𝐒 𝐀 𝐓 𝐔





KRINGGG...

Suara alarm berbunyi dalam sebuah ruangan yang ditempati oleh sesosok pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah Syailendra Rihito Putra Ikhwan.

Sang pemilik kamar masih terlelap dibawah balutan selimut dan di dalam alam bawah sadarnya. Tak memedulikan suara nyaring dari samping nakas tempat tidurnya, tetap memejamkan mata tanpa berniat untuk bangun.



TOK TOK TOK

Pintu kamar diketuk dengan tidak sabaran, Rihito yang mendengar suara yang sangat amat mengganggu itu pun menutup telinganya dan menghimpit kepalanya di antara tumpukkan bantal.

"RIHITO, BANGUN GAK LO?!"

Suara dengan nada menyebalkan, Rihito jelas tahu siapa itu. Ia semakin tidak mood saja untuk bergegas bangun dan malah terus bermalas-malasan tanpa tahu bahwa jarum jam sudah hampir menunjukkan pukul enam tiga puluh pagi.



TOK TOK TOK

Pintu terus diketuk, Rihito masa bodoh. Sedangkan seseorang yang tengah mengetuk dibalik pintu sejak sepuluh menit yang lalu sudah meradang, "RIHITO BUKA PINTUNYA, WOY! GUSTI NU AGUNG!"

Sampai pada akhirnya...




BRAK!




GUBRAK!




Pintu dibuka secara paksa--didobrak--dan bersamaan dengan itu, tubuh bongsor Rihito meluncur bebas dari ketinggian sekitar satu meter sampai bokongnya sukses mencium lantai.

"HAHAHAHAHA MAMPUS!"

Rihito mengucek-ngucek kedua matanya, menatap datar ke arah pemuda sebayanya yang tengah tertawa terbahak-bahak, merasa puas dengan pemandangan di hadapannya.

"Lo bukannya tolongin gue, To. Malah ketawain, dasar laknat lo." Dengan susah payah Rihito bangkit, bokongnya masih terasa nyeri sehabis terjatuh dari atas ranjang.

"Ya, masalahnya lo udah gue bangunin sejak sepuluh menit yang lalu gak bangun-bangun juga. Lagian manéh / lo tidur atau simulasi mati, sih?! Ngebo pisan / banget."

"Belegug manéh mah / sialan lo Hiroto! Ngatain gue, lo?! Masih pagi udah ngajak ribut aja!"

Niscala Hiroto Pradipta atau yang kerap dipanggil Hiroto berdecak sebal, "Ck. Terserahlah, cepetan mandi udah mau jam tujuh, ntar gue ikutan telat gara-gara lo! Punya motor kok rutin keluar masuk bengkel, sebenarnya lo apain motor lo?"

"Iya sabar, bro. Gak gue apa-apain itu motor, kemarin cuma nabrak tiang listrik doang," ujarnya dan Rihito segera menyambar handuknya dan masuk ke dalam kamar mandi. Meninggalkan Hiroto yang tengah menepuk jidat, heran dengan tingkah sang sahabat karib yang kalau dipikir-pikir punya sifat sebelas dua belas dengan dirinya. Walau fakta satu ini tentu selalu Hiroto sangkal dengan tegas, alias tidak sadar diri.




***




"HIROTO BURUAN! NGEBUT, WOY!" Rihito menepuk-nepuk punggung Hiroto kencang, pasalnya gerbang sekolah yang kini sudah berjarak sekitar lima meter di hadapannya akan segera ditutup.

Hiroto menambah laju sepeda motornya, dan mereka masuk tepat waktu!

Nyaris saja jika mereka terlambat barang sedetik pun, Gerbang sekolah pasti sudah ditutup dan mereka akan terkena hukuman.



_

Sudah banyak kendaraan siswa-siswi yang terparkir di parkiran sekolah, Rihito bergegas turun dari motor. Sementara itu, si pemilik motor menatapnya dengan wajah masam.

"Kunaon, manéh? / Kenapa lo?" tanya Rihito dengan santainya.

"Pake tanya, lagi! Kita hampir telat gara-gara lo tadi hésé dihudangkeun! / susah dibangunin!" Seru Hiroto, Rihito hanya nyengir tak berdosa.

"Ya maaf, besok-besok gak lagi deh."

Mata Hiroto membulat sempurna, "'Besok-besok' kata lo?! Jadi besok lo mau nebeng lagi ke gue?"

"To, lo tau gue gak suka naik kendaraan umum ataupun ojek online. Jadi, selama motor gue masih ada di bengkel gue nebeng sama lo, ya? Gini, kita patungan aja buat beli bensin. Kumaha? / Gimana?" Bujuk Rihito, harap-harap pemuda di hadapannya ini setuju.

Dengan berat hati Hiroto mengangguk, "Oke."

Ditengah perdebatan yang tidak jelas itu, figur seorang gadis mengalihkan atensi seorang Rihito. Gadis yang diperkirakan tingginya hanya mencapai dada Rihito, dengan rambut panjang yang digerai indah, senyuman manis yang tercetak sempurna dibibirnya selalu sukses membuat Rihito terpana dan jatuh ke dalam pesonanya.

Dewina Renata Putri Kawiswara, namanya. Panggilan akrabnya, Rena.

"Neng Renaaaaa aa Rihito dataaang~!" Serunya kemudian berlari menghampiri sang pujaan hati.

"Ngebucin terus, sahabat sendiri dilupain." gumam Hiroto yang segera melenggang pergi ke kelasnya.



_

"RENA!"

"ASTAGHFIRULLAH!"

Rihito datang dan dengan tidak elitnya menepuk pundak si gadis, mengagetkannya.

Rena menekuk bibir, menatap jengah sosok pemuda yang tengah tersenyum tak berdosa di hadapannya. "Kak Rihito ngagetin aja! Ada apa, kak?" tanya Rena, walau sejujurnya dia sudah tahu apa yang akan Rihito lakukan saat ini. Gadis itu sudah hafal betul perilaku Rihito.

Rihito terkekeh kecil. Lantas memulai aksinya, "Neng Rena, pagi ini mendung banget. Tapi..." kemudian menggantung kalimatnya dan menatap dalam, Rena.

"Seketika berubah menjadi sangat cerah dan berwarna ketika Aa melihat kamu dan senyumanmu, neng. Sinar matahari aja kalah sama sinar pesona neng Rena."






Hoek.

"Gombal, kak. Gombalan kakak udah gak mempan lagi buat Rena," ujarnya memasang wajah datar yang menunjukkan ketidaktertarikannya terhadap si penggoda ulung. Dirinya sudah kebal setiap hari berhadapan dengan gombalan receh pemuda kelahiran Bandung itu.

Rihito tidak menyerah, pemuda tersebut masih memasang senyuman yang bahkan kali ini lebih lebar lagi dari sebelumnya. "Neng, tau gak bedanya kamu sama--"

"Rena, ayo ke kelas! Bentar lagi pelajaran pak Budi."

Belum juga Rihito menuntaskan kalimatnya, seorang gadis yang diperkirakan merupakan teman sekelas dari pujaan hatinya datang kemudian menarik lengan Rena dan pergi menjauh dari sana.

Rihito menghela napas pasrah, gagal sudah dirinya menggoda sang terkasih. "Udah setengah tahun lho, Rena... Kamu masih belum bisa membuka hatimu untuk aku? Apa aku kurang baik, kurang tampan, atau gimana? Aku gak bisa diginiin! Aku itu butuh jawaban yang pasti dari kamu, Rena oh Rena!"

Lebay.




***




Selama jam mata pelajaran, Rihito tidak bisa fokus. Apalagi dengan posisi kelasnya yang berhadapan langsung dengan lapangan yang tentu saja dapat memperlihatkan suasana di lapangan dengan jelas. Rihito yang memang sengaja mengambil posisi duduk tepat di samping jendela mencuri pandang menatap kelas X IPA 3 yang kebetulan sedang mengikuti kelas olahraga.

Ya.. lebih tepatnya memerhatikan seorang siswi yang tanpa disebutkan namanya pun pasti sudah tahu siapa dia.

Tentu saja Rena.

Tidak heran lagi, bahkan teman satu kelas Rihito alias kelas XI IPA 3 sudah mengetahui seluk-beluk Rihito yang sangat amat mengagumi sosok adik kelasnya itu. Mereka bahkan terkadang menaruh rasa iba terhadap putra tunggal dari keluarga Ikhwan itu, sebab mereka tahu sudah berapa ratus kali si pemuda ditolak cintanya oleh si gadis berambut panjang tersebut. Dan ya, sudah tak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka juga tahu seberapa bucinnya Rihito terhadap sang gadis.

Matahari berada di puncak kepala, memberikan rasa kekhawatiran Rihito terhadap Rena. Kelas olahraga Rena memang ditempatkan di tengah jam sekolah, tepat pada pukul dua belas yang sedang panas-panasnya. Rihito ingin sekali menghampirinya dan menyeka keringat yang membanjiri pelipis Rena, serta memberi gadis itu minuman dingin favoritnya. Tapi apa daya, ia tidak bisa. Kelasnya saat ini adalah kelas Fisika yang dipegang oleh seorang guru killer. Mau tak mau Rihito harus tetap berada di sana sampai kelas si guru killer berakhir.



_

Rihito akhirnya bisa bernapas lega, bel istirahat kedua telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Pemuda jangkung itu segera memasukkan buku fisikanya ke dalam tas, tanpa menghiraukan panggilan dari seseorang di belakangnya pemuda itu berlari keluar kelas.

"Ditinggalkeun deui ditinggalkeun deui, teungteuingeun pisan manéh mah / Ditinggalin lagi ditinggalin lagi, keterlaluan banget lo Rihito." ㅡNiscala Hiroto Pradipta, 2kxx



_

Niat hati ingin menghampiri sang terkasih,  tetapi urung kala netranya menangkap figur pemuda lain yang tengah duduk berhadapan dengannya. Ditambah lagi ketika si pemuda membuat pengisi relung hati Rihito tertawa lepas, entah apa yang dibicarakannya sampai Rena dapat tertawa seperti itu. Bahkan, si gadis tidak pernah merespon candaan Rihito dengan tawa yang sama. Tak ayal lagi bahwa Rihito cemburu karenanya.


















"Tapi... Apa pantas gue cemburu, sedangkan gue bukan siapa-siapa di kehidupan Rena?"

Sebuah fakta mutlak nan menyakitkan berhasil membuat Rihito gundah gulana dibuatnya.





a/n:

Sengaja dibuat pendek.
Maaf kalau ada typo dan gak nge-feel pun terkesan membosankan.

Terima kasih kepada semua yang sudah menyempatkan diri untuk membaca 🥺❤️

© lysprecieux ,
Selasa, 04 Januari 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top