Baru Tahu
"Tapi kok, aku gak cium apa apa, ya?" Sinta kembali bertanya tentu karena rasa penasarannya tinggi sekali.
"Sekarang nyium aromaku, ngak?" Anggi menanyai Sinta kembali, di endusnya seluruh ruangan, betul saja. Ada aroma yang berpusat ke Anggi untuk saat ini, "iya, kenapa ya begitu?"
"karena emang gak mau di keluarin, kayak orang make parfum. baunya bakal kecium kalu di semprotkan kalau ngak, ya ngak bakal ke cium." Begitu tuturnya.
Kembali ingin memenuhi hasrat keponya, Sinta mencari jawaban lewat Anggun.
"Terus kenapa gak mau di keluarin baunya?"
Anggun tertawa, "sama kaya beberapa hewan yang menandahi daerah turotorialnya biar gak di ganggu, nah. Jenis hantu pun mirip mirip, ada yang munculin bau takut sama manusia eh, malah manusia nya yang ketakutan, ada yang cuman iseng aja, sebenernya baunya itu bisa ganti ganti, di dunia hantu ada kok yang jualan parfum tapi bau dasar emang gak bisa di ubah, sebenernya bau dasarku bau kamboja."
"Kembang kembangan, ya." Sinta jadi kepikiran sama Hartanto, masa dia bau darah (menurut penciuman Anggun) karena gak pakai 'parfum' setan, biar wangi dikit.
"Ternyata hantu bisa juga modis," tuturnya. "jadi si hantu tadi baru ngak, kok bikin penasaran."
"Emang gimana sih, kok kepo banget sama si hantu itu, tertarik, ya." selidik Anggun.
"Ye, masa aku tertaril sama setan. Gimana cara pacarannya, Dunk!" risau Sinta. "Jujur aku ngerasa aneh aja. Kok ada hantu kepo sama peradaban masa kini?"
"Kurang jalan jalan kali, kayaknya aku gak kudet masalah informasi?"
"Gak tau," Sinta mengendikan bahu. "masa dia nanya ini dan itu, yang di tanyai masalah anak muda sih,"
"Bentar, dia hantu dari mana?"
"Sekolah,"
"Ya kalau gitu, dia liat pergaulan anak sekarang jadi kepingin tau juga, lagian 'kan, gak ada yang bisa liat dia buat ngasih tau. Biasanya ya, hantu di sekolah malah kudet banget. Gak ada yang peduli sama pelajaran. Dulu sempet kenal sama hantu penghuni bangku kosong. Dia gak mau bangkunya ada yang dudukin, bukan karena dia setan ikonik di kelas itu, cuman si setan ini centil. Suka sama guru di sana, bukannya nyimak pelajarannya suka ngintilin guru ganteng."
"Padahal dia ini juga berbatang juga, ihh. serem 'kan, kalau gurunya bisa liat langsung pindah negara kalik,"
Sinta merinding seketika, gak bisa di bayangin kalau dia punya fans dari dunia gaib, terus di kintilin.
"Jadi hantu di sekolah kudet, menurutmu?"
"Iya, emang. Mungkin hantu kali ini betulan pengin tau masalah anak jaman sekarang. Makannya dia kepo,"
"Kalau gitu, mending enaknya di ajak kenalan gak ya?"
"Mending apa enak, kalau di gabung kan bingung aku milihnya, yuhhh... ." Tutur Anggu pusing memegangi kepalanya heboh.
"Ya segimananya, lah. nyari saran ini,"
"Kalau si hantu gak nyusahin gak papa. Terima aja, lumayan dia punya temen baru. Kasian bisanya hantu di sekolah, gabut, Apa lagi dia mati penasaran, wuuhh. Bayangin dia mati pas UN berlangsung, naik kelas gak tau udah mati dulu, penasaran keknya dia."
****
Sinta kembali masuk ke sekolah seperti biasanya, di sekolah ajaib dan unik tersebut. Sebenarnya setelah kemarin memutari isi ekstra kulikuler. Yang Sinta bisa ambil isinya perkara sekolah ini sebenarnya kekurangan uang untuk mendanai semua kegiatan sekolah, dari segi bangunanya juga bangunan lama, bekas penjajahan. Mungkin juga si Hantu di temuinya kemarin mantan siswa sini juga.
Sinta asik menyendiri dalam perpustakaan, mencari suasana baru. Karina, teman barunya tengah sakit begitu di umumkan oleh wali kelas mereka, tentu mencari keheningan setelah sejak jam pertama dia malah merasa di suguhi acara tater secara nyata.
Kalau yang dia lihat di internet, bangunan menyimpan sejarah dan kenangan membuat gambaran terproyeksi, termasuk gambaran penjajah jepang dan belanda sedang ngoceh di depan kelas, yang satu ngomong apa yang satu ngomog apaan. Betulan bikin Sinta pusing, niat memperhatikan si guru mengajar malah melihat lelucon ala kriminal.
Sekaran gantian dia mencari ketenangan, buku di bacanya terasa ada yang mendorongnya sedikit turun, jemari pucat milik hartanto, hantu yang kemarin lagi.
"Kamu lagi," desis Sinta, "kenapa kemari." bisik nya melirik tajam Hartanto.
si hantu tertawa lepas, tentunya bebas tanpa ada yang melarang karena tak ada satu pun orang di ruangan sana mendengar suara anak itu tertawa. Sinta yang mendengarnya ingin membentak Hartanto yang menagnggunya tapi kalau begitu, dia yang kelihatan gilanya dan menganggu.
'Susah kalau berurusan sama demit, mereka mau berak di muka umum gak ada yang liat juga. Tapi setan apa ada cerita mules juga?' pikir Sinta teringat dia belum pernah lihat setan mules.
"Kenapa?" tanya Sinta sinis, segala yang keluar dari bibirnya lirih, sebisa mungkin tak menghasilkan kecurigaan dari yang lain, selain itu beruntung perpustakaan selalu sepi pengunjung walaupun di mata Sinta tetap keajaiban terisi lebih dari 10 orang yang ada.
"Aku senang, udah nyelesaiin lagu yang di nyanyiin anak anak di kelas sebelah. Eh, malah liat kamu di sini, akhirnya bisa pamer skill."
"Lagu apaan, jangan nyanyi deh. Berinsik,"
"Kan gak ada yang denger, ngak nganggu dong."
"Tapi aku denger, sialan. Jangan ganggu aku," Desisi Sinta menyibukan diri, mengalihkan pandangannya ke buku tenagh dia baca sekarang.
Hartanto mengekerut, dia sedih gak bisa pamer aktifitas barunya ke Sinta. 'Ini setan di liat kasian juga, tapi kenapa malah kek gini sekarang, jabanin ngak ya?' Sinta ragu untuk meniyakan keinginan Hartanto.
"Iya deh, boleh." bisik Sinta menyetujui, pikiranya 'toh, ini hantu juga yang nyanyi gak ada yang denger.'
Hartanto tersenyum puas, dia berdehem lalu bersiap akan nyanyi.
'Semoga bukan lagu kunu, biar telingaku aman.' mohon Sinta.
"
Sengkuni leda-lede
Mimpin baris ngarep dhewe
Eh barisane menggok
Sengkuni kok malah ndheprok
Nong eh nong ji nong roSenja di desa Baron
Matahari tenggelam di dalam kemaron
Lembu betina lari melompat-lompat
Dikejar-kejar anaknya yang kecil meloncat
Senja lucu dengan kasih sayang ibu dan anak
Langit senja mengandung sapi beranak
Terpesona Ranto melihat
Ia tertawa bergelak... ."
Sinta menganguk angukan kepalanya ikut irama yang di nyanyikan si hantu, terasa asik dan easy listening, dia tanpa sadar ikut bergumam.
"Shhhtttt, berinsik."
Sinta melirik ke penjuru arah, ternyata mata awas melihat ke arahnya, dia tersenyum singkat lalu permisi pergi.
'Tumben lagunya enak, aku kan jadi ikut nyanyi. Lagu dari mana sih?'
"Bagus ngak, bagus nga?" Si hantu mengikuti sinta di samping, dia menatap Sinta penuh harap.
"Ngak, aku merasa risih malahan. Lagu jadul ya itu?" elak Sinta berbohong, dia masih kesal karena ikut bersenandung malah kena sinis dari orang perpustakaan.
"Yahhh, padahal kamu juga kepingin nyanyi sebenernya 'kan," tebak si hantu melihat Sinta untuk mengakuinya.
"Ngak, udah jangan gaggu aku, berasa gila rasanya!" bentak Sinta kembali meruskan jalan, untung dia megang ponsel jadi benda itu bia jadi alasan biar gak dikira gila
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top