Teringat


"Hemmeme, hemm ..., hemm." Sinta bersenandung lagu yang dia dengar dari si hantu Hartanto, malah asik meyenandungkan gumamkan.

"Nyanyi apaan sih?" Anggun menanyai Sinta, ikut duduk di sebelah Sinta.

Pemandangan di depannya kini terlihat hamparan danau di bawah pohon rindang, kedua makhluk beda dimensi duduk menikmati semilir angin.

"Ini aku baru ketemu lagu enak, gak tau kenapa aku sukak."

Sinta memperlihatkan list lagu di dengarkannya, "ini, aku lagi sukak." Sinta memasang wajah imut nan mengemaskan.

"Lagu jawa? tumben banget suka sama sama lagu jawa?" Anggun keheranan dengan selera Sinta, "kenapa sih emang, kan emang bagus banget?"

"Tapi itu bukan kesukaanmu 'kan?" balik kata Anggun, Sinta tercenung sesaat. Dia terdiam mengingat kenapa dia menjadi suka dengan lagu yang dia yang belum pernah dia sentuh bahkan hampir 90% tak di ketahui artinya itu apa.

"Ahh, aku juga gak tau. Mungkin selera musik ketularan, hehehe." tawanya terdengar cangung. Tanggannya tak lupa garuk garuk kepala sama pantat, gantian.

Terpikir dalam hati, 'apa aku begini karena Har, ya?' batinya merujuk ke Hartantio, hantu jadul gak menjual banget namanya di zaman sekarang, kepikiran kalau dia hantu transferan dari jaman megalitikum.

"Aku mau balik ke kelas aja deh. Bye," dadah Sinta ke Anggun. Beranjak ke sana untuk kembali masuk ke dalam kelasnya.

***

Ingin membuktikan kepada dirinya sendiri, kalau dia waras. Dama artian dia sama sekali gak tertarik nambah kolesi temen hantunya, cukup Anggun aja jadi teman perdemitannya, tapi belakangan dia memang dia terusik dengan ke usilan Har, si hantu bernama lengkap Hartanto.

hantu yang gak lazim adanya, di selama ini hanya melihat hantu semacam di film, kuntilanak dan pocong tapi kenyataannya hanya kuntilanak lah yang banyak, si pocong sangat jarang memunculkan wujudnya.

Di antara hantu berwujud manusia, kayaknya hanya Har, hantu yang polahnya bikin Sinta malu padahal hanya dia yang  bisa lihat makluk itu. Memang aneh dunia ini, seperti sekarang setelah kelasnya selesai.

Murid berhamburan keluar dari kelas, menuju rumah masing masing. Sinta pun begitu tapi kakinya terasa terpaku di tempat, Har. Si hantu memang gak lagi aneh aneh, tapi dia lagi kayang di depan gerbang sekolah, sekalinya bangun dia malah goyang treweki.

'Kenapa lagi dia, aku merasa malunya.' Iner Sinta menutupi wajah dengan buku.

Melirik ke sebrang jalan, ternyata ada tiga banci yang langi joget di tok tok, mungkin Har tengah mengikuti gayanga. Diam diam dia mendekat meminta Har mengikutinya.

"Sini, ikutin aku." pinta Sinta mendesak si hantu, Har mengekor ikut melipir dengan Sinta.

"Kamu ngapain gitu, bikin malu loh."

Har cengoh, melihat sekelilingnya, "tapi, yang bisa liat aku 'kan kamu aja. Mana ada yang bisa liat, ngapain malu?" dia mengaruk kepalanya bingung.

"Bener juga," gumam Sinta meratapi kebodohannya.

"Tapi ngapain gitu, apa gak malu?"

"Aku iseng ikuti yang nari nari. Kayaknya asik banget, jadi pengen joget."

"Gak ada kegiatan yang lainnya apa?" Sinta menyalahkan Har.

Hartanto menjawab begitu lugas, "kalau ada aku gak mungkin gabut, lagian iseng juga, gak ada yang liat aku juga, kapan lagi joget joget gak ada yang komentar?"

"Ya udah ikut aku pulang yuk, aku mau balik ke rumah."

"Boleh," angguk Hartanto ikut aja kata Sinta.

***

Kembali lagi ke dalam kamar yang ada di rumah neneknya Sinta apa lagi kalau bukan kamarnya sendiri, "kita mau ngapain lagi, aku udah gak ada penasaran lagi. Lagian kamu gak mau aku di sekitar mu."

Hartanto tak lama tersenyum, dia menuding sinta. "kamu suka ya sama aku, ngaku." senyumnya manis, Sinta memuji lelaki itu jika dia memang manusia mirip idol korea.

"Ngak!" bantak Sinta, "lagian gimana caranya aku suka sama dedemit, ngawur kamu." kata Sinta tertawa.

"Betul juga katamu, aku 'kan hantu. Hmm, tapi aku pernah denger genderuwo bisa punya anak dengan manusia, tapi dia juga makluk halus. Berarti kita bisa dong,"

"Ngak, jangan ke-pd-an. Aku suka sama yang bisa di pegang aja, lagian kamu itu sudah di kubur harusnya."

"Terus kenapa ngajak pulang, aku mau di jadiin setan pesugihan? tapi aku gak bisa buat kamu kaya. Sorry ya, aku cuman bisa buat manusia yang liat aku kesemsem, aja." begitu katanya bernada halus.

Kembali lagi Hartanto mengoceh, "aku ini bukan hantu yang bisa di bawa pulang gitu aja, emang aku ini hantu apaan,"

Sinta merotasikan matanya, membeberkan maksudnya mengajak Hartanto ke kamarnya (untuk yang ke dua kali)

"Aku penasaran, sama jenis hantu yang ada. Karena cuman kamu sama Anggun yang wujud hantunya manusai, sisanya gak berwujud baik. Aku baru bisa liat makluk kayak kamu ini gara gara kecelakaan soalnya,"

"Yang kayak gitu ada?" kata Hartanto menatap serius Sinta.

"Buktinya aku, belum genap 5 bulan, aku sial begini. Makannya aku mau nanya sama hantu yang menurutku 'aman' alias hantu yang wujudnya gak serem serem banget, gitu loh." Katanya.

Dia memikirkan masalah ini, siapa tau hantu yang di temuinya bisa memberikan solusi.

"Jadi kamu gak mau liat hantu lagi?"

Sinta mengangguk, "Iya."

"Kamu liat hantu setelah kecelakaan?"

"Betul," sahut Sinta.

Hartanto berfikir, "terus kenapa kamu gak kecelakaan lagi? nanti kamu bisa aja gak lihat hantu."

Sinta mencebik, "aku kemarin aja syukur bisa selamat, kalau aku kecelakaan. Yang ada aku gak selamat,"

"Nah, nanti jadi hantu bareng aku."

"Siapa yang mau mati sih,"

"Tapi setiap orang juga bakal mati, kok ngomongnya begitu sih? emang aku di sini gak pernah hidup, aku pernah hidup kayak kamu kok."

Sinta terdiam, dia tak menyangka kalau dia sesaat melupakan, bawaha manusia lah yang lebih dekat dengan kematian dirinya sendiri.

"Ya, kamu betul." sahutnya tak bertenaga, dia teringat mamanya yang gak ada di dunia ini.

"Tapi, kenapa ya aku gak bisa liat mama-ku? padahal dia udah gak ada di dunia ini, apa dia gak jadi hantu?"

Har, dia mengendikan bahu. "mungkin dia nyaman untuk ningalin beban di dunia, jadi dia gak ada beban yang membuat rohnya tertahan di bumi, jadi ya udah lenyap aja."

"Apa mama bahagia udah pisah sama aku, Dimasa sama papa juga?"

Hartanto mengamai perubahan emosi Sinta, "kamu mati dulu aja deh, aku gak bisa jawab itu soalnya," sahutnya membuat genangan air mata yang tadinya mau menetes gak jadi.

"Ngawur, masa kau di suruh bunuh diri, emang di kata aku ini kucing apa. Bisa try to life. Gak suka bisa idup lagi?"

"Ya makannya di cari sendiri jawabannya, masa aku jawab sih. Kan gak pas kalau aku yang ngomong sama kamu yang ngerasain."

Sinta mengeleng mendengar omongan Hartanto, memang betul cuman caranya ya kok ekstrim. "Ngomong ngomong, kamu matinya gimana sih, kok nyebelin?"

Sinta mengalihkan pembicaraan untuk menaikan mood nya kembali.

"Aku...," Hartanto berpikir sejenak.



































































Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top