Tyul


Ini namanya Uyul, panggilan akrabnya begitu, dia ini Tuyul yang salaay. Hartanto yang menyebutnya begitu.

"Kenapa lagi, brayy ..., sini curhat sini, nanti kita nongkrong di club kalau masih gak ada solusinya," ajak si Uyul begitu santai, sebagai anak muda (ini di hitung dari panjang tubunya yang gak sampe semeter ya, kalau usia udah lanjut si Uyul) menyandang setatus awet muda.

Menghibur hantu sekolah itu.

"Gak tau nih, Yul. Aku kepikiran masalaluku sebelum jadi demit kayak sekarang,"

"Nyesel jadi hantu, ya?" tanya Uyul perhatian, matanya membesar bukannya lucu bak film kartun malah kayak horor (Ya jelas, ini kan emang demit)

"AKu ngak ngenalin diri aku, Yul. beneran ngak sih namaku Hartanto, harusnya iya sih namaku Hartanto, tapi aku kok punya kakak, harusnya aku puny adek ya?"

Uyul cuman mangap mangap, dia sejak tadi mau menjawab omongan temannya itu tapi terus di gagalkan, dengan nada marah yang imut, Uyul memperotes hartanto.

"Eh, setan. Kamu ini nanya apa jawab, mau nanya di jawab sendiri, bikil liyer orang aja yang mau ngomong,"

"Jangan lupa, kamu juga setan, Yul." Balas Hartanto memperingatkan.

Uyul si Tuyul imut kembali bertanya pada Hartanto, "Terus masalahnya apa, kalau kamu punya kaka atau punya adek?"

Uyul memperhatikan teman sekawannya itu. "kan gak ada bedanya, siapa tau kamu dulu sebenernya punya kakak sama adek?"

"Bener sih Yul," aku Hartanto mengiyakan ucapan Uyul, ada benarnya perkataan si hantu kepala bulat itu kepadanya. Tapi ada yang menganjal di dalam hatinya seolah kurang pas saja.

"Dulu aku ini hidupnya gimana ya, Yul?"

"Kok tanya aku, sih. padahal kamu yang pernah hidup, kalau aku sebangsa Jin ifrit man apernah jadi manusia," tuka Uyul mengingatkan.

"Bener juga, tapi ... ."

"Tapi apa?" bingung Uyul sambil menghitung duit yang dia ambil dari alam celananya, agak jorok memang, tapi itu faktanya.

"Kamu di sini udha berapa lama, Yul?" tiba tiba Hartanto teringat, kalau dia terakhir meninggal itu tahun 2009.

"Udah dari tahun 1780, tahun berapa tuh. Gak itung, aku gak inget, pokoknya pas itu masih belum ada bangunan sekolahan itu, belum ada belanda sama jepang yang mampir kemari, jadi yahh, sekitar segituan."

Hartanto kagum mendengar keberadaan si Uyul, "keren juga, Yul. kamu ngapain aja tahun segitu, dari jaman kerajaan kali, udah kelayapan."

"Dulu sebelum di pakek manusia, aku cuman nyari cuyu, cupang ya main di air lah. Kalau ujan main ujan, terus ada dukun yang ngajak kerja sama, aku kerja nyari duit buat manusia, bangsamu sebelum kamu koit."

Hartanto mengaruk kepalanya tak gatal, "iya juga, semua butuh uang."

"Tapi gak semua butuh tuyul juga 'kan?"

"Iya tapi, gak semua manusia bisa bersyukur. Banyak yang kufur nikmat, udah bisa makan harusnya bersyukur bukan malah nyari kesenangan sesaat, misal umur hidup mereka 70 tahun, terus mereka mulai nyari pesugihan umur 20 tahun, tapi di masa nyari belum nyari dukun yang cocok dannnnn ritual yang makan waktu 2-4 tahun, bayangin kalau kerja keras sebenernya bisa ngumpulin modal."

Hartanto mendengengar dengan seksama, "Sebenernya yang mereka cari itu percuma banget, terus tiap tahun tubuh mereka di beri beban di mana umurnya di sedot dikit demi dikit apa lagi tumbal, rugi banyak, yang tadinya 70 tahun cumaan bisa nikmatin 20 tahun hidup bergelimang harta, belum lagi harta mereka bawa 'sial' buat orang yang gak ikut pesugihan tapi satu darah sama yang ikut pesugihan,"

Hartanto bergidik ngeri, "Ternyata duniamu serem juga ya, aku kira semuanya kelihatan aman dan sejahtra, orang yang jadi tumbal dan yang numbalik kelihatan santai tapi hidupnya setelah bunuh orang,"

"Kulitnya aja mah, padahal dalam hati was was banget, mana sebagai manusia harus mematikan kemanusiaaan sendiri biar 'nekat' bunuh orang terdekatnya dan orang yang mereka kenal, kalau udah mati hatinya gak ada jalan lain buat mereka balik ke dunianya semula, mau tobat kalau gak niatnya 100% ya susah."

Hartanto kagum, "Yul, kamu kok bijak. Gak mau jadi penceramah aja, Yul?"

Uyul melengos sambil berkata, "oh tydak, aku suka nyesatin manusia. Soalnya mereka lucu banget, masa di bodohin sama uang mau."

"Aku kan bisa jadinya mainin mereka, kayak dapet boneka. kiki kiki kiki," kikik Uyul tertawa bak kuda meringkik, seram sih tapi Hartanto tak ambil pusing, soalnya dia juga sama.

"Kalau kamu udah sejak lama di sini, boleh tau ngak. Pernah liat aku jaman manusia?"

"Pas hidup?"

Hartanto mengangguk, "ho.oh, pas aku hidup, pernah papasan atau liat aku mode manusia,"

Si Uyul mengaruk kepala botaknya, terkena pantulan mentari. "Sebenernya gak pernah, tapi aku juga kan gak namatin wajah orang satu persatu, orang aku cuman main di sekolahan itu," tukasnya tak banyak memberikan informasi untuk Hartanto.

"Hufft, kalau kayak gini gimana aku mau tau sebenernya aku siapa?" keluh si hantu itu menmepelkan wajahnya ke batang kayu kering.

"Kenapa gak nyari di buku album, kan ada di sekoalah ini. Siapa tau ada mukamu di sana,"

"Betul juga kenapa gak kepikiran!"

"Lah, kamu aja bingung, pikiranmu mana ada?"

"Bantuin aku ya, Yul."

"Jangan dulu, kapan kapan. Aku ada bisnis," tolak Tuyul, entah dari mana dia mendapatkan kacamata hitam untuk di pakai lalu menghilang masuk ke dalam daau.

'Byurrr!'

"Lah, si tuyul kenapa malah mau jadi cimol kembung!"

"Biarin deh, yang penting aku sekarang punya tujuan, aku mau minta tolong ke Sinta siapa tau dia mau---tunggu, aku tadi udah nolak bantuannya, gengis dong kalau aku bali narik kata kataku lagi, kalau gitu aku nyari sendiri lah, entar malem." kata Hartanto bermonolog.

***

Malam di mata manusia bangunan tua itu mencekam belum suasana horor yang terbangun dengan epik, sudah jadi tema yang gurih jika mengulik dunia astral, nyatanya di mana Hartanto menginjakan kaki di dunia berbeda dimensi, semuanya nampak aktifitas lebih sering dari makluk seperti mereka, dari mulai hantu yang tengah main, hantu belanda yang berkumpul dengan sesamanya, mugkin kalau di dunia manusia si bule itu hits dan bakal jadi selebgram. Begitu nyatanya.

"Apakah ini cinta, apa ini cinta, cinta yang mengeloraaaa~"

Salah satu hantu mengerakan tubuhnya menari dengan gaja kejag kejang, satu Haranto hantu itu mati gara gara nilai ujian dia 0, bukan bunuh diri, tapi ketimpa genteng dari atas makannya bekas darahnya masih mengotori pakainnya dan nilai 0 belum di kerjakan sama sekali.

"Wasaap vroh, mukamu kok jelek banget."

"Kalau di dunia manusia ganteng ya, egek."

"Itu manusia, kalau di sini yang ganteng mukannya hancur." Kata si hantu nilai 0 itu.

Hartanto mendesah lelah, "aku mau pergi dulu, ya. mau ada urusan," elaknya menyingkir dari si hantu narsis itu, tapi Hartanto juga sejenis hantu yang kepoan dan narsistik, sama saja.

























































***


















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top