5
Saya masih menyiapkan extra part I LOVE YOU. Jadi sorry kalau jarang kemari. Tapi tenanglah, karena nggak akan sampai membuat lapak ini penuh sarang laba-laba...
***
Kembali ke kantor berarti kembali pada rutinitas. Pagi ini aku siaran bersama rekan yang bernama Btari. Orangnya asyik, pengetahuan tentang olahraganya bagus sekali. Karena memang sebelumnya ia adalah seorang reporter olahraga. Selain itu ia juga pintar dan sangat energik.
Kusapa para pemirsa seperti biasa. Kemudian langsung menyatu dengan berita pagi ini. Banyak yang mengira pekerjaanku gampang. Padahal sebenarnya cukup sulit. Kadang ada saja kesalahan yang terjadi saat siaran langsung. Kadang bukan bersumber dariku, tapi kami yang membacakan beritalah yang menjadi sasaran para penonton. Misal saat ada tim produksi salah ketik atau salah riset.
Seorang News Anchor harus memiliki wawasan luas dan riset yang akurat. Bayangkan kadang aku harus mewawancarai seorang pakar hukum. Maka sebelumnya aku harus benar-benar membaca apa yang akan kami perbincangkan sebagai masukan. Tidak mungkin nanti aku hanya menanggapi dengan kata ya, oh ya, oh begitu. Seorang News Anchor harus ahli meramu pertanyaan agar acara tidak terkesan garing. Sehingga terlihat ada keseruan saat dialog berlangsung.
Selain itu kami juga harus mampu bersikap independent. Agar memberikan berita yang seimbang pada masyarakat. Meski terkadang memang susah, karena bergantung pada arah politik pemilik stasiun televisi tempat kami bekerja. Itu sudah menjadi rahasia umum.
Apalagi saat siaran pagi. Harus bangun pagi buta. Belum lagi seperti aku yang masih punya tanggung jawab untuk berita siang. Selain itu masih disibukkan dengan acaraku sendiri yang tayang seminggu sekali dengan durasi satu jam. Namun semua itu tergantikan dengan kepuasan batin. Apalagi diikuti penghasilan yang tidak sedikit.
Kesibukan kadang membuat waktu dua puluh empat jam terasa tidak cukup. Apalagi aku memiliki akun youtube sejak masih SMP. Disana aku lebih bisa mengekspresikan keinginan dan pemikiranku. Jujur sebenarnya aku lebih tertarik pada masalah lingkungan hidup dan kemanusiaan. Terkontaminasi oleh papa, sepertinya.
Pukul delapan acara selesai. Aku segera menuju kantin untuk sarapan. Kali ini kupilih buah dan seporsi pancake. Sambil berbincang dengan jurnalis yang akan bertugas dilapangan. Sambil berbincang apakah ada sebuah issue yang menarik diluar sana. Dulu pada awal karier aku juga seperti mereka. Harus mengejar berita dilapangan. Banyak suka dan duka. Harus beradaptasi dengan cuaca dan kondisi lapangan. Apalagi bila ada demo, maka taruhannya adalah nyawa. Bisa saja kami yang menjadi sasaran.
Aku pulang ke apartemen pukul tiga sore. Langsung mandi dan tidur. Aku tidak butuh waktu tidur yang lama. Tiga atau empat jam cukuplah. Tapi sepertinya jam seperti ini memang jam tidurku. Kalau sempat nanti malam pulang ke rumah. Supaya baginda Ratu Vera boru Tobing dan Ayahanda Nicholas Simarmata tidak harus mencari anak yang hilang.
Kenapa masih tinggal bersama orangtua? Karena aku merasa nyaman disana. Bisa menemani papa dan mami bercerita. Atau sekedar mengganggu mami yang memasak di dapur. Sejak Kak Lyo menikah, mami sangat kesepian. Karena itu aku juga memutuskan, kalau nanti istriku bersedia, aku ingin tinggal bersama mami.
Aneh? Ya! Disaat orang-orang berlomba ingin meraih privacy. Aku malah mundur. Kenapa? Karena buatku keluarga adalah nomor satu. Aku tidak akan lama hidup bersama orangtua. Dan akan sangat merindukan momen kebersamaan dengan mereka. Semua tetap bisa kulakukan saat bersama orangtua. Toh begitu masuk kamar kita sudah memiliki privacy. Apa kurang enak? Saat lapar, sudah ada makanan. Saat capek, ada yang memperhatikan. Meski kadang telinga harus disetel agar tidak terlalu sensitif.
***
ketemuan yuk, bro
Pesan Iwan masuk kedalam ponselku tepat saat aku bangun tidur. Pengantin baru itu sepertinya sudah pulang dari bulan madu.
Gue lagi sibuk, weekend deh. Ada acara apa?
Gue udah pindah ke rumah baru. Sekalian ngumpul.
Ok siiip.
Kuletakkan kembali benda tersebut di nakas dan langsung menuju kamar mandi. Hari sudah sangat gelap. Selesai membersihkan tubuh aku mengganti pakaian dan langsung mengambil kunci mobil. Tak lupa satu kantong pakaian kotor. Karena tujuanku adalah rumah mami.
Mengendarai mobil di malam hari terasa lebih nyaman. Karena jalanan tidak terlalu padat. Tiba-tiba teringat akan Mellisa. Sudah cukup lama kami tidak berkomunikasi. Mungkin karena kesibukanku, atau dia juga sedang sibuk? Akhirnya kuputuskan menghubunginya.
"Halo?" sapanya.
"Halo, masih nyimpan nomorku?"
"Masih, Daud kan?"
"Yap, bagaimana kabar kamu?"
"Baik, kamu?"
"Baik juga, aku baru mau pulang sekarang. Ayana ada menghubungi kamu? Tentang undangan ke rumah barunya."
"Ada sih, tapi waktunya belum fix, kan?"
"Kamu ada acara sabtu atau minggu?"
"Sabtu aku kosong. Tapi minggunya harus ke Jakarta. Keponakanku acara tedhak siten."
"Kalau acara Ayana nggak jadi, aku mau ketemu kamu hari sabtu boleh? Kamu ada waktu nggak?"
"Tapi setelah jam empat. Aku mau mengurus pengiriman mawar keluar kota."
"Ya sudah, aku juga keluar kantor jam satuan. Kamu share location, ya. Mau aku bawakan apa?"
"Memangnya harus bawa apa? Di Bogor juga banyak makanan."
"Siapa tahu kamu kepingin makanan orang Jakarta."
"Nggak usah deh. Terlalu repot nanti."
"Ok."
Aku menutup sambungan telepon dan kembali fokus pada jalanan yang ada di depan sana.
***
Kuletakkan ponsel diatas kasur. Setelah pertemuan beberapa minggu lalu, baru kali ini Daud menghubungi. Seharusnya aku senang. Tapi ada sesuatu yang mengganjal. Apakah itu atas keinginan sendiri atau Iwan yang terus mendesak agar ia menghubungiku.
Aku sendiri tidak yakin, mengingat reputasinya dimasa lalu. Siapa perempuan cantik yang tidak pernah dipacarinya? Dari model, pemenang kontes kecantikan sampai pada putri pengusaha. Lalu siapa aku? Tidak mungkin aku ada dalam daftar tunggu untuk menjadi kekasihnya. Mengingat aku tidak memiliki standard yang sama dengan para perempuan itu.
Pusing dengan segala macam pikiran kutatap kebun mawar dibelakang rumah. Akhirnya kuputuskan untuk turun sekedar menghilangkan penat. Namun sayang, saat kulihat sosok mama yang tengah duduk diteras belakang. Aku akhirnya memilih mundur dan kembali ke kamar. Malas menambah kerumitan yang ada.
***
Akhirnya aku tiba dilokasi yang telah dikirimkan. Ada tulisan Melly's Rose Garden. Digerbang ada mawar rambat mengelilingi gapura. Berwarna ungu, pink dan putih. Tak lama seseorang menghampiri mobil.
"Mau cari siapa, pak?"
"Ibu Mellynya ada?"
"Ada, dengan Bapak Daud ya."
"Ya." Jawabku singkat. Pria itu kemudian memimpin langkah menuju kesebuah rumah mungil yang terletak dibagian depan.
Tempat ini dikelilingi pohon mawar beraneka warna. Ada juga beberapa tempat yang tertutup, tapi tampaknya disana ada bunga anggrek. Mungkin untuk bunga potong. Selain udara yang sejuk, pemandangan disini juga sangat indah.
Sosok Gadis berkulit putih itu kemudian menyambutku. Ia mengenakan dress berbahan kaos warna kuning. Dikepalanya ada hiasan sebuah bando dengan dengan rangkaian bunga mawar kecil yang ditata apik.
"Susah nyari tempatnya?"
"Enggak, dan di daerah sini banyak yang tahu juga. Kamu lucu pakai bando begitu. Kayak ibu peri."
Kami kemudian tertawa sambil memasuki ruangan.
"Ada anak karyawan tadi yang mau buat kreativitas. Jadi aku bantu ajarkan. Kubuat satu untuk diriku sendiri."
"Tapi kamu bagus pakai itu." Pujiku sambil menyerahkan oleh-oleh.
"Kamu repot amat. Terima kasih ya."
"Nggak lah, tapi itu lapis legit buatan ibuku lho." Ucapku.
"Apa setiap perempuan kamu bawakan makanan buatan ibu kamu?"
"Tidak juga, buat yang spesial saja."
Ia hanya tersenyum. "Aku akan selesai dalam satu jam lagi. Kamu mau nunggu disini?" tanyanya.
Kutatap sekeliling. Ada sofa rotan tua namun tampaknya sudah dilapisi busa dan kain dengan motif terbaru berwarna hijau sehingga terkesan sejuk dimata.
"Sebenarnya aku malu sih mau ngomong. Tapi jujur aku ngantuk setelah tadi nyetir dan kerja dari jam enam pagi. Boleh numpang tidur sebentar?" tanyaku.
Ditatapnya wajahku sambil tersenyum. "Kamu tidur saja di kamar belakang. Sebentar ya aku siapkan."
Aku mengekorinya kemudian kami memasuki sebuah kamar dengan kaca lebar. Terlihat halaman samping yang ternyata dipenuhi bunga melati. Selesai memasang sprei ia pamit.
"Aku awasi karyawan dulu. Kamu istirahat saja."
Setelah mengucapkan terima kasih, aku menutup pintu sekaligus tirai jendela. Kurebahkan tubuh dikasur kecil yang hanya muat untuk satu orang. Tak butuh waktu lama aku sudah terlelap.
***
Aku terbangun saat lampu kamar sudah menyala. Sedikit memulihkan ingatanku tentang ruangan ini, baru tersadar. Apakah aku sudah tertidur terlalu lama? Buru-buru keluar kamar. Di ruang makan kulihat Melly sedang menata meja.
"Sorry aku terlalu nyenyak." Ucapku penuh rasa bersalah.
"Iya, aku lihat tadi. Apa memang itu jam tidur kamu?"
"Ya, kecuali harus siaran malam. Karena setelah ini biasanya aku kembali bekerja."
"Kamu mau mandi dulu baru makan?"
"Boleh." Jawabku.
Melly kemudian menunjukkan sebuah kamar mandi, yang kelihatannya untuk tamu. Aku segera kembali ke mobil untuk mengambil perlengkapan mandi. Udara diluar sudah mulai dingin. Sebenarnya ini bukan kebiasaanku, menumpang tidur dan mandi dirumah orang. Tapi entah kenapa, setiap bertemu Melly selalu itu yang terjadi.
Segar sehabis mandi kulihat meja makan sudah siap.
"Kamu masak sendiri?"
"Nasi sama balado telurnya, iya. Sayur asem dan sambal kiriman dari rumah belakang. Tadi aku minta mereka masak lebih. Krupuknya beli."
"Tadinya aku mau ajak kamu makan diluar sebenarnya."
Ia hanya tersenyum kecil.
"Nggak apa-apa, kamu mungkin capek. Lagi pula kalau makan diluar aku pasti harus pulang malam. Papa bisa curiga nanti."
"Kalau begini apa tidak ada yang lapor?"
"Nggak tahu juga. Mudah-mudahan tidak. Ayo makan meski dengan menu seadanya." Ajaknya.
Kami makan dalam diam. Aku suka sayur asem dan sambalnya.
"Ada yang kurang?" tanya Melly.
"Ikan asin, buatku teman makan sayur asem ya itu." Jawabku.
"Aku kira tadi kamu nggak suka. Jadi aku skip." Kemudian ia berdiri dan kembali dengan sepiring kecil ikan asin.
Aku langsung mengambil dua buah. kami melanjutkan makan. Selesai semua, ia mengeluarkan potongan buah mangga dari kulkas. Aku langsung memakannya, karena memang buah favoritku.
"Terima kasih atas makan malamnya, aku jadi orang yang cuma numpang tidur, mandi dan makan hari ini." Ucapku.
"Nggak apa-apa." balasnya sambil membereskan meja makan.
"Padahal sebenarnya aku kepingin ngobrol sama kamu tadinya."
"Bisa lain kali kok."
"Besok acara kalian selesai jam berapa?" tanyaku.
"Dimulai pagi hari sih. Mungkin sore baru selesai."
"Aku nggak bisa janji kalau kita akan ketemu. Tapi apa aku boleh telepon kalau sudah malam?"
Ia kembali mengangguk, aku segera memasuki mobil. Dia melakukan hal yang sama. Akhirnya aku mengikuti mobilnya sampai di depan kompleks perumahan.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
28020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top