12
[Aku menghargai itu. Satu lagi, namaku diluar sana tidak terlalu baik untuk ukuran seorang laki-laki. Banyak gossip yang mengatakan aku player atau gay, bahkan tukang php-in perempuan. Tapi aku mau bilang sama kamu. Kalau aku bukan ketiganya. Dan aku juga bukan orang yang suka ambil pusing dengan pendapat orang lain. So, inilah aku.]
[Kadang kamu terlalu jujur untukku, membuat aku harus berpikir berkali-kali.]
[Aku tidak suka basa-basi. Itu membuat hidupku ribet. Bayangkan berapa waktu yang terbuang saat semua orang di Dunia ini berbasa basi. Kenapa harus berbelok kalau ada jalan yang lurus? Ya sudah, ini sudah larut malam. Istirahat dulu, kamu pasti sudah capek. Jangan lupa tawaranku tadi, dipertimbangkan ya. Selamat malam.]
Aku hanya membalas dengan stiker senyum. Benar-benar tidak ada basa-basinya.
***
Tiga hari setelah mengatakan itu tidak ada pesan atau telepon dari Daud. Entah kemana dia. Status WAnya pun tidak pernah berubah. Namun aku masih bisa melihatnya wara wiri dilayar kaca. Entahlah, kadang aku meragukan keseriusannya berkata-kata. Sepertinya banyak hal memang harus dipertimbangkan. Aku sendiri juga sudah lelah menghadapi sikapnya. Belum pacaran saja sudah begitu, konon kalau kami jadian? Ia pasti akan menghubungi aku kalau sedang butuh saja.
Keputusanku waktu menjawab permintaannya ternyata tidak salah. Kuabaikan perasaan kecewa, aku kembali pada rutinitas semula. Seperti siang ini, aku harus memenuhi permintaan sebuah toko bunga yang memesan ribuan mawar untuk acara pernikahan. Untung stok panen dua hari ini cukup. Setelah menyelesaikan pengiriman, aku berniat untuk beristirahat. Namun semua terganggu saat sebuah mobil memasuki pekarangan. Siapa?
Akhirnya sosok Daud turun, aku menghembuskan nafas kesal. Setelah hari ini memutuskan melupakannya, justru ia sudah muncul dihadapanku. Aku yang tadinya berniat menutup pintu akhirnya tidak jadi.
"Hai." Ucapnya sambil melepas kacamata hitam.
"Hai, juga. Tumben kemari. Ada apa?"
"Mau nagih jawaban kamu!" jawabnya santai seperti biasa.
Aku memutar bola mata Manahan kesal. Terbuat dari apa sih perasaan pria di depanku ini?
"Setelah kamu tiga hari tanpa kabar?"
"Ya, aku sibuk sekali, karena mengikutkan film yang kamu tonton waktu itu untuk sebuah lomba. Terus pekerjaanku di kantor juga sedang banyak-banyaknya. Karena ada talk show khusus minggu ini yang harus kupandu. Nara sumbernya adalah mantan presiden, jadi aku harus sangat berhati-hati dalam menyusun pertanyaan. Karena beliau terkenal baperan. Sehari aku paling tidur cuma 3-4 jam. Dan hari ini semua selesai, jadi aku bisa meluangkan waktu penuh selama enam jam bersama kamu. Apa aku salah?"
"Sama sekali enggak," jawabku akhirnya sambil mempersilahkannya masuk.
"Aku tahu kamu kecewa."
"Lalu kenapa masih bertanya?" aku tak mau kalah.
"Kenapa tidak mencoba bertanya kabarku sebelumnya?"
"Nggak elok kalau perempuan bertanya duluan."
"Kamu hidup dijaman apa, ya?" balasnya tak suka.
"Dijaman kemerdekaan, kenapa? Kamu kira sekarang jaman kerajaan Majapahit?"
"Sayang amat ibu Kartini capek-capek mengajar perempuan kalau hasilnya seperti ini. Kamu itu setara dengan aku. Kamu juga boleh memulai. Dan aku tidak akan menganggap kalau itu sesuatu yang tabu. Karena aku sudah ngomong, aku serius sama kamu."
"Karena ibu kamu?"
"Ya karena perasaanku dulu lah. Hanya saja apapun perasaanku kalau ibuku menolak, aku akan berpikir ulang."
"Artinya perasaan kamu bukan murni untukku, ada perasaan lain yang kamu pikirkan." Aku tak mau kalah.
Ia terdiam menatapku tidak percaya.
"Susah ya, bicara sama kamu yang tidak mau memikirkan orang lain. Pertanyaanku, kalau keluarga kamu tidak suka padaku. Apa kamu masih akan melanjutkan hubungan?"
Kali ini aku yang terpaku. Kutatap lekat matanya, ada kemarahan besar disana.
"Kamu memutuskan menyukaiku karena ibu kamu juga menyukaiku. Kamu memutuskan mengenalku karena kakak kamu juga menyukaiku. Lalu bagaimana kalau suatu saat kamu benar-benar mencintai seseorang. Dan disaat itu sudah ada aku yang menjadi pilihan keluarga kamu. Siapa yang akan kamu pilih?
Lalu bagaimana dengan perempuan-perempuan diluar sana yang mengejar-ngejar kamu tanpa ada batasan? Kamu kira aku akan sanggup? Maaf, aku tidak bisa."
Ia mendekatiku, posisi kami yang masih sama-sama berdiri memudahkannya untuk mengurungku yang sudah terpojok didinding. Ia menatapku seolah meneliti isi kepalaku. Kemudian tersenyum sedih, dan menghembuskan nafas perlahan seolah tengah melepaskan sesak. Kemudian ia berkata dengan suara pelan.
"Aku tahu banyak tentang kamu, cari tahu, tanpa kamu ketahui. Tapi kamu? Apa yang kamu tahu tentang aku? Apa yang kamu tahu tentang mamaku? Apa yang kamu tahu tentang kakakku? You know nothing, Mellisa.
Kamu sama sekali tidak tahu bahwa ibuku dulu pernah menangis sepanjang malam, bertahun-tahun karena ayah kandungku berselingkuh. Kamu nggak tahu kalau kakakku pernah hampir diperkosa karena aku terlambat menjemputnya. Dan berita itu muncul dimana-mana sebagai berita. Trauma masa lalu membuatku mengerti untuk tidak membiarkan perempuan sendirian terutama dimalam hari. Ok mungkin aku salah dimata kamu. Tapi saat ini, kita belum punya hubungan apa-apa. Apa pantas kamu membatasi gerakku, sementara aku belum lama mengenalmu?
Ok, aku kenal Tiffany. Dia rekan kerjaku sudah hampir satu tahun. Lalu berapa lama kamu sudah kenal dengan aku? Apa kamu tahu makanan kesukaanku? Warna favoritku? Jadi rasanya omongan yang tadi itu adalah kosong. Mungkin kamu memang tidak tertarik padaku, karena itu kamu tidak mencari tahu tentangku.
Dimata banyak orang mungkin kamu sangat baik. Tapi buat aku kamu naïf. Semoga kelak menemukan seseorang yang sesuai dengan kriteria kamu. Kamu terlalu sibuk dengan pikiran dan kekhawatiran kamu sendiri sehingga tidak punya waktu berpikir dari sisi orang lain. Aku permisi."
Kutatap matanya tak percaya, kemudian Daud menurunkan tangan. Lalu melangkah keluar meninggalkanku sendirian. Aku terduduk lemas di sofa sambil menutup wajah dengan kedua tanganku. Rasanya perdebatan kami benar-benar menguras emosiku. Benarkah aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri?
Dia mencari tahu tentangku? Lalu aku? Hanya diam dan menunggu. Tak lama terdengar suara mobil meninggalkan halaman. Rasanya tubuhku benar-benar lemah. Apa yang harus kulakukan sekarang? Apakah aku harus memberi kesempatan sekali lagi? Lalu bagaimana dengan harga diriku?
Ya Tuhan, kenapa jadi rumit begini?
***
Kujalankan mobil dengan kecepatan sedang. Aku sedang marah. Apakah salah kalau jujur dengan pemikiran sendiri? Apakah Melly lebih suka aku memberi janji manis lalu kemudian mengingkarinya? Kadang aku tidak mengerti akan wanita.
Lalu kemanakah aku hari ini? Pulang? Setelah mencoba mengatur waktu sedemikian rupa agar bisa membicarakan banyak hal dengan Melly? Dia sama sekali tidak menghargai lelahku. Lalu untuk apa menjalin hubungan dengan perempuan seperti itu? Ia hanya bisa berpikir tentang dirinya sendiri.
Sudah cukup! Aku takkan mengejarnya lagi! Ini yang terakhir, sepertinya kami memang tidak cocok.
***
Daniel akhirnya datang membawa kekasihnya. Seorang perempuan berdarah Irlandia yang sangat ramah bernama Chelsea. Ternyata ia adalah seorang perawat disana. Mami menyambut dengan senang, keduanya segera mendapat tempat di keluarga kami. Seperti rencana semula, aku hanya menawarkan beberapa destinasi wisata yang belum pernah dikunjungi Daniel yakni wilayah Papua Bara dan Maluku. Termasuk pantai Ora, Banda Naira dan Teluk Triton di Kaimana.
Aku suka ketiga tempat itu, dan merasa nyaman saat berada disana. Baik itu dengan penduduk maupun makanannya. Daniel setuju, aku segera menghubungi teman untuk melakukan reservasi hotel sesuai rencana mereka. Pekerjaan pertama selesai sudah. Esok harinya kami berangkat ke Cipanas untuk mengunjungi makam kakek dan nenek.
Rumah peninggalan mereka sudah menjadi hotel. Karena memang tidak ada yang tinggal disana. Kalau keluarga besar papa pulang, mereka menginap di rumah kami. Para tante masih bergantian pulang, tapi tidak lagi sesering dulu. Aku mengantar Daniel dan Chelsea kesana. Setelah itu mereka segera melanjutkan liburan. Sebelumnya mereka berjanji akan menginap di Jakarta tiga hari sebelum kepulangan. Kupikir, disana saja nanti aku mengambil cuti lalu mengajak mereka ke Jawa tengah bersama kedua orangtuaku.
Sibuk dengan banyak kegiatan, apalagi film dokumentar yang kukirim ternyata masuk final. Aku harus mulai membuat promo agar orang menonton dan memberi vote. Karena nanti akan ada pemenang pilihan sosial media. Semua aktivitas membutuhkan perencanaan dan pemkiran yang matang. Aku kembali pada aktivitas semula.
***
Sejak hari itu, Daud benar-benar tidak pernah menghubungiku lagi. Ada penyesalan dalam hati, kenapa aku begitu naif. Seharusnya saat itu aku menghentikan langkahnya. Namun penyesalan takkan berguna. Toh semua telah terjadi. Mungkin aku terkesan terlalu banyak menuntut. Tapi itulah pertanyaan yang terpendam dalam hatiku.
Meleburkan diri dalam pekerjaan membuatku melupakan sebagian masalah pribadi. Karena aku tengah giat belajar merangkai bunga dalam banyak bentuk karakter. Seperti love, teddy bear dan masih banyak lagi. Itu adalah bisnis yang sedang booming saat ini. Lumayanlah untuk membunuh sepi.
Sementara Daud semakin menjulang, kemarin film yang ditunjukkan padaku dulu meraih juara satu dan menjadi pilihan penonton via sosial media. Ia tersenyum lebar mengangkat kedua penghargaan tersebut. Beberapa kali wawancara ia tengah bersama Tiffany. Mereka pasangan yang serasi menurutku. Sekarang aku tak merasa kecewa lagi. Sudahlah, berarti kami tidak berjodoh.
Sampai akhirnya pertemuan kami kembali tidak bisa dihindari. Ayana merayakan Baby Shower untuk menyambut kelahiran bayinya. Tentu saja aku diundang. Berikut berbagai permintaan dari sang calon mama. Karena dilaksanakan disalah satu hotel di Cipanas, aku diminta untuk mendekor halaman belakang hotel yang biasanya dibuat untuk pesta outdoor.
Aku memang terbiasa mendekorasi sebuah pesta kecil. Tapi itu kulakukan hanya sebagai hobby dan untuk lingkungan keluarga. Kali ini Ayana malah mengatakan akan membayar jasaku. Siapa tahu nanti bisa menjadi awal karier baruku, katanya. Berhari-hari membuat sketsa, merubah, kemudian mendiskusikan kembali. Sampai akhirnya kami deal. Disana juga nanti ia akan mengumumkan jenis kelamin bayi mereka.
Sebagai orang baru, aku berusaha bekerja semaksimal mungkin. Beruntung, EO yang bekerja sama denganku sangat kooperatif dan banyak mengajari. Terutama tentang pengaturan waktu kerja. Kurekrut beberapa kerabat karyawan untuk membantu.
Aku sendiri sudah menyiapkan sebuah hadiah. Dan berencana meninggalkan hotel sebelum acara benar-benar dimulai. Dengan alasan sudah terlalu letih. Karena memang sebenarnya pekerjaanku sedang banyak-banyaknya. Jadi aku tidak perlu bertemu Daud. Ada rasa tidak nyaman kalau harus kembali berhadapan dengannya. Dan yang terpenting, aku malu Karena belum punya pasangan. Sebuah alasan klise untuk perempuan berusia sepertiku.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
061120
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top