1 🥀 Febrian Kaisar Ahmad
Kaisar melepaskan apron di badannya tanpa semangat, pagi ini dia kembali diserang kantuk yang parah karena tidak bisa tidur semalaman. Baru setelah salat subuh tadi, dia bisa tidur sebentar dan harus buru-buru bangun untuk menyiapkan bekal untuk ke sekolah karena Julian tidak suka sarapan berdua saja di rumah.
Kaisar berjalan ke meja makan dan mendapati Julian tengah meminum setengah gelas susu yang disiapkannya tanpa mengatakan apa-apa.
"Kamu berangkat sama Mas aja ya, Jul. Kan motor kamu masih di servis?" ajak Kaisar sambil membagi bekal dan memasukkannya ke dalam lunch bag.
"Iya."
Senyum Kaisar merekah cerah, akhirnya setelah berbulan-bulan hari ini ajakannya diterima. Sepertinya dia harus berterima kasih kepada motor Julian yang mogok tiba-tiba dan harus diservis di bengkel langganan mereka.
"Yaudah, tunggu ya, Mas siap-siap sebentar." Pamit Kaisar lalu berjalan cepat ke kamarnya.
Sepeninggal Kaisar, Julian memperhatikan dua tas bekal yang tersusun rapi di atas meja. Dia berdecak pelan, Kakaknya ini memang pantang menyerah, ya. Entah sudah berapa kali bekal yang disiapkannya tertolak dan berakhir di tempat sampah atau dibiarkan begitu saja tapi orang itu tetap saja mengulang hal yang sama.
"Gue kerjain lucu kali ya," Julian tertawa sumbang.
Cepat saja dia mengambil bekal milik sang Kakak dan lari ke dapur, setelah dirasa cukup cepat saja Julian mengembalikan kotak itu seperti semula.
'Anggap saja kita impas ya, Mas.'
Kaisar tidak melunturkan senyum di wajahnya sepanjang jalan ke sekolah. Bagaimanapun juga hari ini akan menjadi hari yang akan dia ingat karena untuk pertama kalinya, sejak tiga bulan mereka tinggal bersama. Akhirnya mereka bisa berboncengan ke sekolah layaknya adik-kakak seperti yang orang-orang lakukan.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai juga di parkiran sekolah. Bangunan SMA Nusa Bangka tampak sangat besar dan megah jika dilihat dari sisi ini.
"Nanti pulangnya sama Mas lagi ya?" ujar Kaisar setelah beres parkir.
Julian menggeleng, "Gue mau ke rumah Ray, ada kerja kelompok."
"Oke, nanti Mas jemput kalau gitu."
"Nggak usah!"
Deg.
Kaisar menaikkan ranselnya kepunggung, canggung kembali terjadi padahal baru beberapa menit yang lalu Kaisar berharap dengan berangkat bersama akan menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka selanjutnya.
Ah, sepertinya dia terlalu percaya diri.
"Tapi nanti takutnya nggak ada ang-
"Berisik, Anj*ng!" umpat Julian. Wajahnya memerah padam menatap Kaisar yang sepertinya tidak akan menyerah dengan mudah, "Asal lo tahu ya, Mas! Gue nebeng hari ini karena gue males aja nungguin ojek, bukan berarti gue ngandelin lo. Jadi plis, jangan bertindak sok pahlawan di depan gue, nggak guna tahu, Mas!"
Kaisar menelan salivanya dengan susah payah, dadanya sesak, waktu terasa lambat dan sayangnya kakinya terlampau susah untuk diajak lari dari sini begitu saja.
"Emm... ya... ya udah, katanya nanti sore ada demo buruh di gang Saraswati, jadi kamu hati-hati ya." Kaisar memberi tahu.
"Hmm."
"Bekalnya jangan lupa dimakan."
"Hmm."
"Kalau gitu Mas duluan, ya?"
"Hmm ... " Julian menyahut malas memperhatikan tas bekal yang dibawa sang Kakak memasuki Gedung utama SMA Nusa bangsa. Mencibir dalam hati sikap sok kuat dan sok perhatian yang baginya sangat memuakkan.
'Selamat menikmati makan siangnya ya, Kak Kai tersayang'
Julian masuk ke kelasnya yang ada di lantai satu sambil bersiul senang, di sebelah bangkunya sudah ada Ray yang reflek berdiri begitu melihatnya datang dan secepat kilat menarik tas bekal yang dia bawa dan dibukanya dengan semangat. Salah satu contoh teman sejati ya begini nih.
"Bagi dong, gue belum sarapan nih." Ujarnya seenak jidat.
Julian hanya mengangguk sambil duduk di kursinya. Membiarkan Ray mengambil bekal dan memakannya, sudah tingkah harian soalnya. Lagian, masih mending bekalnya dimakan Ray daripada dimakan semut.
"Mau nggak, lo?" tanya Ray, matanya berbinar melihat bread toast lengkap dengan sayur, telur dan sosis. Ah, mantap jiwa.
Julian menggeleng.
"Cobain deh, dikit. Lo juga pasti belum makan, kan?"
"Nggak usah cerewet, bisa?"
Ray mendengus kesal, "Yaaa, gue kan cuma usaha. Lagian lo kelewatan banget sih jadi Adik. Harusnya lo tuh bersyukur, punya Kakak sebaik Mas Kaisar, gitu loh!"
Julian tertawa sangar, "Bersyukur lo bilang? Ibuk meninggal gara-gara dia, Ayah gue jadi gila kerja semenjak nggak ada Ibu, gara-gara siapa? Terus sekarang, Gue sering banget dirumah sama dia doang karena Ayah keluar kota terus. Disisi mananya gue harus bersyukur, gue tanya?"
"Ya setidaknya lo masih punya saudara yang bisa jagain lo, nemenin lo, ngelindungin lo kalau lo ada apa-apa."
"Hubungan kita nggak sedekat itu kalau lo lupa!"
"Ya, itu kan karena lo sengaja masang jarak sama dia. coba kalau enggak, pasti family goals banget kalian berdua!"
"Ngaco!"
"Dih, serius!"
"Nggak perlu. Gue bisa ngurus diri gue sendiri."
"Ya... ya... terserah lo aja deh. Tapi gue minta lo pikirin baik-baik apa yang gue tadi bilang." ujar Ray mengalah, percuma ngobrol sama manusia batu macam Julian kalau dia sedang emosi, yang ada malah perang dua-duanya. Sensasi makan bread toast yang sangat enak ini akan hilang kalau sampai mereka berantem.
Julian tersenyum sinis, tiba-tiba aksi sabotase kotak bekal tadi pagi terekam kembali dikepalanya.
"Ray?"
"Ya?"
"Tadi pagi gue sabotase bekal dia, gue kasih boncabe level 30."
Ray mengusap wajahnya frustasi. Apa gunanya tadi dia bicara panjang lebar kalau ternyata Julian masih mengerjai Kakaknya lagi dan lagi.
"Kirim chat ke Kakak lo sekarang, bilang kalau bekalnya pedas."
"Nggak usahlah, masih bisa dimakan kok, nggak sepedas yang lo pikir."
"Biar gue aja kalau gitu," Ray meraih ponselnya yang tergeletak diatas meja tapi ditahan Julian.
"Nggak perlu. Tanpa lo bilang juga Mas Kaisar pasti tahu itu ulah gue. Buat yang ini Lo nggak usah ikut campur. Oke?"
Ray memilih diam, sebagai teman yang baik tentu dia harus menghargai keputusan Julian dan tidak merusaknya dengan bersikap sok tahu.
Bel istirahat berbunyi nyaring. Tidak ada lima menit, ruang kelas yang tadinya riuh ramai seketika menjadi sunyi karena penghuninya pindah tempat ke kantin.
Satya membangunkan Kaisar yang sudah dibiarkannya tidur sejak jam pelajaran kedua, beruntung banyak jam kosong mengingat mereka sudah kelas XII dan lebih fokus pada persiapan ujian dan kelulusan.
"Kai, bangun woy!" Satya menepuk pundak Kaisar berulang, tidak lama tubuh itu bergerak dan bangun bersandar di kursi sambil mengusap wajahnya guna menghilangkan kantuk yang tersisa.
"Hmm, thanks."
"Kantin, yuk?" ajak Satya seraya berdiri dari kursinya.
Kaisar meraba laci meja, mengeluarkan kotak bekal yang dia bawa dari rumah dan menunjukkannya dengan sengaja. "Gue mau makan bareng Aura dong." Ujarnya senang.
Satya tersenyum tapi juga ingin meledek, "Halah, ngapain sih, kayak tuh cewek perhatian aja sama lo. mending itu makanan buat gue, lebih bermanfaat."
"Makanya cari pacar, biar ada yang masakin, nemenin makan, romantis-romantisan."
"Dih, ngomongin diri sendiri ya, Mas. Nggak ngeliat apa sendirinya ngejar udah setahun nggak jadian juga," Satya tergelak dengan kalimatnya sendiri. Absurd banget sih mereka, sama-sama jomlo tapi omongannya udah kayak pakar cinta.
Kaisar ikut tertawa.
"Udah ah, ke kantin sana! lumayan bisa tepar pesona sama ciwi-ciwi nan cantik jelita, gue mau ke taman belakang dulu, jam istirahat gini biasanya bidadari gue ada disana menebarkan kecantikannya sama kupu-kupu." Kaisar berbicara dengan mata berbinar, kesedihan dimatanya tidak semerta bisa hilang, tapi setidaknya bercengkrama dengan Aurora akan mengembalikan senyumnya lebih lama.
"Anj*r, repot banget ngomong sama Kang bucin." ledek Satya yang dibalas Kaisar dengan lambaian tangan saat sosok itu keluar kelas dan melangkah menuju tangga untuk turun menemui pujaan hatinya.
Hallo semuanya...
Nungguin ya, maaf kemarin nggak bisa update dulu karena dikejar jam tayang tugas dan nggak punya draft yang siap upload, harus tembel sana-sini dulu...
Semoga suka sama ceritanya ya, surat cinta dan bintang jatuhnya aku tunggu yaa...
Bubay!
Dapat salam dari Mas Kaisar ya...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top