The Old King
"Saya menghadap pada Yang Mulia Raja, Sang Matahari Kerajaan." Aneisha membungkuk hormat, membuat rambutnya yang berwarna perak mengikuti alunan kepalanya.
Asher—Sang Raja yang dihormati—menghela napasnya lelah. "Jadi, bagaimana dengan 'penglihatanmu', Saintess?"
Raut wajah Aneisha langsung berubah drastis. Ia tahu untuk apa ia dipanggil menghadap Asher setiap harinya, seperti sekarang ini. Padahal berita yang ia bawa tetaplah sama dan tidak berubah sama sekali.
"Ma-maafkan saya, Yang Mulia. 'Penglihatan' saya ... masih tertutup sampai saat ini. Walaupun begitu, saya selalu berdoa kepada ke-7 dewi untuk segera memberkati kekaisaran," jawabnya dengan sedikit gugup.
Mendengar kalimat yang sama setiap harinya, membuat Asher spontan memijat pelipisnya sendiri dengan tangannya yang sudah keriput. Lelah memikirkan tentang "penglihatan" yang menentukan masa depan kekaisaran yang ia pimpin saat ini.
Asher de Orville, raja ke-124 di Kerajaan Granville. Raja yang memimpin dalam waktu paling lama dalam sejarah. Usianya saat ini sudah mencapai angka 89 tahun. Musim kemarau yang akan datang usianya genap menjadi 90 tahun. Rambutnya yang panjang bergelombang menutupi kedua sisi wajahnya. Rambut putih dan kulit yang sudah tak mulus lagi, membuatnya tak bisa menghindari fakta akan usianya.
Namun, itulah yang selalu menjadi mimpi buruk bagi Asher setiap malamnya. Bukan, tapi setiap saat. Ia selalu menunggu kehadiran penerus takhtanya yang ke-25. Dan belum muncul sampai saat ini.
Mengangkat raja selanjutnya bukanlah melalui garis keturunan sang raja terdahulu. Melainkan orang yang diberkati oleh 7 dewi. Dan bagaimana cara untuk mengetahui si penerus itu?
Bagian itu adalah pekerjaan milik Aneisha, sebagai Saintess di Kerajaan Granville. Dengan "penglihatannya", ia akan mengetahui raja selanjutnya melalui mimpi.
Namun kabar tersebut belum terdengar di telinga Asher hingga saat ini. Yang membuatnya terpaksa menyandang gelar terhormat ini hingga usia tuanya yang sekarang. Padahal Asher sudah membayangkan kehidupan damainya di usia tua seperti para raja terdahulunya.
"Yang Mulia Raja, saya mengerti perasaan Anda. Namun, Saintess Aneisha harus segera kembali ke kuil untuk acara pengobatan rutin." Suara Cleo menginterupsi, membuyarkan segala kegelisahan Asher. Cleo adalah asisten kepercayaannya selama dua tahun ini. Sebelumnya Davin—ayah Cleo yang sudah meninggal dunia—yang memikul tanggung jawab terhormat itu.
Asher menatap Aneisha yang masih setia berdiri dan menunggu titah darinya. Saintess Aneisha terkenal sebagai saintess paling murni dari para saintess lainnya di kuil. Hal itu dikarenakan ia telah diberkati oleh para dewi sejak umur 7 tahun. Membuatnya mengabdi sepenuhnya di Kuil Cahaya, dan ahli dalam pengobatan lebih daripada siapapun. Ia juga yang hanya dapat menggunakan "penglihatan" untuk mencari tahu siapa penerus takhta selanjutnya.
Asher merasakan tenggorokannya terasa gatal untuk sesaat, yang membuatnya batuk beberapa kali. Tangannya langsung bergerak menutupi mulutnya. Dan saat ia menariknya kembali, bercak darah telah muncul di sana.
Aneisha dan Cleo seketika terkejut dan menghampiri Asher di kursi singgasananya. Namun, Asher langsung mengangkat tangan kanannya, memberi isyarat kepada Cleo dan Aneisha untuk tidak khawatir.
"Kemarikan tangan Anda, Yang Mulia. Saya akan meredakan rasa sakitnya." Asher mengulurkan tangannya yang dipenuhi bercak darah kepada Aneisha. "Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia," ujar Aneisha, memegang telapak tangan Asher yang keriput dengan hati-hati. Seperti biasanya, saintess berambut perak itu akan mengurangi rasa sakit yang diderita Asher untuk sesaat.
Hanya sesaat.
Dikarenakan Asher mengidap penyakit langka yang disebarkan oleh para penyihir kegelapan pada masa raja yang pertama. Di dunia ini, hanya sebagian orang yang dapat menggunakan sihir karena mana miliknya yang berkapasitas lebih. Sedangkan sebagiannya tidak memenuhi syarat untuk menggunakan sihir. Sehingga, bagi mereka yang dapat menggunakannya disebut "penyihir" dan akan dilatih di Menara Penyihir.
Namun, dahulunya sebelum dibangun Menara Penyihir oleh Kesatuan Penyihir Cahaya di kerajaan. Ada beberapa penyihir yang menyalahgunakan kekuatan sihir mereka dan menciptakan penyakit. Sampai saat ini penyakit itu masih ada, tapi hanya beberapa orang yang terkena.
Jika seseorang terkena penyakit ini, maka energi mereka semakin hari semakin menurun dan kemudian tubuh mereka hanya akan terlihat bagaikan tulang-belulang yang dilapisi kulit tipis. Obat untuk penyakit ini masih belum ditemukan dan diteliti oleh para Penyihir Cahaya.
Asher mengidap penyakit tersebut saat menyandang gelar raja. Tepat setelah 10 tahun ia memimpin kerajaan. Dan tak ada yang tahu bagaimana Asher dapat mengidap penyakit tersebut. Hanya saja, karena ia adalah orang yang diberkati oleh para dewi. Maka ia bisa bertahan sampai sekarang. Walaupun memang, ia sudah tak bisa lagi memegang pedangnya—yang mana pada usia mudanya menjadi salah satu kesukaannya.
Di tengah-tengah pengobatannya itu, Asher tersenyum smirk. "Apakah penerusku itu masih berusia belasan tahun saat ini? Mengapa ia tak muncul juga di dalam mimpimu," kata Asher tiba-tiba bersuara, membuat Aneisha dan Cleo tertegun untuk sesaat.
"Yang Mulia, saya yakin sebentar lagi penerus yang Anda cari tersebut akan muncul. Jadi saya mohon, Anda harus tetap bertahan," jawab Cleo dengan raut wajah khawatir. Bagi pemuda itu, Asher sudah seperti ayahnya sendiri. Sudah sedari kecil ia bertemu dengan Asher dan terkadang bermain di kala senggang. Ia juga mengabdi pada Asher untuk melanjutkan pengabdian Davin sebelumnya.
"Berapa ... lama lagi aku harus menunggu? Sudah berapa umurku saat ini? Aku bahkan tak mengingatnya. Aku takut jika nanti para bangsawan maupun rakyat biasa membuat rumor yang buruk dan memperburuk situasi dalam kerajaan." Di tengah-tengah kalimatnya, ia menutup kembali mulutnya dengan tangan kiri. Lalu batuk dan meninggalkan bercak darah kembali.
Melihat Asher yang kembali batuk darah, membuat Aneisha mengeluarkan kekuatan pengobatannya sekali lagi untuk meringankan rasa sakit Asher saat ini. Aneisha tahu, bahwa yang ia lakukan saat ini tak ada gunanya. Penyakit itu tetap akan menyiksa Asher setiap harinya. Tapi setidaknya biarkan Asher tak merasakan sakitnya untuk sesaat.
"Maaf menyela Anda, Yang Mulia. Saya mungkin tak dapat membantu banyak. Namun, lebih baik Anda mengkhawatirkan diri Anda sendiri terlebih dahulu. Saya akan selalu berada di pihak Anda, Yang Mulia." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Aneisha menarik kedua tangannya, berjalan beberapa langkah ke belakang dengan penuh hormat.
"Saintess Aneisha benar, Yang Mulia. Anda tidak sendirian. Lagipula, jika Anda bangkit kembali, maka tak ada yang perlu Anda khawatirkan tentang para bangsawan," sahut Cleo dengan mantap, berusaha membuat Asher merasa bangkit kembali dari keputusasaannya.
Asher tak memiliki keluarga. Sebelum dilantik jadi raja, ia hanyalah seorang ksatria kerajaan yang diasuh oleh para santai di Kuil Cahaya. Ayah dan ibunya tak diketahui. Dan kekasihnya meninggal karena penyakit sebelum ia menikahinya. Setelah itu Asher tak mendambakan wanita lainnya, hingga ia menginjak usia tua. Tak ada hal lain yang bisa Cleo lakukan selain terus mendukungnya saat ini.
Asher mencerna semua perkataan tadi dengan baik. Selama ini ia selalu mengira bahwa ia akan hidup abadi,saking putus asanya dengan ketidakmunculan raja selanjutnya. Ia pikir bahwa para dewi memberkatinya terlalu berlebihan, hingga ia akan hidup abadi. Itu alasan yang masuk akal sejauh ini baginya. Namun setelah semua yang dipikirkannya, tak ada salahnya untuk kembali berharap dan percaya.
Kemudian Asher tertawa pelan, disertai suara serak yang terdengar di indera pendengaran Cleo dan Aneisha. Mereka terkejut melihat Asher yang tiba-tiba tertawa. Terlebih, sudah lama mereka tak melihat raja mereka tertawa lagi.
"Baiklah, kalian benar. Setidaknya, jika aku tiada, masih ada kalian yang mengurus kerajaan ini," ucap Asher, yang masih terselip tawa pelan di antara kalimatnya tadi.
"Suatu kehormatan bagi kami menerima pesan dari Anda, Yang Mulia." Cleo dan Aneisha menyahut secara bersamaan. Berusaha untuk tetap membungkuk dengan hormat, walaupun hati mereka gentar dengan pesan singkat dari Asher.
.・゜゜・
Kicauan burung di pagi hari terdengar saling bersahutan. Bunga-bunga bermekaran di mana-mana, menambah keindahan di sekitar. Tak terkecuali istana kerajaan yang selalu merawat tumbuhan-tumbuhannya dengan baik dan teratur oleh para pelayan.
Anehnya perasaan Asher tidak begitu baik pagi ini. Ia menatap langit dari balik jendela berukuran besar. Sinar mentari menyapa kulitnya yang terasa hangat dan lembut. Mungkin karena faktor usia, Asher merasa lebih nyaman bila terkena sinar matahari di pagi hari.
"Yang Mulia, sudah saatnya kita bertemu dengan Duke Gherwer. Saya dengar pasokan beras kali ini terjadi penurunan drastis. Saya takut bila di musim kemarau nanti rakyat akan dilanda kelaparan," ujar Cleo mengingatkan. Ia sudah berdiri di depan pintu ruangan.
Asher berbalik dengan pelan, matanya menangkap tumpukan kertas di atas meja di hadapannya. Tugasnya sebagai raja memang cukup sibuk. Ditambah usianya yang sudah tua, menghambatnya untuk bekerja dengan maksimal.
"Bagaimana dengan keadaan para ksatria kerajaan?"
"Mereka sedang dilatih di wilayah utara, wilayah milik Marquess Graham, Yang Mulia. Baru-baru ini para kemampuan para Ksatria diragukan oleh Marquess, sehingga beliau memberikan mereka pelatihan khusus mulai kemarin," jelas Cleo.
"Berarti hanya ada beberapa yang berjaga di sini?"
"Benar, Yang Mulia."
"Baiklah, Gherwer itu akan menyampaikan pidato panjang lagi jika aku datang terlambat." Asher terkekeh pelan lalu mulai melangkah menuju pintu ruangan.
Namun, saat Cleo menarik gagang pintu dan pintu itu terbuka, puluhan orang berdiri di sana. Semuanya berpakaian baja, menggenggam pedang dan perisai besi. Mereka adalah ksatria kerajaan. Asher tidak salah mengenali mereka dari simbol di baju armornya.
Asher dan Cleo terkejut melihat kedatangan tamu yang tak diundang tersebut. Untuk sesaat pikiran buruk melintas di kepala Asher tentang pasukan di hadapannya ini.
"Ada apa ini?!" tanya Asher dengan suaranya yang tinggi, tapi masih terdengar serak dari tenggorokannya.
"Yang Mulia Raja, maafkan saya. Tapi, kami semua datang untuk meminta Anda turun dari kepemimpinan Anda. Sudah saatnya Anda pensiun dan hidup dengan tenang tanpa memikirkan para rakyat," ucap Marquess Graham dengan senyum yang menyeringai. Di sebelahnya juga berdiri Duke Gherwer, orang yang akan ditemui Asher tadinya.
"Anda sadar dengan apa yang Anda lakukan saat ini, Tuan Duke dan Tuan Marquess?! Anda sedang melakukan pemberontakan kepada Yang Mulia Raja Asher!" teriak Cleo tiba-tiba, tangannya terkepal dengan erat. Ia tak menyangka akan maksud dari kedatangan mereka berdua dan pasukan kerajaan.
"Ternyata kalian bekerja sama, ya? Kau sampai membuat laporan palsu tentang keadaan ksatria kerajaan," kekeh Asher dengan sorot mata yang tenang.
Melihat raut wajahnya yang begitu santai, membuat dahi Gherwer berkerut. Ia pikir Asher akan terkejut dan memohon pada mereka berdua. "Kenapa kau begitu tenang, Raja?"
"Seolah-olah dia sudah pasrah akan kehidupannya. Berarti kau akan mengundurkan dirimu sendiri dengan baik-baik. Baguslah jika demikian," kata Graham berkomentar. Sejujurnya ia juga tak ingin jika harus terjadi pertumpahan darah di sini. Ia mengikuti rencana dari Gherwer dengan membawa sebagian pasukan kerajaan hanya untuk mengancam Asher. Tidak sampai melukainya.
"Tunggu, aku tak mengatakan hal itu. Kau ini seenaknya sendiri, Marquess. Sepertinya kalian tak diajari tata krama dengan benar. Beginikah para bangsawan yang terhormat itu?" Mendengarnya membuat Gherwer dan Graham menjadi emosi begitu saja.
"Aku tak akan membiarkan kerajaan ini berada di dalam genggaman tangan kalian berdua. Kalian pikir aku akan turun takhta begitu saja?!" teriak Asher, namun setelahnya ia kembali batuk dengan bercak-bercak darah yang ikut keluar dari mulutnya.
Melihat hal itu Gherwer tertawa lantang, lalu menyeringai. "Datang dari mana keberanianmu itu, Raja? Kau sudah tua, penyakitan, tak bisakah kau melihat itu?!"
"Jaga mulut Anda, Tuan Duke!" sela Cleo, tak tahan mendengar perkataan yang keluar dari mulut Gherwer.
"Aku tak peduli. Dia akan mati," ucap Gherwer, lalu menatap Graham. "Marquess, selesaikan ini dengan cepat. Dia ingin nyawanya berakhir di tangan kita hari ini."
Graham mengangguk, ia menarik pedang miliknya dan mengacungkannya ke leher Asher begitu saja. Cleo terkejut melihat hal itu. Ia ingin menolong Asher, tapi kemudian sadar bahwa ia tak akan menang melawan Graham yang menjadi pemimpin dari pasukan kerajaan selama ini.
Asher ingin melawan, bahkan bila ia harus bertarung melawan seluruh ksatria kerajaan sekalipun. Namun, ia hampir melupakan kenyataan bahwa ia sudah lama tidak mengangkat pedang. Jika ia mundur dengan cara yang baik, ia akan menyesali keputusannya itu. Lebih baik mati seperti ini, daripada dihantui penyesalan di sisa hidupnya.
"Bunuh saja aku. Aku tak sudi memberikannya dengan cuma-cuma kepada kalian berdua," ucap Asher dengan sorot mata yang tajam.
Graham diam, tak melanjutkan aksinya. Ia hanya berdiri mematung sekarang. Melihat hal itu, Gherwer yang geram langsung merebut pedang dari tangan Graham dan menebas kepala Asher begitu saja.
Tubuh Asher tumbang, bersamaan dengan cairan kental berwarna merah yang mulai mengalir dari lehernya. Kedua mata Cleo membesar, ia tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.
Asher telah tiada atas pemberontakan. Apakah ... ini adalah akhir dari berkah dewi kepada kerajaan ini?
"Yang Mulia Raja!!" teriak Aneisha yang tiba-tiba muncul dengan seorang pelayan. Air matanya terjatuh begitu saja setelah melihat kondisi Asher yang sudah tak bernyawa.
"Saya ... telah menemukan penerus Anda, Yang Mulia."
.・゜゜・
The End
By: KucingHitam03
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top