Bab 6
Elang sudah berlari secepat yang ia bisa namun terlambat. Nenek Yatri sudah tergeletak bersimbah darah karena tertembak oleh peluru panas. Harusnya Elang tak gegabah, menelpon ke rumah dan dengan bodohnya menghubungi Derrick melalui telpon rumahnya yang dapat disadap sewaktu-waktu.
"Nenek!!"
Teriakan histeris Kemuning menyadarkan Elang kalau dirinya tak sendiri.Kemuning ternyata mengikuti dirinya. Gadis 19 tahun itu shock saat melihat neneknya tergeletak tak sadarkan diri. Parahnya lagi mereka tak hanya berdua. Ada beberapa orang yang berpakaian serba hitam sedang mengepung kediaman Kemuning. Elang dengan cepat menarik tubuh Kemuning agar tak mendekat ke sana, menyembunyikan gadis itu di belakang tubuhnya.
"Wow, Elang Abimana ternyata masih hidup? Benar kata orang kalau kamu punya nyawa cadangan?" ucap seorang pria dengan codet di pipinya. Ia membawa sebuah shortgun, dan Elang tahu senjata api itu yang melukai nenek Kemuning.
"Iya ini aku!! Kau tak perlu membunuh orang tak berdosa untuk menemukanku, Alfonso." Orang yang di panggil dengan sebutan Alfonso itu malah tertawa menengadahkan wajahnya ke atas dengan congkak.
"Dia sudah terlalu tua untuk hidup, aku hanya membantunya agar cepat bertemu dengan Tuhan." Elang geram namun ia tak bisa gegabah. Apalagi kini ia juga bersama Kemuning.
"Kau yang membunuh nenekku? Bagaimana bisa kau melakukan itu pada nenekku? Apa salahnya?" Kemuning hendak mengamuk, menerjang ke arah Alfonso namun dengan siap Elang menahan pinggangnya.
Alfonso tertawa lebih keras dari pada tadi. "Dengar nona, di dunia kami. Nyawa seorang nenek tak ada harganya. Lagi pula kau harusnya berterima kasih padaku. Kau tak perlu mengurus nenek tua yang merepotkan itu."
"Baraninya kau berkata seperti itu pada nenekku!!" Kemuning yang sudah berderai air mata semakin sesak ketika tahu yang membuat neneknya celaka malah tak menyesal sama sekali. Ia geram, dengan kekuatannya ia menggerakkan ranting pohon untuk membelit orang kejam bernama Alfonso itu. "Apa kau masih menilai bahwa nyawa orang tak berharga?"
Alfonso terkejut, tubuhnya melayang terlilit dahan pohon. Ia jelas panik. Alfonso sadar kalau gadis yang bersama Elang itu punya kekuatan aneh. Tak mungkin pepohonan ini bisa bergerak sendiri.
"Bunuh mereka!!" Perintahnya ketakutan saat merasakan tenggorokannya sudah di rambati oleh ranting pohon yang siap mencekiknya.
Dorr... dorr... dorr...
Mendengar suara tembakan dengan cepat Elang membawa Kemuning lari. Ia sebisa mungkin melindungi Kemuning walau nyawanya nanti yang akan jadi taruhannya. Mereka berlari terus menerobos pepohonan dan semak belukar, beruntunglah mereka terlindungi dengan pekatnya malam dan rindangnya pohon di pinggir hutan.
Mereka menyembunyikan diri di balik pohon tentunya keduanya tak akan ketahuan karena Kemuning menyuruh sebuah pohon besar untuk melindungi mereka dari pandangan musuh.
"Dengar aku, kita sembunyi dulu. Mereka memiliki senjata api. Kita tak mungkin melawan dengan tangan kosong!!" Kemuning membekap mulutnya kuat-kuat. Ia masih mengingat bagaimana neneknya tergeletak berdarah-darah. Harusnya ia menyelamatkan neneknya dengan kekuatannya bukan malah kabur.
"Kita harus menyelamatkan nenek! Aku tak mau bersembunyi!!"
"Kita tidak bisa keluar, kita bisa mati Kemuning!!" Elang memutar otak, ia melihat orang-orang yang mencari mereka sedang waspada dan mulai menyalakan senter. Ia jadi punya sebuah ide. "Dengarkan aku, gunakan kekuatanmu untuk merebut senjata mereka dan aku akan mengambilnya supaya kita bisa cepat keluar dari sini, bisakan?" Kemuning mengangguk, ia menempelkan telapak tangannya. Ia lupa ajaran neneknya kalau kekuatannya tak boleh di gunakan untuk membunuh manusia. Ini hanya mengambil senjata tidak sampai mencelakakan mereka.
Dahan pohon yang kaku jadi lentur, mereka membelit dan mengikat salah satu orang jahat yang berada di dekat pohon. Membelit satu kakinya lalu mengikat mereka dengan posisi terbalik.
Melihat musuhnya sudah melayang-layang. Elang tak menyiakan Kesempatan ini untuk mendapatkan senjata api dengan mudah. Elang seorang penembak yang terlatih melumpuhkan empat orang dengan tembakannya perkara yang gampang Namun naas pelurunya harus habis padahal anak buah Alfonso masih ada yang mengejarnya.
"Menyerahlah!!" Seseorang menempelkan pistol tepat di belakang kepalanya. Elang sadar nyawanya akan segera tercabut. "Sebuah kehormatan bisa membunuh mafia hebat dan putra mahkota Montana."
Elang sudah pasrah jika nyawanya di cabut. Ia memejamkan mata siap untuk kehilangan nyawa.
Dorr....
Namun Elang tak merasakan apa pun, malah tubuh orang di belakangnya yang ambruk menimpa punggungnya.
"Untung aku tak terlambat!!"
"Derrick?"
"Hai brother... lama tak bertemu." Tanpa basa-basi, Derrick memeluk tubuh Elang namun dengan kasar Elang malah memukul pipinya dengan agak sedikit keras.
"Kau cerobohh!! Bagaimana Alfonso dengan anak buahnya bisa kemari?"
"Ada yang berkianat di dalam kelompok kita. Tapi tenang aku sudah memusnahkannya!"
Elang jadi teringat sesuatu, Kemuning yang masih bersembunyi di semak-semak yang sempat ia lupakan. Namun ketika Elang mencarinya, gadis itu tak ada.
"Kemana Kemuning?"
"Kau mencari siapa brother? Kemuning siapa?"
Menyadari kalau Kemuning mungkin dalam bahaya. Ia berlari dengan kencang kembali ke rumah nenek Yatri.
"Sialan!!" Derrick mengumpat, laju larinya tak sebanding dengan Elang. Ia kesal hanya karena orang asing ia di tinggal. Bahkan saat Derrick berhasil menolong Elang, kakak laki-lakinya itu mengucapkan terima kasih saja tidak.
Laju lari Elang semakin kencang ketika melihat kobaran api yang begitu besar. Ia hanya menduga, sialnya dugaannya tepat sasaran. Rumah nenek Yatri terbakar atau lebih tepatnya dibakar. Anak buah Alfonso memang keparat tak cukup membunuh saja, mereka juga merusak.
Mata Elang fokus ke Kemuning yang kini terduduk lesu sambil menangis histeris. "NENEK!!" Gadis itu melakukan sesuatu, ia mengucap mantra pendatang hujan namun hujan tak datang malah api itu semakin besar membakar rumahnya.
"Kemuning?"
"Aku mau menyelamatkan nenek!!" Tangan Elang berusaha menahan pinggangnya agar tidak berlari ke arah rumah yang telah di lalap si jago merah.
"Api itu semakin besar, jangan kesana!! Aku tak akan membiarkanmu ke sana!!"
"Tapi nenekku..." Kemuning tak bisa melanjutkan ucapannya. Ia terlalu shock, kehilangan satu-satunya anggota keluarganya, kehilangan satu-satunya yang ia punya. "Mereka belum cukup membunuh nenekku namun juga membakarnya!. Kemuning menangis histeris di dalam dekapan Elang. "Apa salah nenekku, sehingga mereka membunuhnya?"
Kemuning dan neneknya tak salah apa-apa. Mereka orang baik yang salah menolong orang. Elang di sini yang jahat, Elang yang bersalah. Mereka mengincar nyawa Elang. Mereka anak buah Issac Zeldan, seorang mafia tua yang menjadi rival abadi keluarga Montana.
"Maaf Kemuning, seharusnya aku bisa melindungi kalian!!"
Derrick datang terlambat, ia mendapati pemandangan yang membuatnya mengernyit heran. Elang memeluk gadis asing, siapakah gadis malang itu? Apa dia pemilik rumah yang terbakar ini. Namun saat ia akan menghampiri keduanya, seorang pria mendekat membisikkan sesuatu ke telinga Derrick.
"Brother, kita harus pergi dari sini. Alfonso selamat dan dia akan membawa lebih banyak anak buah untuk menangkapmu!!" Elang mendongak ketika mendengar suara Derrick. "Aku heran Alfonso harusnya kabur saja malah kembali dengan banyak anak buahnya. Apa dia tak sayang nyawa?"
Elang sadar sesuatu, Alfonso tak hanya menginginkannya namun juga Kemuning. Tangan kanan Issac itu pasti telah menyadari kekuatan Kemuning. Kalau begitu keadaannya berarti ia tak bisa meninggalkan Kemuning sendirian.
"Aku akan pergi tapi Kemuning juga akan ikut denganku." Mata Kemuning mengerjab-ngerjab tak percaya. Elang akan membawanya juga tapi kenapa?
"Tidak bisa ini rumahku, takdirku ada di hutan. Aku tak bisa meninggalkan tempat ini!!"
"Jangan keras kepala, kau dalam bahaya. Kemungkinan Alfonso juga mengincarmu!!" ucap Elang agak meninggikan suara. "Dan aku tak bisa menjagamu kalau kamu berada di sini." imbuhnya lirih. Elang kehilangan nenek Yatri jangan sampai Kemuning juga dicelakai.
"Aku bisa di berlindung di dalam hutan rumah keduaku. Aku akan baik-baik saja."
"Aku tak bisa mengambil resiko kehilanganmu. Ikutlah denganku, aku janji kau akan kembali ke sini kalau keadaan sudah aman." Tangan Elang terulur, mengajak Kemuning untuk ikut dengannya.
Kemuning masih meragu, Ia baru saja melihat neneknya yang tergeletak tak bernyawa di hadapannya, ia juga hampir mati, kini rumahnya yang ia tinggali dari lahir hangus terbakar. Harusnya Kemuning marah pada Elang yang menjadi panyebab nasib tragis terjadi padanya namun ia tak bisa marah. Elang satu-satunya orang yang peduli dan akan melindunginya.
"Aku akan ikut denganmu, namun setelah semua aman. Tolong kembalikan aku ke rumahku." Kemuning menerima uluran tangan Elang.
Sedang Derrick hanya geleng-geleng kepala melihat drama di depannya. Elang membawa pulang gadis hutan ini ke rumah. Seru jika Sabrina akan melihatnya nanti. Pasti adik manjanya itu akan sangat murka.
🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲🌲
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top