Tanda tanda Langit


Hartanto terjebak di dimensi yang kekal, artinya dia gak  singkrong dengan dunianya Sinta.

***

Sinta menghela nafas, sudah sekitar 2 bulan. Dalam waktu itu Sinta gak lagi ketemu Hartanto, sekarang dia malah punya besti di sini, jelas bukan manusia.

"Agak sana dikit!"

Si hantu mencebik, "lah, aku ini setan, yu tembus kali duduk, situ dudukin tetep aja masuk, malah suruh minggir."

Sinta nyengir, "bener juga, ahh ..., tapi sanaan, kek berasa burem mataku."

Si kunti menyingir dengan muka merengut, tiap kali ketemu si kunti yang suka nyambang di kamar nya, wajahnya layaknya manusia biasa cuman bedanya pucet. Akhirnya mau tak mau melipir jadi bersender ke tembok, kalau kata orang dia kayak orang putus cinta.

"Kalau aku liatin, mukamu sebenernya cakep loh, kun." Puji Sinta lagi menerapikan meja make up nya, sekalian membersihkan sisa residu make up.

"Yang bener, yu ngomong?"

"Asataga! Tuhan!"

Sinta langsung ngelempar, botol toner yang jelas menembus dan menabrak tembok.

Tentu kaget, Sinta gak biasa di dekati oleh makluk halus yang jalannya terlalu smoot, dan langsung berada di sisi kirinya.

"Jangan ngagetin, bisa jantungan aku." Dengkus Sinta.

Si kunti langsung mengkerut, "maaf, lagian yu juga bilang aku cantik, pas liat di kaca gak ada gambarnya."

"Udah jadi setan kok, oon. Mana bisa mukamu muncul di cermin, lagian kalau mau kelihatan, makluk kayak kalian butuh tenaga ekstra 'kan?"

"Iya, lupa hi .. hi ..hi,"

"Jangan ketawa!" bentak Sinta, "berinsik,"

Sinta mendumel pengen memaki.

"Yang sabar yu ngadepin orang kayak begitu, bisa kebawa emosi mulu." Tegur si kunti mengingatkan.

Sinta meluruskan kakainya di kasur, dia memanyunkan bibir.

"Kesel sebenernya, ishh."

"Yang sabar lah," ulangnya tetap menyabarkan.

Sinta kembali mengalihkan pandangannya ke kunti yang tadi dia puji.

"Jangan ketawa lagi ya," pringat Sinta. Si kunti mengangguk sambil menutup mulutnya.

"Sebenernya nih, kalau aku liatin wajahmu kayak blesteran bule gitu, apa bule ya? Agak aneh sebenernya liat kuntilanak cakep banget kayak orang belanda, bukannya kalau setan belanda bakal jadi noni-noni belanda ya?"

Di perhatikan hidung bangir yang runcing, khas perempuan western, matanya bambi dengan bola sewarna coklat tua, biasanya hantu seperti si kunti matanya nampak mati dan tak menyiratkan kehidupan, sama seperti si kunti itu tapi kalau jika dia hidup mungkin bola matanya sewarna dengan batu onyx.

"Pokoknya gak biasa, kalau kuntilanak yang aku liat di pinggir jalan biasanya muka indo banget gitu, mana rambutmu ke coklatan gitu."

Si kunti mengerayahi rambut panjangnya, memang ada semburat kecoklatan disana bukan pure hitam seperti milik Sinta.

"Apa jangan-jangan kamu hantu belanda ya?"

Si kunti mengendikan bahu, "tapi aku gak ngerti bahasa belanda, apa aku pas mati niruin manusia yang aku suka fisiknya, ya?"

"Bisa gitu?" Sinta menjadi tertarik.

"Tapi aku gak tau lah, lagian yu kenapa pakek nanya-nanya, dech. Aku ini pelupa tau, kapan aku metong, kapan aku lairnya, pokonya lupa semua, cuman inget dikit-dikit."

"Inget apa?" tanya Sinta mulai kepo, selama dia tau keberadaan si kunti, dia gak pernah nanya asal usulnya, mungkin kali ini efek dia kesepian, jadi kepo akan latar belakang si kunti sebenernya.

"Aku cuman inget, dulu ada orang yang nguburin jenazah, aku cuman liat dari atas pohon, pas itu juga aku gak tau kenapa aku tiba-tiba di atas pohon, dari atas aku liatin dua orang ngubur mayat di bawah pohon yang aku duduki."

"Itu siapa, apa kamu?"

"Ish, yu jarang ngajak aku ngomong sekalinya ngomong kepo yee," sindir si kunti. "aku gak tau, itu tubuhku apa bukan. Tapi mukannya gak kayak kamu."

Sinta menunjuk mukanya sendiri, "lah, maksumu aku mati gitu."

"Bukan gitu, ish. Yu dengerin aku ngomong dulu, pokoknya mukanya bule banget."

Sinta terdiam.

"Kalau muka yu sama mbak-mbak stres tadi kayak pribumi banget, gitu loh."

"Bisa jadi itu kamu, kun. Bisa jadi juga kamu mati terus jadi hantu." Tebak Sinta menduga-duga.

Si kunti mengaruk ngaruk rambutnya, "masa sih, yu ngak boong kan? Tapi aku mah masa bodo, abis itu aku tinggal."

"Itu kamu tau ngak, taunnya berapa?"

Si kunti mencibir, "aku aja kalau tidur bisa harian sama bulan, kadang malah ada setan tidurnya tahunan, ya mana tau.

Yang aku inget pakaiannya yang ngubur kayak pakai baju gitu, baju apa ya?"

Si kunti tak henti-hentinya mengaruk rambut panjangnya.

"Seragam?" ia mengingat ingat.

"Seragam?" ulang Sinta, "tapi seragam apaan, 'kan banyak banget." Cetus Sinta bingung.

"Eh, tapi yu kenapa jadi mikir aku gimana, mana sekarang pelupa lagi. mending setelin itu dong, Ji Chang Wook, aku denger-denger di komunitas banyak yang bicaraain film barunya."

Sinta terperangah kaget, "eh, lu 'kan setan. Giamana caranya ikut komunitas?"

"Ada, komunita kuntilanak." Tukas kunti. "jadi kadang kami ini yebar kemana-mana, kalau ada satu rumah yang ada anak gadis tidur sampe pagi buat maraton film drakor, nah kita semua nobar di situ buat liatin, tapi kita nyari yang kusus cewek yang nanton sendirian aja."

"Kenapa emang kalau berdua?"

"Aneh, pokoknya. Ngerti bahasa manusianya, Netflix and chill nya?"

"Heh," Sinta kehilangan kata-kata.

"Dasar kantrok, jadi manusia." Ledek si kunti pada Sinta.

Si kunti kembali melajutkan, "tapi kita paling kesel kalau pas nonton, nah. Udah berdua nih, pas asik-asik nonton, eh. Malah liat orang pacaran buat anak, kan gak seru."

Dumel si kunti, "jadi kita biasanya patroli, kalau ada rumahnya yang nonton drakor kita siaga buat nobar bareng-bareng, kadang kalau lucu kita berusaha gak ketawa, soalnya kalau ketawa tembus ke dimensi kalian, malah gak jadi nonton."

"Emang, kalian gak bisa gitu ..., terbang ke korea nemuin Ji Chang Wook, bisa meet and greet tuh."

"Gak bisa, kalau mau pergi nyebrang pulau, harus nempel manusia, terus pas nempel itu manusianya tau kalau kita ngikut, gak bisa sembarangan."

"Ku kira jadi setan bisa terbang asal aja."

"Yee, kalau gitu aku udah nemuin Adam Levin noh," balas si Kunti.

"Adam Levin, Adam Levin ..., kunti macam apa, lu... bisa ngerti vokalisnya Maroon Five," dengkus Sinta.

"Eh," panggil Sinta. "kalau hantu gak pernah nongol di tempat dia biasanya mangkal kira kira dia di mana ya?"

Si kunti mengendikan bahu, tentunya membuat Sinta makin tak tau di mana keberadaan Hartanto sekarang.

"Kenapa emang? kamu ini nyari kok orang yang udah mati, ya sulit la."

"Aku ngerasa gak enak aja, sebelum dia pergi kami ada obrolan yang sensitif, masalah keluarganya dia, tapi sekarang dia gak pernah muncul,"

"Kesel kali, makannya pundung."

"Gak ada cara lain buat manggil dia?"

"Kamu tau namanya?"

"Hmm, tau. Namanya Hartanto. Dia hantu sekolahanku,"

"Hmm, hmm. coba kamu panggil namanya di depan cermin jam 12 malam tepat, cukup lilin yang terbuat dari campuran minyak kelapa sama sari bunga, kalau dia gak ada masalah dengamu, dia bakal muncul," usul si kunti.

'Ada juga setan yang lebih berguna dari pada anggun,' kagum Sinta dalam batin














Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top