14
Semoga kalian tersenyum, atau malah tertawa gemas saat membaca adegan receh dibawah nanti.
***
"Planning dan pemikiran kamu bagus, pertanyaan mami calon pendampingnya sudah ketemu atau belum? Jangan-jangan perempuan malah enggan melihat kamu."
Aku hanya menatap mami sambil tersenyum lalu menggeleng.
"Kamu terlalu banyak kriteria, mungkin."
"Aku kepingin yang seperti mami."
"Cuma ada satu mami dimuka bumi. Kamu tidak bisa mencari yang sama lagi."
Aku tertawa kecil.
"Atau selama ini kamu sebenarnya terlalu selektif? Tidak ada perempuan yang sempurna, Daud. Mami lihat Tiffany sering jalan sama kamu."
"Kebetulan saja jadwal kita sama-sama kosong. Tidak ada hubungan apapun."
"Tapi dia suka kamu, kan?"
"Ya."
"Kamu tolak?"
"Dia pernah bilang suka, aku hargai itu. Tapi aku menolak, karena memang bukan tipe istri idamanku. Entah kenapa aku merasa bukan dia."
Akhirnya mami hanya menepuk pundakku. Kutatap langit musim kelabu diluar sana. Bagaimana kabarnya hari ini? Tapi saat itu dia mengatakan tidak sanggup mendampingiku. Aku tidak mungkin memaksa anak orang kan?
***
Hari pernikahan semakin dekat. Pertemuan dengan Tante Vera semakin rutin. Yang terakhir ia memintaku membuat rangkaian bunga besar dengan inisial D&C. artinya calon Daud berinisial C. Tapi entah kenapa, saat aku penasaran, tak kutemukan sosok lain selain Tiffany. Sampai kemudian aku menemukan fakta bahwa nama depan Tiffany adalah Clarissa.
Ada sebuah beban berat dalam hatiku. Rasanya enggan untuk melanjutkan pekerjaan. Tapi takut dikatakan tidak professional. Dengan berat hati tetap kukerjakan seluruh tugas. Ayana sendiri tidak mengatakan apapun. Padahal semestinya Iwan akan menjadi salah seorang pendamping pria. Aku berpikir mungkin mereka memang menyembunyikan dariku.
Sedikit menyesal telah menghapus nomor Daud dari ponsel. Sehingga tak ada aktivitasnya yang kuketahui. Entahlah sampai sekarang aku sering bingung dengan perasaanku sendiri. Aku yang menolak dan merasa tak sanggup, lalu saat dia menemukan perempuan lain, aku yang kebingungan sendiri. Aku memang sulit untuk bangkit kalau masalah cinta.
Akhirnya kulanjutkan membuat beberapa sketsa sesuai keinginan Tante Vera. Sambil berulangkali menghembuskan nafas kasar. Ideku menguap entah kemana. Kenapa aku seperti orang patah hati? Apakah mungkin dalam hati aku masih menginginkannya?
Kucoba mengalihkan pikiran pada pekerjaan lain. Apalagi sekarang memasuki Desember. Dimana permintaan bunga jelas-jelas meningkat. Seluruh karyawan tampak sibuk. Apalagi dengan semakin luasnya kebun. Aku sendiri lebih banyak mengawasi karena bunga termasuk tumbuhan manja.
Sampai kemudian tanggal tiga puluh Desember. Aku dan tim berangkat ke Cipanas. Karena ada acara kecil yang dilaksanakan malam nanti. Pusat acara dilaksanakan disebuah aula kecil. Dan benar-benar sepertinya hanya keluarga inti. Karena aula itu takkan mampu memuat banyak tamu.
Seorang perempuan paruh baya bertubuh tinggi besar, menghampiriku.
"Dari floristnya?"
"Iya, bu. Ada yang bisa saya bantu?"
"Kenapa tidak dikerjakan tadi malam?"
" Takutnya tidak segar lagi nanti. Sebenanryan bunga sudah selesai dirangkai bu, hanya tinggal meletakkan dan menata sedikit. Paling lama dua jam sudah selesai." Jawabku berusaha tetap sopan.
Ia hanya mengangguk. tak lama muncul dua perempuan lain yang terlihat mirip. Mereka seakan mengawasi pekerjaan kami. Meski sedikit kesal karena berada dibawah tekanan, aku memilih diam. Sedikit membuat bingung, dibagian depan ada sebuah banner bertuliskan, Happy Anniversary Mami dan Papa. Berarti acara hari ini bukan pernikahan. Beruntung aku tidak bertemu dengan Daud.
Pukul 5 sore, pekerjaan kami selesai. Akhirnya aku bisa tersenyum. Seluruh ruangan sudah terlihat cantik. Puas dengan hasil, buru-buru aku melangkah keluar. Karena harus mempersiapkan untuk acara esok pagi. Kupikir dengan full team, apalagi acara akan berlangsung sore hari. Tidak akan butuh waktu lama untuk mempersiapkan. Karena mengerjakan dekor outdoor sedikit lebih lama daripada indoor.
Sepulang dari Cipanas, aku kembali ke kebun bunga. Beruntung belum macet. Jadilah aku bisa sampai tepat waktu. Segera kurebahkan tubuh, karena letih sekali. pekerjaan untuk besok sudah menanti. Beruntung aku punya karyawan yang mahir merangkai. Sehingga aku hanya perlu membenahi sedikit saja nanti. Kecuali untuk yang khusus, seperti rangkaian bentuk hati atau bola bulat. Itu masih aku yang mengerjakan.
***
Pagi harinya kami membawa dua mobil pick up penuh bunga segar. Dan juga beberapa yang sudah siap dirangkai sesuai pesanan. Sesampai di hotel aku dan beberapa karyawan menyiapkan segala sesuatunya di dalam Aula. Kami memang diijinkan menggunakan tempat ini. Untuk menghindari bunga layu terkena panas matahari langsung.
Meski sedikit berdebar karena mungkin hari ini aku akan bertemu Daud, dan harus mengucapkan selamat atas pernikahannya. Kukuatkan hati sedemikian rupa sambil berusaha berkonsentrasi pada pekerjaan. Kurangkai bunga untuk meja makan sambil sesekali meperhatikan detail sesuai catatan agar tidak ada yang terlewat. Maklum Tante Vera sangat perfeksionis.
Beberapa karyawan memasang pita disetiap kursi dan meja yang sudah ditata. Juga lampu-lampu tinggi yang berfungsi sebagai isle menuju pelaminan. Kursi dan meja diletakkan membentuk setengah lingkaran. Beruntung pihak hotel sigap melakukan tugasnya. Sehingga aku hanya perlu sedikit menggeser agar terlihat lebih cantik dan proporsional. Asyik meneliti setiap sudut tak sadar seseorang telah berdiri dibelakangku sejak tadi.
"Hai, apa kabar?" sapanya.
Suara itu sangat kukenal. Kutarik nafas dalam kemudian menghembuskan perlahan. Akhirnya aku berdiri tegak dan berbalik, ini harus dihadapi. Suka atau tidak suka.
"Hai juga, kabarku baik."
Ia menatapku sambil tersenyum. Sudah berapa lama kami tidak bertemu? penampilannya segar seperti biasa sebagai pertanda bahwa memang sangat mempersiapkan diri untuk hari ini. Ya, ia pasti sedang bahagia.
"Kenapa nomorku kamu blokir?" tanyanya langsung.
Wajahku pasti sudah memerah karena malu. Kupejamkan mata sejenak.
"Tidak apa-apa. Oh ya, selamat atas pernikahan kamu." Balasku sambil mengulurkan tangan.
Ia mengerenyit kening sedikit kemudian seperti orang yang menahan tawa. Namun tak urung menerima uluran tanganku. Ia mengalihkan pandangan kearah lain sambil tersenyum lebar. Bolehlah ia merasa menang saat ini. Kubenahi kunciran rambut yang mulai menurun juga poni yang berantakan.
"Karena itu kamu memblokir nomorku?"
"Kamu sudah menjadi suami orang, lalu buat apa aku menyimpan lagi?"
Ia hanya mengangguk, kemudian berjalan menjauh. Seolah meneliti seluruh rangkaian yang ada untuk memastikan tidak ada yang salah.
Tak lama ia kembali dan berdiri disampingku. Menganggap ia tidak ada, kulanjutkan pekerjaan meski detak jantungku bertambah keras. Daud meraih bunga yang akan kutancapkan di spons. Kami saling menatap, kemudian ia berkata pelan.
"Kamu tidak berubah ya. Tapi mungkin itu yang membuatku tidak bisa melupakan kamu."
Kutatap wajahnya tak suka.
"Kamu suami orang, bersikaplah setia pada pasanganmu." Jawabku sambil meraih kembali bunga yang ada ditangannya. Kesal dengan kalimatnya yang terdengar seperti melecehkan aku. Kalau tidak bisa melupakanku pasti dia sudah mendekat dari dulu. Ini malah sudah diambil oleh orang lain.
Ia kemudian meninggalkan aku sendiri.
***
Rasanya aku ingin tertawa melihat Melly tadi. Namun tidak ingin membuatnya malu. Jelas sekali terlihat cemburu diwajahnya. Sebulan yang lalu sebelum berangkat ke Amerika aku terkejut, saat ia memblokir nomorku. Tapi ketika itu aku tidak ingin ambil pusing dan menambah masalah. Karena memang harus mengatur jadwal yang benar-benar padat. Aku mengesampingkan segala sesuatu yang berbau urusan pribadi.
Kumasuki area restoran yang menjadi tempat berkumpul seluruh keluarga pagi ini. Semua bangun kesiangan karena tadi malam ada pesta anniversary pernikahan papa dan mami. Sebagian besar sudah menghabiskan brunch mereka. Kudekati Calvin dan Andrea yang tengah menikmati sereal.
"Bagi dong, om mau." ujarku dengan nada merajuk.
Andrea segera menyuapkan padaku.
"Terima kasih Rea cantik." Ucapku sambil mengelus rambutnya. Kemudian menerima suapan kedua dari Calvyn. Kucium puncak kepala keduanya sebelum mengambil sarapanku sendiri.
"Darimana, dek?" tanya mami.
"Dia habis menemui sang florist, mi." balas Kak Lyo sambil menatapku penuh kemenangan.
"Lo apaan sih?"
"Benar, Daud? Yang merangkai bunga kemarin?" tanya Tante Mima heboh.
Habislah aku pagi ini.
"Siapa lagi, tan. Meski sebenarnya aku ragu, karena kayaknya mereka sudah terlalu lama buang waktu." Jawab Kak Lyo.
"Maksud kamu?"
"Daud cuma pinter didepan kamera. Urusan perempuan-" Kak Lyo lantas memutar ibu jarinya kearah bawah. Aku memilih tidak menanggapi. Karena memang tidak suka orang banyak menjadi pemerhati hubungan asmaraku. Kuambil sepiring mie goreng dan segelas teh tanpa gula.
Kubawa keluar, tadinya berencana untuk makan diteras samping. Tapi entah kenapa kakiku malah melangkah ke aula. Rasanya ingin menikmati semburat merah yang telah lama hilang dari hidupku. Ia tengah berada bersama tim dan juga menikmati kue-kue yang kutebak kiriman mami. Karena jenisnya sama dengan yang ada di resto tadi.
"Makan kue, pak." Ajak mereka.
Aku mengangguk lalu duduk disebuah meja sambil menatap Melly yang menunduk. Kenapa dia jadi tambah cantik? Sayang kegiatanku terganggu oleh kehadiran si kembar.
"Om, main yuk." teriak mereka.
"Om masih sarapan." Jawabku.
"Habis ini ya," ucap Andrea sambil meneliti banyak bunga.
"Bunganya cantik-cantik banget." Ucapnya.
"Iya, cantik, kayak kamu." Balasku. Meski sebenarnya kalimat itu kutujukan pada Melly.
"Sarapannya masih banyak?" tanya Calvyn .
"Masih, kenapa? Kalau mau cepat kamu harus bantu om menghabiskan." Ucapku. Karena memang porsi ini terlalu banyak. Tadinya aku berniat membaginya dengan Melly. Tapi disini banyak orang, jadi kuurungkan. Calvyn mengangguk lalu kusuapi. Saudari perempuannya juga akhirnya ikutan.
"Kita main bola ya, om." Ajak mereka.
"Ok, kalian ambil bolanya. Om tunggu disini."
Keduanya bergegas berlari, sementara karyawan Melly juga kembali pada pekerjaan masing-masing. Kutatap gadis yang tengah memilih beberapa bunga. Ia seperti mengabaikan kehadiranku. Aku hanya tersenyum melihat sikapnya. Paling tidak aku sudah tahu bagaimana isi hatinya. Sampai akhirnya dari jauh si kembar sudah berlari sambil membawa bola. Kulipat ujung kemeja dan segera menghampiri mereka.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
81120
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top