Bab 10
Sabrina meremas kain tirai jendela kuat-kuat, ia selalu mengawasi Kemuning. Apa yang diperbuat gadis itu hingga Elang selalu diam-diam menatapnya. Yang membuat Sabrina dengki, kenapa Elang menatap gadis itu dengan tatapan lembut nan sayu. Sabrina harus menyusun suatu rencana agar gadis itu akhirnya tersingkir dari rumah ini. Ia terpaksa bergabung sarapan satu meja dengan Kemuning. Kalau tak ada Derrick atau Elang mana mau dia.
"Kapan jadwalmu belajar lagi Kemuning?" tanya Elang.
"Besok. Kapan aku boleh kembali ke hutan?" Kemuning rasa keadaan sudah aman. Ia rindu dengan hutannya serta Layon dan tak mau menjadi benalu pada hidup orang lain.
"Keadaan masih belum aman, aku tahu pasti kau ingin kembali ke rumahmu tapi maaf. Aku takut dengan keselamatanmu." Apa hanya keselamatan gadis itu. Elang tidak menahannya karena hal pribadi bukan.
Mendengar jawaban Elang yang begitu terus. Kemuning langsung murung dan Sabrina yang tengah mengunyah makanan menyadari jika Kemuning tak senang berada terlalu lama di sini. Kesempatan Bagus untuk dirinya, Sabrina dapat menyusun rencana untuk menyingkirkan gadis itu dari pandangan Elang.
"Apa kau sangat merindukan hutanmu?" Pertanyaan Sabrina yang membuat Derrick memutar bola matanya dengan malas. Apa yang sebenarnya direncanakan saudara perempuannya. Bersikap sok peduli, jika akhirnya hanya akan menusuk dari belakang.
"Aku dari kecil hidup di sana. Aku tak pernah meninggalkan hutan dalam jangka waktu lama, aku tak begitu nyaman tinggal di kota." Elang menghembuskan nafas lelah. Ia jadi merasa bersalah gara-gara dirinya, Kemuning kehilangan hidupnya.
"Aku tahu kau mungkin belum terbiasa hidup di sini, yah hutan udaranya lebih bersih." Sabrina sepertinya menemukan sebuah celah kesempatan. "Apa kau mau jalan-jalan, menghirup udara segar atau berbelanja mungkin. Aku bisa mengantarkan," tawarnya ceria, semua orang tak akan curiga kalau Sabrina sedang menyusun rencana.
"Ikutlah dengan Sabrina, kalau-kalau bisa bersenang-senang atau berbelanja. Para wanita lebih mengerti kaumnya." Kemuning menggeleng lemah namun Elang sepertinya memaksa dirinya untuk keluar dari rumah. Elang mengeluarkan beberapa kartu yang Kemuning tak paham fungsinya untuk apa. Dia tak ingin merepotkan siapa pun, namun kenapa keluarga Elang begitu baik padanya.
"Kita berangkat setelah ini, sebaiknya kita bersiap dari sekarang." Sabrina sangat senang sampai mau menarik Kemuning untuk berdandan juga.
"Apa kau yakin mereka akan aman? Alfonso mengincar Kemuning," tanya Derrick begitu kedua perempuan muda itu tak terlihat lagi. Karena jujur ia mencium bau busuk dari kebaikan adiknya.
"Aku akan mengirimkan beberapa orang untuk mengawal mereka berdua. Kemuning butuh hiburan, dan menghirup udara luar bagus untuknya." Derrick menggedikkan bahu sambil meminum segelas kopi. Derrick tak mau ambil pusing dengan keputusan Elang. Masalah Sabrina, Derrick yakin Kemuning tak akan selemah yang ia pikirkan.
"Terserah dirimu saja, kita berangkat sekarang!!"
🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄
"Ini bagus untukmu," Ucap Sabrina yang tengah memilih pakaian. "Warnanya cocok, cobalah." Kemuning kesusahan karena Sabrina membuatnya mengangkat beberapa potong baju. Namun Sabrina lagi-lagi malah mendorong dirinya untuk masuk ke bilik ganti. "Aku tunggu di sini."
Dengan bodohnya Kemuning hanya mengiyakan, tak berani membantah. Ia masuk ke dalam bilik ganti. Yah memang Sabrina membenci Kemuning namun sebagai kenang-kenangan dia akan memilihkan gadis itu pakaian terbaik. Setelah ini ia tak akan melihat si udik di dekat Elang. Gadis itu akan benar-benar hilang dari pandangannya.
"Benar kan bagus, coba yang lain lagi." Kemuning hanya diam lalu berbalik masuk ruang ganti kembali begitu seterusnya hingga beberapa potong baju yang telah ia coba.
Kemuning mengerutkan dahinya bingung saat semua pakaian yang begitu banyak dan sepatu berpasang-pasangan hanya dibayar dengan sebuah kartu bewarna platinum. "Itu apa?"
Sabrina bingung, matanya mengikuti kemana jari telunjuk Kemuning terarah. "Ini?" Sabrina membolak-balik kartu yang ia pegang. Kemuning mengangguk layaknya anak anjing yang baru melihat tulang. "Namanya kartu debit, aku menggunakannya karena bebas pajak. Bisa sih pakai credit card tapi sayangnya aku tak suka berhutang."
"Apa itu berharga?"
"Tentu, jika kau tahu nomer passwordnya namun untuk gadis sepertimu, benda itu tidak ada gunanya." Kemuning langsung kecewa, pengetahuannya tentang dunia luar begitu sempit. Ia tak tahu apa pun. Mulai besok ia akan belajar giat. Bagaimana pun ia tak mau mengecewakan Elang yang telah membayar guru mahal-mahal.
"Setelah ini kita kemana?"
"Kita akan ke taman pusat kota. Aku baik, aku akan menunjukkanmu bagaimana indahnya kota." Dan di sana Sabrina akan mengatur siasat agar Kemuning bisa ia tinggalkan, layaknya ketidak sengajaan. Gadis itu mana tahu jalan.
"Seperti apa itu taman kota?"
"Seperti hutan namun lebih kecil dan semak-semaknya lebih pendek karena sering dipangkas." Mata Kemuning yang sangat indah itu berbinar. Tidak ia sangka di kota akan menemukan tempat indah seperti Hutan Ganpati.
"Antarkan aku segera ke sana."
Sabrina tersenyum culas, tentu saja ia akan dengan senang hati mengantarkan Kemuning ke pusat kota. Gadis itu akan jadi apa ya jika tersesat di sana? Gelandangan mungkin.
"Ya... ya kita berangkat sekarang."
Mereka naik mobil yang di supiri oleh salah satu anak buah Elang. Sabrina sendiri agak heran, mereka hanya berdua kenapa mereka butuh setidaknya 6 anak buah Elang untuk mengawal. Apa sebegitu pentingkah Kemuning untuk hidup Elang. Apa Elang menaruh hati pada perempuan udik ini. Jelas hal itu tak boleh terjadi. Sejak kecil Sabrina selalu mengagumi Elang. Lelaki itu membuatnya tetap bertahan hidup di jalanan. Elang berbuat banyak untuk dirinya dan Derrick. Perasaan Sabrina tak salah bukan? Sayang saja, Elang hanya menganggapnya seorang adik perempuan. Pernahkah terbesit sedetik saja dalam pikiran ketua klan Montana itu menjadikan dirinya seorang pasangan atau istri mungkin.
Dorr.. dorr.. dorr...
Mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba oleng karena bannya telah di
tembak seseorang. Mobil Alphard itu menepi karena dipaksa berhenti.
"Nona, jangan pernah keluar!!" Supir yang merangkap bodyguard memperingatkan dua orang perempuan yang harus mereka jaga. Kemuning jelas ketakutan, suara tembakan terakhir yang ia dengar mengantarkan neneknya pada kematian. Sabrina lebih waspada, karena dibesarkan dalam situasi seperti ini.
"Apa kita dalam bahaya?" tanya Kemuning khawatir. Sabrina diam lalu meraba sesuatu di bawah jok belakang yang mereka tengah diduduki. Dugaannya benar, ada pistol di sini.
"Tidak, aku akan keluar!!" Sabrina tahu ketika menengok ke belakang. Beberapa orang dalam jumlah banyak tengah mengepung mereka. Sebenarnya siapa Kemuning, karena beberapa orang mengejar gadis itu dan Elang juga mati-matian melindunginya.
"Kamu pegang ini!!" Sabrina memberi Kemuning sebuah pistol juga.
"Aku tidak mau, benda ini begitu jahat!!"Tangan Kemuning bergetar hebat tatkala menerima pistol.
"Tergantung, jika kau pandai menggunakannya. Benda ini akan menyelamatkan nyawamu!! Jadi kita keluar sekarang dan jangan jadi pengecut." Sabrina membuka pintu mobil duluan.
Dorr
Satu penjahat ia lumpuhkan, Kemuning yang ketakutan bersembunyi di belakang Sabrina. Namun hal itu tak berlangsung lama, mereka harus berlari kabur saat beberapa anak buah Elang telah dilumpuhkan. Mereka berlari tak tentu arah dan akhirnya terpisah. Sabrina berhasil menghindar dengan bersembunyi di balik pilar bangunan yang lumayan besar.
"Kejar gadis itu, ia yang kita cari!!" Sabrina merasa bodoh, ia lolos atau pada penjahat memang tidak mengejarnya. Mereka lebih tertarik dengan Kemuning. Baguslah, ia tak perlu repot-repot untuk menyingkirkannya namun apa sih istimewanya Kemuning sampai beberapa orang nekat memburunya.
Tahu dirinya di kejar, Kemuning berlari seperti kesetanan. Beberapa kali ia menembak namun tembakannya meleset. Dasar bodoh, harusnya ia bisa melindungi dirinya sendiri. Mana di sekitar sini isinya bangunan semua tak ada pepohonan atau tanaman yang bisa ia manfaatkan. Kemuning terpojok di sebuah lorong buntu.
"Mau kemana gadis cantik, sebaiknya kau menyerah saja. Kami tak akan menyakitimu." Mereka memasukkan senjata yang mereka bawa ke belakang pinggang. Ini kesempatan Kemuning untuk melawan namun sayang peluru di dalam pistol telah habis. "Kamu sudah terpojok, ikutlah dengan suka rela!!
"Aku tidak mau!! Pergi kalian dari sini!! Pergi!!" teriaknya keras. Kemuning tak bisa melawan, di sini hanya ada bangunan yang terbuat dari beton.
"Sudahlah cepat tangkap dia!!"
"Mundur kalian atau aku akan berteriak!!" Mereka malah tertawa, mana ada yang mau berkorban nyawa untuk menolong orang lain. Mereka tak bergeming malah salah satu dari mereka langsung menyeret satu tangan Kemuning untuk ikut.
"Tolong... tolong!!" teriak Kemuning minta bantuan namun benar tak ada yang mau membantunya hingga seorang laki-laki meloncat turun dari pagar pembatas. Menghajar dengan cepat beberapa orang berpakaian hitam yang tengah menyeret Kemuning.
Dug.. bug... dug... bug...
Gerakan laki-laki itu begitu cepat, seperti sudah mahir dalam bela diri. Orang-orang yang menangkap Kemuning tadi satu persatu tumbang pingsan dipukuli. Kemuning sangat berterima kasih karena masih ada orang yang peduli padanya. Namun keberuntungan selalu tak berpihak padanya terlalu lama.
Dorr
Orang yang menyelamatkan Kemuning tumbang karena terkena tembakan pada pinggang kirinya.
"Tidak!!" Kemuning berteriak panik, jangan sampai ada satu orang lagi yang meninggal karena melindunginya. Kemuning langsung berlari menghampiri laki-laki asing yang kini tergeletak tak berdaya.
"Hey... bangunlah!!"
"Kau milik kami gadis cantik!!" Salah satu penjahat yang menembak penolongnya tadi ternyata tak pingsan dan masih bisa menggunakan pistol. Kemuning tak takut pada penjahat yang sempoyongan menghampirinya meski pria itu memegang pistol. Yang tersisa darinya hanya sebuah rasa emosi yang meledak karena melihat orang lain yang tak bersalah tertembak lagi karenanya. Kemuning menatap nyalang ke arah penjahat yang siap membawanya pergi, matanya berubah jadi merah. Entah kenapa tembok-tembok beton yang ada di sekitarnya tiba-tiba bergetar hebat dan keras kemudian ambruk. Beruntunglah tembok itu cuma menimpa orang-orang yang mencelakainya.
Kemuning tak sadar jika matanya pun berangsur normal. Emosinya mulai turun, dan ia ingat harus segera menolong pahlawannya yang sekarat karena tembakan.
"Hey bangun, bertahanlah. Aku akan menolongmu!!"
Cukup neneknya saja yang mati tanpa ia bisa selamatkan. Kemuning meletakkan kedua telapaknya di atas pinggang kiri penolongnya yang berlumuran darah. Ia meniupkan kemampuan penyembuhannya agar luka tembak milik penyelamatnya menutup dan tak berbekas. Dulu ia tak berguna karena tak bisa menyelamatkan sang nenek, sekarang tak akan lagi. Ia mengerahkan semua tenaga dalamnya. Tak peduli jika ia akan pingsan berhari-hari setelah ini.
"Syukurlah."
Luka tembak itu langsung sembuh dan menutup sempurna namun sayang ketika pemuda itu sadar serta sehat. Kemuning malah tergeletak, tak sadarkan diri.
🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽
Kemuning ada di KBM
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top