24

Selesai pembicaraan di kebun, tampaknya hubungan kami memang setingkat lebih serius. Meski kegiatan Daud sudah kembali seperti dulu. Sibuk sepanjang hari. Namun aku berusaha untuk semakin memahami. Sebagai seorang leader dalam sebuah tim, ia memang dibutuhkan oleh banyak orang.

Seperti yang sering ia katakan, untuk akun youtubenya saja ada belasan orang yang bekerja disana. Belum lagi untuk program televisi. Aku sudah diperkenalkan pada mereka. Beberapa kali ikut menemani saat syuting. Sekarang baru aku sadar, kurangnya rasa tertarik untuk menonton berita selama ini membuatku terlihat sangat kaku saat bertemu mereka.

Sering aku bertanya dalam hati, siapa yang sedang diwawancarainya. Kadang jadi malu sendiri saat ia bertanya kembali, memangnya kamu nggak kenal? Meski begitu aku tidak cemburu, karena Daud terlihat mengerti batasan dengan narasumbernya.

Kadang juga aku merasa sedikit tidak nyaman, para perempuan yang diwawancarainya yang terlihat cerdas dan cantik. Maklumlah mereka merupakan deretan selebritis tanah air. Atau paling tidak meski berkecimpung dalam dunia sosial, merupakan anak petinggi atau pengusaha Namun saat memperkenalkan aku dengan mereka, Daud terlihat sangat percaya diri. Tidak ada keraguan sama sekali. Sepertinya ia bangga memiliki aku.

Siang ini, setelah menemani Daud syuting. Kami menuju kediaman Tante Vera. Karena memang sudah lama tidak main kesana. Kami disambut dengan segelas sirup markisa yang segar. Daud langsung meninggalkan aku dan maminya di ruang tengah. Katanya mau istirahat sebentar.

"Daud pasti sudah tidur itu." Ucap Tante Vera membuka pembicaraan. Aku hanya tertawa kecil sambil mengiyakan.

"Bagaimana hubungan kalian? Lancar, kan?"

"Sejauh ini sih baik-baik saja."

"Beberapa hari yang lalu Daud ada ngomong ke tante dan om. Kalau kalian mau serius. Kamu sudah yakin sama dia?"

"Sudah tante." Jawabku sambil tersenyum.

"Kamu sudah merasa mengenal Daud? Tante sebenarnya ingin kalian saling emngenal lebih jauh dulu. Dia itu anaknya keras sekali. Dan kalau sedang marah suka nggak kelihatan. Semua dia pendam tapi kalau sudah meledak dia tidak peduli orang. Bersama dia kamu harus peka."

Kutatap wajah Tante Vera menunggu kalimat selanjutnya.

"Awalnya tante takut kalau dia menyakiti kamu. Karena kamu tuh lembut banget. Khas perempuan Jawa gitu. Keibuan dan tenang. Semakin kemari akhirnya tante sadar, bahwa tipe seperti kamu yang bisa menaklukan dia. Karena dia memang sangat manja sebenarnya. Meski banyak yang tidak tahu."

"Ya, buat saya sih dia nggak terlalu keras, tan. Tapi yang mengganggu ya gila kerjanya itu."

"Daud itu sudah lama sekali bekerja. Dari mengerjakan semua sendirian, sampai kemudian punya tim yang solid sampai sekarang. Semua berlangsung sejak dia SMP malah. Papanya sendiri mengajarinya mencari uang sendiri. Awalnya bagaimana mengelola akunnya agar bermanfaat. Sampai kemudian mendapatkan penghasilan dari sana. Dia juga membantu keuangan Lyo saat kuliah dulu. Maklumlah ketika itu keuangan tante kurang baik. Dan dia sama sekali tidak mau menerima bantuan dari papinya. Daud adalah orang yang tidak pernah meminta. Kamu sendiri yang harus sadar apa yang sedang ia butuhkan."

"Ya, dia mandiri banget. Sampai kadang saya merasa dia tidak butuh saya."

"Padahal bisa saja saat itu dia sedang butuh kamu. Semoga kamu tidak kesulitan nantinya. Tante ngomong begini bukan untuk menakuti kamu. Tapi supaya kamu lebih siap. Menghadapi emosinya yang bisa saja meledak tanpa kamu tahu apa penyebabnya. Apalagi kalau ada orang yang mengkhianati dia. Akan sangat mengerikan."

Aku menatap wajah Tante Vera dengan seksama. Terlihat sekali ibunya tengah ingin agar aku memahami sisi lain dari Daud. Yang mungkin selama ini tak kuketahui.

"Satu pesan tante, kalau nanti dia sedang marah atau emosi. Kamu biarkan saja dia sendiri, jangan ditanya atau dikejar. Menjauh saja, kalau dia sudah mendekat artinya dia sudah tenang. Kalau mau berikan saja segelas air putih lalu tinggalkan."

Aku akhirnya sedikit lega ketika ia memberikan solusi padaku. Kami termasuk jarang bertemu, tapi aku suka akan sikap Tante Vera yang sangat keibuan. Tidak salah kalau akhirnya Daud mengidolakannya.

"Terima kasih atas nasehatnya, tan. Aku memang belum terlalu kenal Daud karena kami sama -sama sibuk bekerja. Ketemu kadang cuma seminggu sekali. komunikasi juga jarang. Dia santai aku sibuk, atau malah sebaliknya."

"Karena itu, tante memberitahukan sisi buruknya. Takut nanti kamu kecewa. Usia kalian sudah tidak muda lagi. Jadi kalau nanti ada masalah, semoga kalian berpikir ulang untuk berpisah. Karena tidak ada rumah tangga yang tidak pernah memiliki masalah. Oh ya, bagaimana tanggapan keluarga kamu?"

"Mereka senang kok, tan."

"Syukurlah, tante juga senang akhirnya punya menantu seperti kamu."

Kami masih berbincang tentang banyak hal. Aku merasa adem saat bersama Tante Vera. Justru Bataknya sama sekali tidak terlihat. Benar-benar ibu yang mengayomi anak-anaknya. Tidak ada pertanyaan mengenai asal usulku dan hal-hal berbau pribadi. Bahkan aku menangkap kesan kalau kelak konsep pernikahanpun diserahkan pada kami berdua. Jauh berbeda dengan mamaku.

Menjelang sore, Daud bangun dan sudah mandi. Ia segera menghampiri kami dan duduk disebelahku.

"Mami masak apa?"

"Rendang."

"Memang kakak mau datang?"

"Enggak, cuma minta dimasakkan. Nanti kan kamu antar Melly. Katanya mau nginap disana, ya?"

"Iya sih, sudah janji sama si kembar. Sekalian mau main golf besok pagi bareng papi dan Bang Bara. Mami mau ikut?" tanyanya terlihat menggoda Tante Vera.

"Mami nemenin papa kamu aja. Kami mau ke Cipanas."

"Bulan madu terus."

"Mau ikut?"

"Nggak ah, malas jadi nyamuk."

Kami semua tertawa. Kok senang sekali ya berada ditengah-tengah mereka. Kalau begini terus, rasanya permintaan Daud untuk tinggal disini layak untuk kupikirkan. Kalau dengan mama entah kenapa kami seperti musuh.

***

Dalam perjalanan mengantar Melly, ia berkata padaku.

"Ud, aku seneng lho bisa ngobrol sama Tante vera."

"Mami memang teman bicara yang asyik. Kalian ngomongin apa saja tadi?"

"Cuma tentang kamu dan masakan sih. Tante kasih tahu kalau kamu suka banget panada dan Mocca cake. Kalau aku nanti ada waktu, Tante mau ngajarin aku buat kue."

"Asyik, aku bakalan tambah gendut nanti."

Ia tertawa, ada sesuatu yang berbeda. Tawanya terdengar lepas tanpa beban.

"Aku mau ngomong sesuatu." Ucapnya kemudian.

"Ngomong aja, aku akan dengerin."

"Rasanya aku mau merubah keputusan. Kita tinggal di rumah orangtua kamu saat awal pernikahan. Sekalian supaya aku lebih mengenal mereka. Setelah kita berdua merasa sanggup, kita pindah."

"Sanggup menurut kamu, bagaimana?"

"Setelah kita belajar mengenal ritme masing-masing. Aku juga belajar mengenai apa yang kamu suka dan tidak suka. Juga sebaliknya."

"Bukannya seharusnya mending sejak awal kita mandiri saja? Jadi kalau berantem atau lagi punya masalah orangtua nggak perlu tahu." pancingku.

"Aku berubah pikiran, meski sebenarnya dari awal tahu kalau Tante Vera baik. Tapi setelah kami ngobrol tadi rasanya senang banget, bisa santai seperti ibu dan anak."

"Siapa tahu mami cuma pencitraan di depan kamu. Pura-pura baik."

"Nggaklah, aku bisa lihat kalau Tante Vera memang benar-benar bisa menerima aku."

"Nanti kamu menyesal."

"Kamu gimana sih? Dulu katanya kepingin tinggal sama orangtua. Terus sekarang kenapa jadi begini ngomongnya?"

Aku tertawa lebar kemudian mencubit hidungnya.

"Cuma ngetes kamu doang sih tadi."

Ia segera cemberut.

***

Pagi itu kami berkumpul bersama papi di kediaman Bang Bara. Bermain golf dipagi hari. Papi datang bersama Tante Sarah dan anak-anak mereka. Jadilah Kak Lyo membawa istri dan anak-anak papi ke ruang bermain. Sehingga kami bisa bermain tanpa direcoki si kembar.

Kuakui permainan papi sangat bagus. Apalagi untuk pukulan putting Hampir tidak ada yang meleset. Sementara aku yang memang tidak terlalu rajin berlatih berada pada posisi terakhir. Selesai bermain kami kembali ke rumah. Kedua keponakanku langsung berlari minta digendong. Papi hanya menatap sambil tersenyum.

Akhirnya kami sarapan bersama di balkon atas. Kuambil roti gandum dan memakannya setelah diolesi keju.

"Kamu gimana sama, Melly?" Tanya Kak Lyo.

"Rancana sih sudah ada. Tapi masih ada yang harus dibicarakan."

Papi menatap sambil tersenyum.

"Rencana kapan?"

"Belum tahu sih, pi. Nantilah bicara dulu dengan orangtua Melly. Sepertinya mereka mau pesta besar. Karena Melly anak tertua."

"Kalau biaya kan seharusnya tidak jadi masalah." Sambung Bang Bara.

"Buat abang apa sih yang jadi masalah?" balasku sewot.

Kak Lyo tertawa.

"Satu Lamborghini buat kamu kalau sampai kamu menikah tahun ini." Lanjut kakak iparku tersebut.

"Papi yang akan biayai pernikahan kalian. Semuanya." Balas papi tak mau kalah.

Aku hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Thank you semua. Kalau nanti sudah fix, aku akan ngomong kok. Rencana malam ini mau tanya orangtuanya dulu."

"Mau papi temani?" Tanya papi lagi.

"Nggak usahlah. Belum resmi banget kok. Aku akan kabari papi kalau jadi lamaran."

Semua mengangguk senang.

***

Kuparkirkan mobil dihalaman rumah Melly. Tak lama ia keluar menyambutku di teras. Kuserahkan kantong oleh-oleh dari Kak Lyo.

"Ini bawa apa?"

"Mangga, kebetulan tadi Kak Lyo panen. Jadi dia suruh aku bawain ke kamu."

"Terima kasih."

"Papa sama mama kamu mana?"

"Sudah menunggu di dalam."

Kami memasuki ruang tengah. Dan aku cukup kaget saat melihat ada brosur perumahan yang baru saja diletakkan ibu Melly di atas meja. Apa mereka mau beli rumah baru? Setelah duduk barulah aku tahu apa yang terjadi.

"Ini lho Daud, tante sudah cari beberapa brosur perumahan. Kemarin kata Melly kamu mau beli rumah di daerah sentul, kan? Ini semua sudah tante kumpulin. Harganya tidak terlalu mahal kok. Kisaran 1,5 sampai 4M. kebetulan ada teman tante yang bekerja sebagai agen property." Ucap ibunya dengan penuh semangat. Sementara aku menatap dengan bingung.

Kulirik Melly yang juga terlihat bingung.

"Oh ya, coba kamu lihat, ini banyak yang viewnya bagus lho. Soal keamanan juga terjamin. Kamu suka yang ada privacynya kan?"

Aku hanya bisa diam tidak tahu harus menjawab apa. Karena saat mengantarnya semalam aku kami baru membicarakan tentang Melly yang berubah pikiran. Dan akan mencoba berpikir tentang tinggal di rumah mami saat nanti awal menikah. Lalu kenapa sekarang sudah ada brosur perumahan?

***

Happy reading

Maaf untuk typo

232220

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top