1
Hai.... Senang bertemu kalian lagi. Ada Daud dan Mellisa sekarang. Semoga nggak bosan dengan keluarga mereka. Selamat menikmati...
Seperti biasa ya, rule dilapak saya tetap sama.
Kalian boleh beradu argumentasi, saling beropini. Tapi jangan saling menghina apalagi menuju SARA. Karena saya nulis untuk membuat kalian senang. Meski mungkin nanti nggak bisa menyenangkan semua orang.
Kenapa? Karena pembaca saya disini kebanyakan sudah berusia dewasa. Saya nggak nyaman aja, ketika tahu bahwa ada seorang yang berusia matang, lalu dimaki-maki oleh anak yang masih berusia sangat muda.
Saya menuliskan ini, karena pembaca saya suka memberi komentar. Dan sayapun suka membaca komen kalian semua. Bahkan kadang bisa ketawa sendiri.
Selamat menikmati PADA SISI HATI YANG LAIN. PSHYL
***
Daud melepaskan clip on dari sisi jasnya, siaran langsung wawancara bersama pakar politik hari ini sudah selesai. Pria bertubuh tinggi itu segera bangkit dan mengucapkan terima kasih pada para kru di dalam ruangan. Diliriknya jam tangan, masih pukul 19.30. Ada sedikit waktu untuk bertemu dengan teman-temannya di sebuah cafe tak jauh dari tempatnya bekerja. Bergegas pria itu meninggalkan studio tempatnya menghabiskan waktu hampir sepanjang hari ini.
Di jalan sambil menunggu lampu merah, pria itu membersihkan make up yang masih menempel diwajahnya. Meski tipis, ia tidak suka. Karena itu Daud sering merawat wajahnya agar terlihat bening di kamera. Meski bukan berarti melakukan perawatan di salon. Cukup mengikuti treatmen maminya yang dilakukan seminggu dua kali. Memasuki sebuah mal besar dibilangan Senayan, pria itu segera memarkirkan mobil. Baru kemudian turun mencari sebuah cafe tempat mereka janjian.
"Hei, apa kabar bro?" sapa Iwan sang empunya acara menyambutny ramah.
Iwan akan segera menikah, dan Daud didaulat untuk menjadi salah seorang groomsmen. Mereka semua yang hadir saat ini adalah teman-temannya saat masih menjadi model dulu. Daud pernah menjadi salah seorang pemenang lomba model saat ia masih SMU. Mereka semua pernah dikarantina sebelum acara pengumuman pemenang.
""Baik, gue paling telat ya. Biasa habis siaran."
"Nggaklah, Ahmad dan Donny juga baru sampai. Ayo lo mau minum apa?"
"Nanti saja, gue masih kenyang, rekan gue Tifanny tadi bawa banyak makanan."
"Oh iya, keren tuh penyiar baru. Cantik plus seksi. Lulusan NorthEastern katanya?" Tanya Iwan.
"Yup, pinter banget memang dia. Termasuk ngejar nara sumber. Jangan harap ada yang lolos kalau dia sudah wawancara."
"Orangnya gimana sih?" Tanya Ahmad.
"Yang pasti cantik, gabungan antara pintar dan cerdas. Jago masak, jago main piano. Lo tahu kan orangtuanya berkarier di Deplu. Wajar aja anaknya begitu."
"Kenapa nggak lo pacarin?" Tanya Iwan.
"Selera gue bukan dia. Kalau kita jadian siapa yang akan jaga rumah dan anak-anak? Gue cari perempuan rumahan tapi tetaplah harus cerdas. Supaya bisa bimbing anak gue nanti. Pendidikan dasar anak kan ada ditangan ibunya. Bagaimana anak gue bisa pintar kalau ibunya cuma ngegosip di medsos sepanjang hari?" jawab Daud.
"Tifanny?"
"Perempuan karier sejati. Berpikiran bebas dan gue nggak akan bisa bendung mimpi dia. Lagian masih muda juga kan kasihan kalau nanti diajak married."
"Kayaknya ada satu orang deh yang cocok buat lo." Ujar Iwan.
Daud menatap sahabatnya itu.
"Siapa?"
"Temennya Ayana, dia florist. Punya kebun mawar gitu. Tapi bukan sembarangan, mawar dia masuk ke Istana lho. Sarjana pendidikan yang memilih berbisnis. Orangnya lembut dan keibuan banget. Gue juga baru kenal, meski mereka sudah temenan cukup lama."
"Boleh tuh, umur berapa?" Tanya Daud.
"Tiga puluhan kalau nggak salah."
"Umur segitu sih gue nggak masalah. Lo pernah tahu mantannya dia?"
"Lo pasti kaget kalau dengar siapa mantannya. Salah satunya Ardy Suratman."
"Anaknya yang punya perusahaan elektronik itu?" Tanya Daud.
"Yup."
"Putus kenapa?"
"Kata Ayana sih nggak cocok gitu. Nggak bisa dipaksain, kan? Gimana, lo minat nggak?"
"Kayaknya gue pernah dengar deh. Dia pernah pacaran sama anaknya Pak Lutfi yang ketua partai itu kan? Mundur deh gue. Kayaknya bukan kelas gue, mantan dia kelas atas semua."
"Cemen lo, segitu aja nggak berani. Masa sih kemampuan seorang Daud cuma segitu? Wawancara Direktur Bank Dunia aja lo santai, menghadapi seorang Mellisa lo kabur." Timpal Ahmad.
"Maksud gue bukan begitu, ngapain juga deketin orang yang udah jelas merasa kalau kita bukan bagian dari dia. Lagian gue nggak menemukan kehebatan lain dari dia. Kecuali cuma untuk dijadiin pacar. Nah gue lagi nyari istri."
"Gini aja deh, lo ketemu dia dulu di acara gue. Kan waktunya panjang tuh. Dari akad nikah sampai pesta. Dan kalian akan ada disekeliling kita terus. Nggak usah kenal lebih jauh, lo cukup lihat satu atau dua jam aja pasti sudah bisa menilai. Masalah cocok jadi istri apa enggak, lo tentuin belakangan." Iwan tidak mau mengalah.
Daud akhirnya mengangguk. Entah kenapa dalam bayangannya Mellisa adalah sosok perempuan matre yang senang mengejar pria mapan. Mungkin karena itu sampai sekarang belum menikah.
***
Daud baru sampai di rumah setelah hampir jam sepuluh malam. Vera sendiri yang membukakan pintu.
"Darimana saja, Dek?"
"Habis ketemu sama Iwan, mi. Ngobrolin acara pernikahan dia nanti. Aku kan jadi groomsmen nanti."
"Acaranya akhir pekan ini kan?"
"Iya sih, sehari setelah aku pulang dari Bangkok nanti meliput AMM, pertemuan menteri luar negeri ASEAN."
"Kamu ditugaskan lagi?"
"Ya, karena aku memang cukup sering meliput acara di Kementrian luar Negeri, kan? Mami masak apa hari ini?"
"Ikan teri sambal kacang dan daun singkong tumbuk. Request papamu dari kemarin. Memangnya kamu tadi nggak makan diluar?"
"Yang batak tuh papa atau mami sih sebenarnya? Aneh aja lihat papa doyan makanan Medan. Aku malas makan tadi, kebayang masakan mami."
"Lagi kangen sama Tangkahan dia." Jawab mami sambil tertawa.
"Papa Mana?"
"Ada di ruang kerjanya. Lagi jadi pembicara disalah satu pertemuan katanya."
"Kak Lyo ada datang?"
"Besok, abangmu Bara juga kebetulan ada waktu. Kamu siaran jam berapa?"
"Pagi sih, jadi siang sudah di rumah. Aku kangen sama Andrea dan Calvyn. Sudah lama nggak ganggu mereka berdua."
"Jadi kamu mau makan?"
"Boleh, mi. biar aku siapkan sendiri, mami istirahat saja."
"Sebentar lagi, papamu belum selesai. Kamu kapan ke Thailand?"
"Besok malam, bareng rombongan dari Jakarta."
"Ya sudah kamu makan, habis itu siap-siap. Besok harus bangun pagi untuk siaran, kan?"
Daud hanya mengangguk mengiyakan.
***
Rumah sudah ramai saat Daud kembali pulang. Lyo dan keluarga kecilnya sudah sampai. Segera pria itu mengejar kedua keponakannya. Ia sangat merindukan Andrea dan Calvyn. Mereka berguling diatas karpet ruang tamu. Teriakan anak-anak terdengar sampai ke dapur. Sampai Lyo geleng kepala.
"Udah dulu dong Ud, kasihan si kembar."
"Biarin aja, kan gue jarang ketemu. Lagian anaknya juga senang kok. Lo aja yang jadi emaknya bawel."
"Makanya lo kawin, terus bikin anak sendiri."
"Kawinnya udah kali, bikin anaknya ini yang belum."
"DAUD!" Vera mengingatkan.
Sementara Bara yang baru saja datang dari halaman belakang segera menyapa adik iparnya.
"Hai, bro."
"Hai, bang. Gimana kabar pengusaha?"
"Baik, katanya mau ke Bangkok."
"Iya, biasa dinas. "
"Ud, lo udah punya pacar belum?" Tanya Bara.
"Lagi free, kenapa bang?"
"Lo mau gue kenalin sama perempuan nggak. Cakep banget lho. Tipe lo banget deh pokoknya." Sambung Lyo.
"Siapa?"
"Namanya Melly."
"Ketemu dimana lo?"
"Kemarin mertua gue merubah taman dekat kolam renang. Tanamannya diganti jadi mawar rambat gitu. Nah terus Melly yang awasin pembuatannya, karena memang bibitnya dari kebun mawar dia.
Tadinya sama mertua gue mau dijodohin sama Ben, tapi lo tahu sendiri gimana nakalnya Ben. Kasihan anak orang nanti. Nah terus gue tuh saking suka ke dia sampai mikir, ini bakal gue jodohin sama siapa? Akhirnya keingat sama elo. Bang Bara juga setuju."
Daud mencoba mengingat, sepertinya ada yang pernah menyebut nama itu. Tapi siapa dan dimana? Berulangkali ia menggumamkan nama Melly dalam hati. Tapi entah kenapa ia bisa lupa.
"Boleh kalau kamu kenalkan Lyo, Daud nggak pernah serius pacaran. Padahal yang terakhir kemari, Vionetta. Itu juga mami suka. Anaknya sopan dan lembut. Eh tiba-tiba katanya sudah putus."
"Gimana nggak putus, kalau dia ambil S2 di Belanda. Aku malas LDR. Oh ya, pa. Daniel jadi kemari?" tanyha Daud pada Nico.
"Jadi, sekalian ngenalin pacarnya katanya."
"Nah cocok tuh, Ud. Bisa double date lo ke Labuan Bajo. Pokoknya lo harus kenalan sama Melly. Dia tuh selain cantik, modis dan benar-benar calon ibu rumah tangga. Masakannya enak banget. Kita kemarin pernah makan siang bareng di kebun mawarnya. Pokoknya lo nggak bakal nyesel deh."
Daud hanya tersenyum mendengar promosi yang dilakukan oleh kakaknya secara gencar. Padahal mami saja santai sekali. Tapi kenapa malah orang lain yang ribut?
***
Sepulang dari Bangkok, Daud disibukkan menjadi groomsmen dalam pernikahan Iwan. Pagi itu ia sudah berada di hotel Shangri-La Jakarta. Sambil membawa sebuah koper besar yang berisi setelan jas yang baru sempat diambil dari laundry. Rencana pernikahan akan dilaksanakan besok pagi, dilakukan dalam dua sesi. Yakni akad nikah di pagi hari dan resepsi dimalam harinya.
Seluruh keluarga inti dan pendamping pengantin akan mengikuti briefing terakhir pagi ini bersama pihak WO. Kecuali calon pengantin perempuan yang tengah menjalani pingitan. Ayana hanya akan menyaksikan melalui layar zoom meeting di kamar.
Daud cukup salut pada pasangan itu. Sekian lama mereka berpacaran, dan harus menunggu lama untuk mendapatkan restu dari orangtua. Namun keduanya sudah mantap, hanya akan menikah kalau sudah mendapat restu. sampai akhirnya pihak orangtua mengalah.
Daud kemudian memasuki kamar, untuk beristirahat sebentar. Karena nanti siang juga akan diadakan sesi photo khusus untuk mereka para pendamping dan pengantin pria. Sementara bridal shower untuk calon pengantin wanita sudah diadakan seminggu lalu.
Sampai kemudian pukul dua siang namanya dipanggil untuk ikut bergabung. Bergegas pria itu keluar kamar menuju tempat Iwan sudah menunggu. Disana para sahabat yang lain sudah menunggu dengan mengenakan seragam. Yakni celana jeans, kaos putih dipadu kemeja motif kotak dan topi cowboy. Semua larut dalam kegembiraan.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
201020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top