkinan hidup bahkan di saat jalan buntu terpampang jelas.
Tidak, aku tidak ingin mati. Aku belum ingin mati. Aku bisa melawan placula kecil itu, apa lagi yang kutakutkan sekarang?
Begitulah pikir Ali mengumpulkan keberanian.
Ali mengambil pipa besi sepanjang satu meter yang berujung runcing dan langsung menceburkan diri ke cairan asam.
Seluruh pakaiannya perlahan terkikis dan begitu pula kulitnya. Matanya membelalak dan rasanya sangat menusuk, seakan teriris puluhan silet bersamaan.
Tubuhnya dalam keadaan konstan terkikis dan teregenerasi, ia tidak langsung mati tapi rasa sakitnya menjalar hingga ke atas kepalanya.
Jantungnya masih berdebar, napasnya tidak karuan, tubuhnya tersiksa, tapi ia tidak mati. Ia tidak mati.
Hanya itu yang perlu ia ketahui.
Ali berenang menuju pinggir lambung. Permukaannya sungguh seperti yang terlihat, kenyal dan licin.
Tanpa berpikir lagi, Ali menancapkan pipa besinya. Namun dinding lambung itu tidak sobek dan hanya meregang layaknya karet.
Napas Ali sempat tertahan sedetik dan merasakan kakinya seakan terbakar. Tubuhnya tidak meregenerasi cukup cepat dan ia bisa melihat serat otot kakinya yang terus bergerak agar tetap mengambang.
"Ya Allah, apa yang harus-"
Ali melihat ujung lain dari pipa yang juga tajam dan hanya bisa menelan ludah.
"BISMILLAH!" Ali mendorong pipa besi tadi lalu menancapkan telapak tangannya di ujung lain pipa.
Pipa besi itu menyentuh tulang Ali secara langsung tapi ia berhasil mendapat posisi yang sempurna untuk memegang pipa besi tersebut.
Darah mengalir dan rasanya terlalu sakit apalagi dengan sensasi terbakar di tubuh bagian bawahnya, tapi luka itu perlahan menutup karena kemampuan regenerasinya.
"TERBUKA!" Ali mendorong paksa dengan sepenuh kekuatan, ia bisa merasakan sendi di pergelangan tangannya sedikit bergeser karena tekanan yang diberikan, tapi ia tidak peduli.
*Jrash!
Pipa besi berhasil menyobek dinding lambung. Ali terus mendorong hingga seluruh tangannya menembus dinding lambung.
Seluruh lambung tiba-tiba berguncang. Rasa sakitnya pasti membuat si placula panik. Pria itu memperbesar sobekan dan lambung semakin berguncang. Memang sulit dan masih seperti menyobek karet, tapi setidaknya lebih mudah menyobek karet yang telah berlubang.
*jrash!
Setelah usaha beberapa menit, lubang kecil kini menjadi lubang selebar satu meter dan di saat yang sama pula seluruh lambung berguncang hebat hingga melempar Ali keluar melalui lubang yang ia buat.
Berpindah dari lambung, kini ia diapit oleh organ dalam lainnya, ia tidak tahu berada di mana tapi sepertinya ia berada di antara lambung dan paru-paru.
Cairan asam mengalir deras melalui lubang tadi dan seluruh tubuh placula bergoyang tak karuan.
Kaki Ali yang tadinya terkelupas kini meregenerasi sedikit demi sedikit. Tubuhnya terapit organ raksasa dan rasanya cukup panas.
Ia menggeliat mencari ruang kosong lalu tiba-tiba melihat sumber cahaya. Ia menggeliat menuju sumber cahaya itu dan mendapati sebuah jantung seukuran mobil.
Memompa darah layaknya cara kerja jantung pada umumnya tapi bukan hanya itu yang ia lihat, jantung itu diselimuti akar serabut berwarna biru menyala.
"Tidak mungkin, kristal angkasa organik?!" Ali tidak percaya hal yang dilihatnya. Sebuah kristal biru terang seukuran kepalan tangan yang menyatu dengan jantung placula.
"Jika itu kristal angkasa organik, berarti aku berada dalam placula kelas Uranus," gumamnya masih terkejut.
Kini ia berada dalam keadaan utuh setelah proses regenerasi kembali akibat perjuangannya keluar dari lambung.
"Welp, aku sudah sejauh ini. Why not?"
Ali merangkak menuju jantung besar itu kemudian seluruh tubuh placula bergoyang hebat seakan makhluk raksasa itu sedang sekarat. Pria ini bergegas menarik paksa kristal tadi tapi kristal itu menempel kuat, ia menarik dengan kedua tangan dan bahkan meletakkan kedua kalinya di permukaan jantung sebagai pijakan.
Tarik, tarik, dan terus menarik.
*Jrash!
Kristal itu terlepas dan jantung besar itu sobek. Aliran darah menyembur hebat dan si placula bergerak tidak karuan. Namun bukan itu yang membuatnya terkejut melainkan kristal yang tadinya ia tarik kini malah menempel di dadanya.
Kristal tadi langsung menyebarkan akar-akarnya yang berwarna biru terang dan menyatu dengan tubuh Ali.
Ia langsung terduduk dan dadanya sesak. Meski ia tahu bahwa para sentinel menggunakan kristal angkasa organik untuk berubah, tapi ini pertama kalinya ia melihat kristal sebesar kepalan tangan yang merekat pada tubuh seseorang.
Dadanya panas, sakit, dan jantungnya seakan ditusuk paku tembok seukuran jempol kaki. Mulutnya berbusa, pandangan menghitam, keringat mengucur deras.
Cairan hijau keluar dari pori-pori tubuhnya, menyelimutinya lalu mengeras.
20 menit penuh rasa sakit telah berlalu, kini ia tidak merasakan apa pun. Si placula tidak lagi meronta dan ia telah mengenakan zirah hijau gelap.
Tidak sama seperti para pasukan merpati putih yang memiliki zirah putih halus mengkilap, bentuknya lebih kasar layaknya manusia bersisik dan ia bahkan memiliki dua tentakel hijau di punggungnya yang bergerak-gerak.
"Eh?!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top