Bab 11
"APA??" Teriak marah Elang yang sedang mengangkat telepon dari seseorang. Derrick yang sedang mengecek kelengkapan gudang senjata menyatukan alis. Ada apa gerangan, apa yang membuat ketuanya marah? Apa ada pengiriman narkoba yang di endus polisi. Tak mungkin, mereka telah menyuap aparat dengan bayaran yang amat tinggi.
"Bagaimana bisa terjadi?" Elang menyugar rambutnya frustasi. "Jangan menangis, tenanglah aku akan ke sana!!" Siapa yang menangis? Anak buahnya tak mungkin menangis karena mereka semua laki-laki.
"Ada apa?" tanya Derrick ketika tahu Elang menyimpan ponselnya.
"Anak buah klan Zeldan berhasil menangkap Kemuning." Kemarahan jelas nampak di wajah Elang yang kusut.
"Aku sudah bilang, kita harus hati-hati!!" Elang tak pernah se khawatir ini, ia menendang beberapa keranjang balok kayu yang ada di depannya.
"Mereka kenapa mengincar Kemuning, kenapa??" tanyanya geram.
"Aku tidak tahu, kau mungkin tahu jawabannya." Elang tahu ini ada hubungannya dengan kekuatan Kemuning yang istimewa. Klan Zeldan mengincarnya. Apa keberadaan penyihir Helga saja tak cukup. "Lalu bagaimana Sabrina? Bukannya dia bersama dengan Kemuning?"
"Dia selamat, dia yang tadi meneleponku." Elang tak berbicara lagi, ia memilih berjalan menuju pintu keluar gudang senjata. Derrick hanya bisa mengikutinya dari belakang. Ia hapal Elang saat ini tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ketua klannya ini tengah kalut karena Kemuning menghilang.
🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇🍇
"Dia cantik 'kan ibu?" tanya seorang laki-laki tampan kepada ibunya yang sedang meracik obat-obatan. Wanita paruh baya itu malas menanggapi anak laki-lakinya yang malah pulang membawa perempuan asing.
"Esha, jangan kamu pandangi terus wajahnya. Dia pingsan lama sekali, ini sudah hampir 12 jam."
"Ibu... tadi kan aku sudah cerita. Perempuan itu yang telah menolongku." Untuk kesekian kalinya ibu Esa hanya memutar bola matanya dengan malas. Berpuluh-puluh kali Esa selalu memanggil gadis ini dengan nama dewi penolong. Putranya sangat menyukai gadis asing itu hingga mengarang cerita tak masuk di akal.
"Iya, mau kena luka tembak dan gadis ini menutup lukamu dengan sihir?" Ibu Esa jengah, putranya memang kadang menipunya namun kali ini Esa terlalu berlebihan mengarang cerita.
"Aku tidak berbohong, yang aku ceritakan sungguh-sungguh!" Esa membantah tak terima.
"Siapa yang bilang kau berbohong. Dengar Esa, kau terlalu menyukai gadis ini. Bukannya ibu tak suka hanya kita tak tahu asal usulnya dari mana." Esa berdiri, ia tak duduk lagi di sisi Kemuning. Ia menghampiri ibunya dan memilih memeluk wanita paruh baya itu dari samping.
"Dia wanita baik, dia dewi penolongku." Ibu Esa hanya diam, bahunya melorot putus asa. Pekerjaan Esa memang pembuat komik namun jangan sampai dunia khayalan dicampur aduk dengan kenyataan.
"Terserah namun jika ada yang mencari gadis ini. Aku akan mengembalikannya!!"
"Ibu..."
Pembicaraan mereka harus terhenti tatkala mendengar suara lenguhan yang berasal dari gadis asing yang baru saja Esa bawa pulang. Esa yang sudah menunggu kesadaran Kemuning sejak berjam-jam lalu, langsung mengambil posisi di samping Kemuning lagi.
"Aku dimana?" Pertanyaan pertama yang Kemuning lontarkan ketika terjaga. Esa jadi semakin terpesona ketika melihat mata Kemuning yang indah dan bewarna coklat terang kehijauan.
"Tenang saja, kau di tempat aman." Kemuning mengamati seorang laki-laki yang kini ada di hadapannya. Ia agak lama mengingatnya kemudian baru sadar dan ingat sesuatu.
"Kau yang menolongku dari penjahat tadi bukan?" Esa tersenyum cerah, gadis ingat dirinya.
"Iya itu aku, kau ingat?"
"Bagaimana aku bisa lupa, terima kasih." Kemuning berkata tulus. Esa semakin terpesona dengan sosok gadis yang ada di depannya ini.
"Aku yang harusnya berterima kasih. Karena kekuatanmu, nyawaku tertolong." Kemuning ceroboh menunjukkan kekuatannya pada orang lain. Ia tak ingat pesan sang nenek, jika harus hati-hati menggunakan kemampuan penyembuhnya. Nasi telah jadi bubur, tak ada gunanya menyangkal. Kemuning ada di mana saja tak tahu, yang ia pahami laki-laki di depannya ini adalah orang baik.
"Ehm... ehm.... maaf sekali menggangu kalian ngobrol." Seorang wanita paruh baya berdandan ala wanita gipsi datang dengan membawa nampan makanan.
"Oh ini ibuku, kenalkan namanya Tara panggil saja dia Madam Tara lalu namamu siapa?" tanya Esa bingung karena sejujurnya mereka belum berkenalan.
"Namaku Kemuning, kamu siapa?"
Esa menepuk jidatnya sendiri karena lalai menyebutkan namanya terlebih dahulu. "Namaku Ganesa panggil saja Esa."
"Kau berasal dari mana? Apa kau punya keluarga yang bisa aku hubungi?" tanya Tara tiba-tiba. Begitu Kemuning terjaga, Tara merasakan sebuah aura yang sangat kuat sekali. Ia mulai percaya dengan kata Esa kalau gadis di depannya ini punya kekuatan yang istimewa.
"Aku sebenarnya sampai ke kota ini karena dibawa temanku," jawabnya jujur.
"Siapa nama temanmu? Dimana alamatnya?" tanya Tara lagi lebih detail.
"Elang Abimana, tapi aku tak tahu alamat lengkapnya dimana?" Tara tak bertanya lagi. Ia kini malah mengambil semangkok makanan yang telah di siapkannya.
"Makanlah, kau pasti lapar setelah pingsan hampir 12 jam." Kemuning mengangguk lalu menerima mangkok yang ibu Esa sodorkan. Sejujurnya ia sangat lapar, mengeluarkan tenaga penyembuh butuh tenaga ekstra. "Beristirahatlah yang cukup."
"Mau ku suapi?" Tawar Esa namun ia merasakan jika satu lengannya sudah di tarik oleh ibunya untuk keluar. Kemuning yang melihatnya hanya tersenyum geli namun ketika dua orang itu tak terlihat lagi tanpa malu-malu ia langsung melahap makanannya.
"Kau sudah tahu nama temannya sekarang cari dia, Alamat rumahnya dimana." Esa tentu tak mau Kemuning di kembalikan ke keluarganya.
"Elang Abimana, banyak yang namanya seperti itu ibu. Aku mau cari kemana? Jaman sekarang sudah tak ada buku telepon sehingga kita mudah menemukan orang!!" Sanggahnya beralasan. "Lagi pula biarkan gadis itu di sini, siapa tahu dia bermanfaat menambah pelanggan stan peramal ibu."
Tara menyatukan tangannya di depan dada. Ia memang bekerja sebagai cenayang, tapi jika memanfaatkan orang lain ia tak mau.
"Cari keluarganya, ini perintah!!"
Tara siap mengambil sapu namun Esa segera lari terbirit-birit ketika ibunya mulai murka.
🌳🌳🌳🌳🌳🌳🌳👼👼👼👼
"Kakak!!" Sabrina yang di jemput Elang dan Derrick hanya bisa menangis. Berhambur memeluk Elang dengan erat.
"Aku takut, kami sama-sama berlari tapi akhirnya terpisah." Elang menumpukan dagunya pada kepala Sabrina lalu mengelus punggungnya dengan lembut.
"Tenanglah, kau selamat sekarang!!"
"Lalu Kemuning?" tanya Derrick heran. "Apa benar dia tertangkap?"
"Aku tak tahu, para penjahat itu mungkin menangkapnya," jawab Sabrina sambil menangis histeris. Tak di sangka atau di duga. Elang malah melepas pelukannya sehingga Sabrina merasa kehilangan.
"Kau kenal siapa mereka? Kau mengenali orang yang telah mencelakakan kalian?" Sabrina tak tahu apa yang merasuki diri Elang. Cengkraman lelaki itu pada lengannya begitu kencang dan sakit. "Kau kenal?"
"Aku tidak tahu dan tak kenal siapa mereka." Sabrina tak tahu apa yang di rasakannya saat melihat Elang yang begitu emosi. Elang mengacak rambutnya kemudian berteriak marah ketika para anak buahnya yang sudah babak belur datang.
"Apa kerja kalian?"
Dorr.. dorr...
Elang menembak tak tentu arah namun tak sampai melukai orang yang ada di sana. Ia lalu memukul beberapa anak buahnya untuk melampiaskan amarahnya hingga Derrick maju memegangi Elang yang mengamuk. Dirinya mengisyaratkan anak buahnya untuk bubar.
"Sudah... sudah... tenanglah!!"
"Bagaimana aku bisa tenang!! Aku mengambil kehidupan gadis itu, gara-gara aku kehidupan Kemuning yang tenang harus terusik oleh penjahat!!" Amuknya marah. Derrick sampai kewalahan memegangi kedua bahu Elang agar laki-laki itu tak berbuat hal di luar logika.
"Berpikirlah dengan kepala dingin, Kemuning bisa kita selamatkan. Kita harus menyusun rencana tapi sebelum itu aku pasti tahu siapa yang menginginkan gadis itu karena kamu begitu ngotot melindunginya."
Mendengar usulan Derrick nafas Elang memburu. Ia menetralkan degub jantungnya. Derrick benar, ia harus berpikir secara matang. "Alfonso, dia menginginkan Kemuning!!"
"Apa yang Alfonso inginkan dari gadis itu? Nyawamu kah? Kalau nyawamu, Sabrina pasti juga akan ditangkap". Elang tahu jawaban dari pertanyaan Derrick, namun ia memilih bungkam. Alfonso tertarik dengan kekuatan Kemuning.
"Yang jelas dia tak akan membunuh Kemuning," jawaban Elang tak membuat Derrick puas. Ia berniat bertanya lagi namun pemimpinnya berjalan begitu saja meninggalkannya.
"Kau mau kemana?"
"Ke sarang Zeldan."
"Kau gila!!" pekik Derrick kaget lalu berjalan mengikuti Elang.
Sedang Sabrina melihat semua yang Elang lakukan hanya terpaku. Pikirannya menerka-nerka, menerka berbagai hal. Elang yang biasanya berjiwa tenang tiba-tiba mengamuk. Di pikirannya selalu membisikkan kalau Kemuning sangatlah penting posisinya untuk Elang namun kenapa memikirkannya hatinya sangatlah Sakit.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌷🌷
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top