13

Acara akan dimulai pukul empat sore, dengan tema garden party. Aku sibuk memerintah karyawan dan membenahi hasil kerja yang kuanggap belum sempurna. Seluruh kursi dan meja dihias dengan bunga berwarna biru, putih bercampur pink. Menjelang acara balon-balon berbentuk hati sudah diletakkan dibeberapa sudut taman terutama diarea panggung.

Kutatap kembali pentas, banner dan sekeliling. Rasanya puas meski aku sudah sangat letih. Tak lama Ayana muncul dengan dress panjang berbahan chiffon berwarna biru langit dengan hiasan pita besar pink. Ia kaget melihatku yang masih mengenakan celana jeans dan kemeja kotak-kotak.

"Lo ngapain belum mandi dan ganti baju?" protesnya.

Aku hanya tersenyum dan berusaha menunjukkan keletihanku. Meski sebenarnya buatku terkesan lebay, tapi demi tidak bertemu Daud, aku berusaha meyakinkannya dengan aktingku.

"Gue capek banget, habis ini harus merangkai bunga bentuk teddy bear untuk hantaran pernikahan. Akan diambil besok subuh. Sorry gue nggak bisa datang ke pesta."

"Nggak bisa gitu, sekarang lo mandi dan ganti baju. Gue nggak mau tahu." Protesnya.

Aku menggeleng.

"Gue benar-benar capek. Dari tadi malam juga kurang tidur. Lo mau gue nanti pingsan disini dan semua pekerjaan gue terbengkalai? Yang pasti gue senang Karena sudah bisa bantu lo untuk acara ini. Sehat terus ya bumil. Gue pamit." Ucapku.

Akhirnya ia hanya diam. Sebelum benar-benar pergi, kutitipkan kado untuknya pada resepsionis. Karena beberapa tamu sudah mulai hadir. Aku tidak enak terlihat mondar mandir dengan pakaian yang kukenakan.

***

Kutatap kembali foto-foto dan video acara baby shower Ayana. Sesuai prediksiku dengan warna pilihannya. Mereka akan memiliki bayi laki-laki. Aku tersenyum melihat kebahagiaan mereka. Kupajang di halaman sosial media sebagai pemberitahuan terhadap bisnis baruku.

Daud sendiri datang bersama Tiffany. Mereka terlihat serasi dan duduk berdampingan. Teman-teman yang lain juga sepertinya sudah lupa dengan hubungan kami. Sehingga tidak ada lagi yang mengingatkan. Itu sudah cukup untukku. Paling tidak nanti, saat ada acara selanjutnya aku tak perlu kabur.

Semenjak mengerjakan tugas disana, hotel tersebut mulai memesan bunga padaku setiap kali ada acara. Hasilnya cukup lumayan, dan ketrampilanku juga bertambah baik. Karena sebelumnya aku hanya menjual bibit dan bunga potong. Bisnis tetaplah sebuah bisnis. Harus ada inovasi dan juga ide baru setiap saat.

Kini aku sudah menambah karyawan sebanyak lima orang. Dan membeli tanah tak jauh dari sini untuk kebun Lily dan Krisan. Permintaan terhadap keduanya meningkat tajam. Aku masih merangkai bunga saat sebuah mobil memasuki halaman depan. kusambut tamu yang ternyata adalah Mbak Lyona dan Tante Vera.

"Hai, apa kabar Mel?"

"Baik, ada apa ya mbak sampai kemari? Biasanya kan via telepon." tanyaku setelah mereka duduk.

"Yang sedang perlu kamu itu mami, bukan aku. Nggak enak kalau ngomong via telepon."

"Begini, tante lihat hasil karya kamu di hotel yang di Cipanas. Kami berencana mengadakan pesta disana akhir tahun ini."

"Pesta apa ya tante?"

"Sebenarnya syukuran pernikahan, diadakan tanggal 31 Desember. Jadi sekalian untuk malam pergantian tahun. Sebenarnya ini akan menjadi private party, antar keluarga. Undangan sekitar 50 orang saja."

Kulihat kalender, masih tiga bulan lagi. Tapi itu adalah waktu yang sangat sempit. Aku sendiri belum memutuskan untuk liburan atau tidak. Tapi ini pesta untuk siapa ya? Apakah Daud? Seketika tubuhku terasa dingin.

"Jam berapa ya acaranya, Tan?"

"Sore hari, tapi persiapan sudah dimulai tanggal tiga puluh. Pernikahannya sendiri diadakan di Amerika. Karena calonnya berasal dari sana. Tapi ini sekalian libur akhir tahun untuk keluarga besar papanya. Jadi memang hotel sudah kita kosongkan untuk tiga hari."

Berarti Daud mendapatkan orang Amerika? Lalu bagaimana dengan Tiffany? Apakah nasib gadis itu sama seperti aku? Bagaimana aku bisa mempersiapkan pesta pria itu? Takdir memang kadang terasa aneh. Aku masih bimbang, apakah menerima atau tidak.

"Bagaimana, Mel?" tanya Mbak Lyo.

Aku harus professional, karyawanku harus gajian. Bunga harus dipetik tepat waktu.

"Baiklah, nanti diskusi dekornya sama pengantin atau diwakili keluarga?"

"Aduh, terimak kasih ya Mel. Nanti mami yang mengurus semuanya. Kedua pengantin sudah yakin dengan selera mami. " jawab Mbak Lyo.

Ya, Daud sangat mencintai maminya. Jadi wajar kalau semua diserahkan pada Tante Vera. Kedua perempuan yang duduk didepanku tersenyum sumringah.

***

Dua minggu kemudian aku dan Tante Vera bertemu disalah satu restoran di Jakarta. Bersama WO yang menjadi pilihan mereka. Dari sana aku tahu, kalau perempuan setengah baya dihadapanku memiliki selera tinggi dan sangat detail. Dia sudah membuat catatan mengenai segala hal yang akan kami bicarakan. Jelas pesta ini direncanakan dengan sangat sempurna, wajarkah mengingat posisi Daud dimata masyarakat.

Berhubung aku hanya berkutat dibagian dekor, maka ia memberikan beberapa catatan penting. Ingin hanya ada bunga berwarna merah, putih dan pink di pelaminan. Dengan sentuhan aksen daun-daun liar yang memanjang. Kemudian setiap kursi dan meja makan harus ada sentuhan bunga matahari, yang merupakan favorit calon menantunya. Ditempat itu ia ingin rangkaian alami, mirip bunga yang masih berada dipohon. Bahkan Tante vera sampai menjelaskan campuran bunga yang ia inginkan disetiap sudut agar tampil berbeda dan berwarna.

Kuperhatikan detail yang dia minta, kutulis dalam catatan agar mempermudah dalam membuat sketsa. Selesai dengaku, Tante vera melanjutkan pembicaraan dengan pihak WO, sementara aku memilih pulang. Untuk apa juga berlama-lama disana?

Betapa beruntungnya calon pendamping Daud memiliki mertua seperti Tante Vera. Terlihat sangat keibuan dan cerdas. Wajarlah pria itu mencari perempuan yang mirip ibunya. Aku saja yang baru bertemu sebanyak tiga kali sudah suka dan kagum. Kugelengkan kepala, jelas itu hanya masa lalu. Meski sebenarnya aku baik-baik saja. hanya kesendirianku yang sedikit tersentil.

***

Pesta Daniel akan berlangsung pada minggu ketiga bulan November. Yang akan berangkat kesana aku, papa dan mami. Kak Lyo tidak ikut karena baru melahirkan. Sementara tante Jemima dan Maya tidak ikut. Mereka mengatakan menyusul saja ke Indonesia. Otomatis hanya kami dan keluarga Tante Laura dari pihak papa.

Awalnya aku tidak ingin melibatkan bang Bara. Tapi kemudian pria itu malah membelikan kami tiket. Aku sebenarnya tidak enak. Dibalik kekerasan sikapnya, terlihat jelas ia berusaha menunjukkan diri sebagai menantu yang baik. Mungkin sebagai ganti karena tidak mengijinkan Kak Lyo ikut.

Setelah semua persiapan selesai, kami bertiga berangkat. Ini hanya pesta kecil, kata mami. Undangan tidak lebih tiga puluh orang. Hadir juga keluarga almarhumah ibu Daniel. Aku sendiri memiliki cuti seminggu berikut perjalanan. Meski sebenarnya merasa sangat rugi karena ingin berpetualang ke Brazil. Tapi apa mau dikata, pekerjaan tidak memberikan aku banyak waktu untuk berlibur.

Pernikahan Daniel berlangsung khidmat. Ia menangis dipelukan tante Laura dan juga papa. Aku sendiri menyaksikan dengan haru. Apalagi saat mami membisikkan nasehat ditelinganya. Karena papa tidak bisa berkata-kata lagi.

Aku tahu kehidupan mereka tidak mudah. Bagaimana papa tetap ada untuknya meski tinggal berjauhan. Aku sendiri memeluknya erat saat mengucapkan selamat. Ia mengucapkan terima kasih. Kami adalah sebuah keluarga, yang kalau di Jakarta selalu berbagi kamar. Dan sekarang ia yang lebih tua setahun dariku sudah menemukan pelabuhan hati. Aku bahagia untuknya.

Pesta dilanjutkan disebuah restoran kecil, atas permintaan pengantin. Sepanjang sisa hari hanya ada senyum kebahagiaan. Termasuk diwajah mami. Sepertinya ia sangat lega karena bisa mengantarkan salah satu putranya ke gerbang pernikahan. Aku tahu tidak mudah menjadi mami, tapi dua jempolku untuknya. Semoga kelak aku bisa menemukan pendamping sepertinya, yang tetap setia disamping papa.

Selesai acara, keesokan harinya kami pulang. Di Bandara aku memijat pundak mami yang tampak terlalu letih. Usia membuatnya kesehatannya menurun. Papa sendiri duduk disisi lain. Sampai kemudian sebuah pertanyaan yang cukup membuatku terkejut disampaikan.

"Mami senang bisa menyaksikan sendiri pernikahan Daniel. Kapan nih, lonceng pernikahan kamu terdengar?"

Kutatap mami tidak percaya,

"Are you Serious?" tanyaku.

Mami mengangguk, "kamu masih ingin menikah, kan?"

"Ya, tapi bukan prioritas sih?" jawabku jujur sambil melepaskan pijitan. Kini mami meletakkan kepala dibahu papa.

Kusaksikan kemesraan hingga usia senja tersebut. Dimana papi langsung memeluk bahu mami dan mengecup keningnya.

"Jangan didesak, yang. Daud dan kita hidup dalam generasi yang berbeda. Mungkin masih ada yang ingin dicapainya." Balas papa.

"Apa benar begitu? Kamu masih mau melakukan apalagi?" tanya mami.

"Semua sudah kulakukan, mi. hanya saja menikah harus memiliki pertimbangan sendiri. Bukan karena usia atau didesak orang lain. Karena aku dan istriku yang akan menjalani. Kalau aku bertemu perempuan yang benar-benar membuatku ingin menikah, maka aku akan menikah. Kalau tidak untuk apa? Cinta itu hanya sebentar, mi. kesetiaan dan komitmen itu yang harus dipelihara seumur hidup. Dan itu tidak mudah."

"Daud benar, menikah dengan orang yang salah bisa membuat seseorang kehilangan jati diri."

"Maksud papa?" tanya mami.

"Aku menikah dengan kamu, dan kita tetap pada kesibukan masing-masing. Kamu masih mengijinkan aku untuk melakukan apa yang kusukai. Meninggalkan kamu berhari-hari saat aku kangen sama hutan. Kamu nggak protes apalagi curiga kalau aku keluar untuk sekedar berbincang dengan teman-temanku. Karena memang banyak hal yang tidak bisa kita bicarakan. Misal tentang undang-undang perlindungan satwa. Itu bukan dunia kamu, kan? Kalaupun aku omongkan kamu tidak akan tertarik.

Sama dengan Daud. Bisa saja ia jatuh cinta pada perempuan yang tidak suka menonton dan membaca berita. Bisa menikah? Bisa! Tapi apakah kelak pikiran Daud masih bisa setajam sekarang? Belum tentu.

Kalau kemudian istrinya memintanya untuk berubah. Tidak bisa menerima kesibukannya diluar selama sekian jam sehari. Merasa terabaikan dan sibuk menuntut waktu dan perhatian Daud. Lalu kemudian mencari kesenangan dengan cara yang salah diluar sana. Karier dan hidup Daud akan hancur, padahal ia membangun dari nol. Kamu mau dia begitu?"

"Tapi minimal Daud menikah, supaya ada yang mengurus dimasa tua." Balas mami.

"Aku tidak akan menikah hanya agar ada yang mengurus kelak, mi. Kasihan anak orang, kalau cuma menghabiskan hidupnya untuk mengurusku. Aku masih ingat mami kecewa banget waktu Kakak memutuskan melepas karier sebagai dokter atas permintaan Bang Bara. Aku juga bisa lihat kekecewaan besar dimata Kak Lyo, bahkan sampai sekarang.

Aku tidak ingin melakukan hal sama pada perempuan yang mencintaiku. Aku akan membiarkan dia melakukan apa yang dia suka. Kasihan sudah dibersarkan orangtuanya susah-susah, disekolahkan. Akhirnya ketemu aku cuma dibuat untuk mengurusku."

***

Happy reading

Maaf untuk typo

71120

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top