Perjodohan
[ Start :
9/4/2019
06:00 ]
⏮️
Perjodohan
⏭️
Tolong, ini abad 21, batinku berkata begitu, seolah lelah dan kecewa terhadap sesuatu. Padahal, ini bukan masalahku.
"Kamu beneran enggak apa-apa dijodohin?" tanya pada Husna yang mengaduk kopi pesanannya. Gadis itu tertawa hambar.
"Apa-apa, lah," Husna menjawab dengan nada ringan, meski tersenyum kecut, "Tapi aku enggak mungkin menolak Ayah dan Ibu, kan? Seenggaknya, aku boleh pilih sendiri diantara tiga orang yang melamarku itu."
Husna menatapku, lalu mengedikkan bahu sambil berkata, "Jangan diomongin lagi, ah. Suram."
Tapi aku mau ngomongin. Empat kata itu tertahan di tenggorokan saat kulihat Husna pura-pura tersenyum ringan sambil mengalihkan pembicaraan. Hal itu membuatku iba.
Keluarga Husna itu sangat kaya dan terpandang. Tak heran apabila dia akan dijodohkan dengan anak lelaki dari keluarga terpandang juga. Demi bisnis dan demi keturunan yang akan dijadikan pewaris perusahaan nantinya.
Kasihan sekali. Padahal, satu hal yang aku tahu dari Husna adalah kecintaannya terhadap kesederhanaan. Tidak seperti keluarganya yang kaum borju, Husna lebih suka pergi ke pasar dan membeli baju dengan harga miring. Memang terkesan pelit, tapi Husna memang tidak suka boros. Kalau punya uang lebih akan ditabung atau digunakan mentraktir teman-temannya yang merupakan mahasiswa miskin saat tanggal tua menyerang (... termasuk aku).
Aku tidak mengerti kaum elite. Aku tahu citra itu penting, tapi haruskah menggunakan anak sendiri demi menambah kekayaan dan pamor? Haruskah hidup mewah? Aku tidak mengenal orang kaya lain lagi, tapi setidaknya aku tahu bahwa Husna tidak seperti stereotip manusia berduit.
Pada akhirnya, aku hanya diam mendengarkan Husna yang bercerita banyak soal kesehariannya di kampus. Dia memang tidak terlihat baik, tapi dia berusaha menutupinya. Aku menghormati pilihannya itu dan berpura-pura tak sadar.
Namun, saat akhirnya pesanan vanilla latte-ku datang, kusadari satu hal yang berbeda dari Husna.
"Na," panggilku, mengernyit sambil menatap cangkir kopi yang isinya tinggal setengah, "Tumben kamu minum kopi enggak ditambah gula? Bukannya kamu enggak suka kopi hitam?"
"Oh," gumam Husna, menatap cangkirnya. Senyum cerianya luntur, digantikan oleh senyum yang lebih kecil, "Mungkin setelah ini, aku bakal lebih sering minum kopi hitam."
"Hah? Kenapa? Bukannya enggak suka?"
"Habisnya ... hidup itu lebih pahit dari kopi, tahu?"
[ Finish :
9/4/2019
06:21 ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top