4. PASCAL
Kusuma Wijaya Senior Living.
Ciburial, Dago — Bandung.
Sudah hampir jam delapan malam saat Masayu turun dari shuttle bus, ia mendongak pada gerbang tinggi di seberang jalan. Gerbang itu diapit pagar beton, melindungi deretan hunian khusus orang lanjut usia di belakangnya. Ellen Marisa, nenek Masayu, satu-satunya keluarga yang Masayu miliki, tinggal di sini. Menempati salah satu hunian di blok C, butuh lima belas menit lagi berjalan ke sana.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas keamanan saat Masayu mendekat.
Masayu menoleh dan menunjukkan kartu akses yang dimilikinya. "Kunjungan rutin."
"Oh! Oma Ellen." petugas keamanan mengenali Masayu dan segera membukakan pintu gerbang.
Sembari mengangguk ramah, Masayu melangkah ke area rerumputan pendek, di pinggir jalan utama. Masayu tidak ingin seseorang terpaksa mengklaksonnya karena berjalan terlalu lambat.
"Akibat lupa bawa sepatu." gerutu Masayu memandangi sepatu hak tingginya yang sangat tidak sesuai. Ia menghela napas lalu merapatkan tas di pundaknya, tas barunya benar-benar cantik dan Masayu tak bisa menahan diri untuk langsung mengenakannya.
"Teteh!" suara itu membuat Masayu menoleh dan mendapati bocah sepuluh tahun berlari mendekatinya. Juna adalah putra tunggal dari suster yang merawat nenek Masayu.
"Wah, potong rambut." kata Masayu saat bocah itu berjalan di sisinya.
"Dipotong sama guru, Teh! terus waktu pulang dirapikan sama Oma, hehehe." Juna tertawa lalu melirik paper bag yang dibawa Masayu. "Teteh bawa kue ya? coklat juga?"
"Kue, coklat, permen." kata Masayu.
"Yayy..." Juna kesenangan dan menggandeng Masayu berbelok di jalan setapak menuju sebuah rumah kecil. Dalam rumah tersebut hanya ada satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan sebuah ruang duduk. Urusan makanan sudah diatur oleh pihak pengelola, begitu juga dengan layanan kesehatan yang dibutuhkan. Pengeluaran terbesar Masayu setiap bulan adalah untuk memastikan semua hal itu didapatkan sang nenek.
"Oma Ellen..." panggil Juna langsung membuka pintu depan.
Masayu langsung mendapatkan senyum lebar dari sang nenek saat mereka berpandangan. Ellen merentangkan tangan dan Masayu segera mendekat, memberikan pelukan. Masayu membiarkan neneknya mencium kepala juga wajahnya.
"Selamat ulang tahun, cantik." kata Ellen saat memandang mata cucunya. "Semoga nggak hanya wajahnya, tapi hati dan jiwanya juga cantik... Ayu kesayangan Oma."
"Love you, Oma." Masayu tersenyum dan balas mencium pipi keriput sang nenek.
"Semoga dapat jodoh juga, Oma." kata Juna membuat Ellen tertawa dan Masayu geleng kepala.
"Coklatnya, Teteh bawa pulang lagi aja ya." ancam Masayu.
"Ehh... jangan dong..." Juna langsung merengek, membuat Masayu nyengir.
Ellen menggenggam tangan Masayu, "Tapi Juna benar, Oma baru bisa pergi kalau Ayu sudah punya seseorang yang jaga, yang cinta, yang baik."
"Oma..." kata Masayu, berusaha tegar. "Oma sehat dan Oma bahagia, itu yang paling penting untuk Ayu."
"Agen tanah telepon kemarin, ada yang tertarik untuk beli Madja, jadi—"
Masayu menggeleng, "Nggak, Oma... Ayu nggak mau lepas Madja."
"Orang ini nggak akan buat lahan itu jadi perumahan." kata Ellen menatap sang cucu dengan raut sedih. "Supaya Ayu juga bisa mulai bahagia sendiri, nggak menanggung hutang lagi."
"Oma... Ayu bisa lunasi semua itu, tinggal beberapa tahun lagi, dan kita bisa pulang."
"Kalaupun pulang, semua sudah tidak sama." kata Ellen membuat Masayu berusaha keras agar tidak menangis. "Besok pembelinya datang, Oma mau bicara sama mereka."
Masayu menghela napas, ini sudah calon pembeli ke delapan. Mereka akan memakai strategi yang sama, berpura-pura tertarik dengan lahan perkebunan, tapi pada akhirnya menyodorkan proposal untuk mengubahnya menjadi deretan hunian.
"Ayu akan temui mereka, Ayu lebih tahu trik-trik licik mereka." kata Masayu lalu menoleh pada bocah yang jelas sudah menunggu-nunggu. "Sekarang, kita makan kue..."
"Yes! yes!" Juna mengangguk-angguk.
Masayu mengeluarkan kuenya, lalu meletakkannya di meja, ia menyodorkan sisa bawaan dalam tasnya kepada bocah antusias itu. Juna langsung tersenyum dan mendekap paper bag tersebut.
"Arjuna..." panggilan itu terdengar dari luar.
"Bu! Teteh datang, makan kue dulu." kata Juna melongok ke pintu.
Masayu tersenyum saat wanita dengan seragam suster datang bergabung. Masayu menyalaminya, menerima ucapan selamat ulang tahun dan mereka berakhir memakan kue bersama. Karena alasan kesehatan, nenek Masayu hanya bisa makan beberapa suap dan setelah itu harus dibantu untuk segera beristirahat.
"Biar Oma sama saya, Non bisa bebersih." ucap suster Sinta.
"Teh! ajari Juna belajar dong." pinta Juna lalu mengeluarkan buku paket dari tas gendongnya. "Juna harus hafalan, besok ada tes sama guru."
Masayu tersenyum, "Oke, sebentar ya, Teteh ganti baju."
"Okidoki." kata Juna dan Masayu segera bergegas, mengganti setelan yang sejak pagi ia pakai, dengan celana pendek sepanjang lutut, juga kaos santai. Ia mengikat rambut panjangnya dengan model cepol di atas kepala. Masayu menyempatkan menghapus make up dan setelah merasa cukup segar, kembali ke tempat Juna menunggu.
Bocah itu tampak berkomat-kamit menghafalkan catatan di bukunya.
"Sini, Teteh yang pegang bukunya, dan Juna yang hafalan." kata Masayu sembari duduk.
Juna mengulurkan bukunya dan sejenak Masayu terdiam, memandang judul tebal di bagian teratas buku tersebut.
"Pascal law, hukum Pascal" kata Masayu lambat-lambat.
"Tekanan yang diberikan zat cair dalam ruang tertutup diteruskan ke segala arah dengan sama besar." kata Juna, mengamati partner belajarnya yang kemudian hanya terdiam. "Teteh!"
"Oh!" seru Masayu nyaris gelagapan saat menunduk lagi, "Alat-alat yang bekerja berdasarkan hukum Pascal."
Juna segera menyebutkan jawabannya, lalu memberi penjelasan tentang prinsip yang terkandung dari peralatan tersebut. Juna juga melanjutkan hafalan rumus-rumus terkait hukum Pascal.
Pascal, Masayu menyentuh setiap huruf yang membentuk nama itu. Sejauh apapun ia menciptakan jarak, sekuat apapun ia memunculkan batas, semudah nama pria itu tersebut di lidahnya dan semua menjadi sia-sia.
==]P — CONTRACT[==
[SECRETARY CHAT LINE]
Luela Rizqy: live report! Boss emosi pagi-pagi! Revisi lg T.T
Armandito Yoshua: Payah ah! Mbak Nania, notulen meeting dah gw email, kehapus katanya
Zifanya Lee: ini baru hr pertama Masayu ijin nih, bsk gmn cb?
Serena Sera: btw guys, plan visitnya Nyai disetujui Boss! Seoul rasa Swiss!
Zifanya Lee: Eh! gw dengar gosip Boss nyusul hari ke 2! serius Yo? Mbak?
Luela Rizqy: Mas! confirm dong, agendanya Boss!
Armandito Yoshua: Bulan depan tgl 11 ya, Say, dicek!
Serena Sera: yes, ticket budget buat dua orang tp beda hari, all in business class.
Luela Rizqy: TIDAAAAAKKKKKKKKK
Zifanya Lee: astaga! gila, gila, gila, gila!
Armandito Yoshua: Say! bls dong, seru nih klo beneran.
Serena Sera: Daammit! Nyai protes sama Bu Inggrid, g mau nginep di All Season, maunya Silla
Zifanya Lee: Anjir! itukan hotel level Boss sama Big Boss kalau visit ke Seoul.
Luela Rizqy: dugong emang! baru juga cerai, udah ngelaba-laba
Masayu yang baru selesai mandi, mengerutkan kening dengan banyaknya suara notifikasi chat. Ia segera berpakaian, lalu meraih ponsel sembari mengeringkan rambutnya. Masayu meringis membaca chat pertama yang dikirimkan Lulu. Ia sudah menduga pasti akan ada revisi untuk laporan HSE, Pascal tidak main-main dalam mengutamakan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja bagi seluruh karyawan.
Masayu Djezar: Lulu, minta laporan yang detail dari tiap divisi produksi, komunikasi langsung sama ketua produksi dan bagian pengiriman, K3 lebih banyak diterapkan di pabrik, datangi kalau perlu, sertakan foto. Anggaran training K3 juga harus diperjelas. Target Boss tahun depan masih Zero Accident.
Setelah membalas itu, Masayu beralih membaca chat berikutnya dari Yoyo. Ia menghela napas, sekretaris penggantinya memang lebih banyak memberi tambahan pekerjaan dibanding menguranginya. Tapi ia tak punya pilihan karena libur dua hari adalah hadiah terbaik untuk dirinya setelah setiap hari mengikuti ritme gila kerja Pascal.
Masayu Djezar: Yo, bilang Mbak Nania untuk cek folder download, aku setting emailku auto download file.
Masayu mengerutkan kening karena chat-chat berikutnya, ia membuka fitur kalender di ponselnya. Kalender itu dipenuhi rentetan agenda kerja, target penyerahan laporan, juga acara-acara resmi, atau tidak resmi yang harus Pascal hadiri. Sebenarnya Pascal bisa mengingat semua agenda itu, tapi saat sudah fokus dengan sesuatu, Pascal cenderung mudah mengabaikan hal lainnya. Padahal sebagai CEO yang sebentar lagi akan mengambil alih seluruh kekuasaan atas Pasque Techno, Pascal punya banyak hal diluar pekerjaan yang harus diperhatikan.
Masayu Djezar: tanggal 11 bulan depan, kosong, tapi tanggal 12 ulang tahun pernikahan Big Boss dan Nyonya, he didn't really care, but he always home at that date.
Jemari Masayu terhenti saat menyentuh chat terakhir dari Sera.
Silla Hotel, Seoul... Bussiness Suite, No. 18
Ingatan itu membuat Masayu segera menjauhkan ponselnya. Still hard to believe, bagaimana ia bisa bersikap biasa pagi itu. Padahal jelas-jelas ia kehilangan kegadisannya yang berharga. Tapi bagi Pascal, itu tak lebih dari aktifitas seksual dan ia tak ingin mempermalukan diri sendiri dengan berharap pada hubungan selain yang bersifat professional.
Masayu masih mengingat bagaimana Pascal terkejut, saat pria itu melihatnya berdiri di ruang duduk, mengenakan atasan piama dengan berbagai bukti percintaan tersebar di leher hingga dada. Pascal sangat terkejut, bertanya apakah mereka benar-benar melakukannya, seakan pria itu tak percaya. Jika saja saat itu ada benda yang cukup kuat untuk ia lempar, Masayu ingin sekali mencederai kepala atasannya itu, agar melupakan semuanya sekalian.
"Kita... eh, benar-benar melakukannya? kau dan aku... melakukannya?"
Butuh waktu bagi Masayu menenangkan diri dan menjawab, ia berusaha sesopan mungkin menjelaskan. "Ya, aku pasti mengabaikan batas minumku, soju berbeda dengan bir dingin, atau wine yang biasa kau minum... maafkan aku, seharusnya aku pergi setelah memastikanmu baik-baik saja."
Hari itu Pascal memang sakit, demamnya cukup tinggi sehingga Masayu kerap mengeceknya. Satu kali setelah makan malam, ia mengantarkan obat flu, Pascal meminumnya. Lalu pria itu memintanya tetap tinggal, mereka membahas pekerjaan yang tertunda. Hampir tengah malam saat mereka mulai menyelesaikan pekerjaan itu, dan karena tahun baru, Pascal mengusulkan untuk menonton kembang api dari suitenya. Pascal juga yang menyarankan mereka mencoba soju, botol pertama mereka habiskan bersama, begitu juga botol kedua dan ketiga sembari melihat keindahan kembang api.
Masayu mulai merasa pusing saat Pascal membuka botol ke empat, pria itu duduk di sisinya, merasa lega dan memuji mereka sebagai tim yang solid. Pascal juga mengaku senang memiliki sekretaris secakap Masayu. Ia tentu merasa itu adalah pujian yang pantas, karena Masayu benar-benar berusaha sesempurna mungkin dalam bekerja. Masayu hanya minum beberapa teguk lagi dan botol-botol berikutnya berakhir karena Pascal sendiri yang menghabiskan.
Masayu ingat ia mendapati Pascal mulai tertidur di kursi, Masayu hanya berusaha membangunkan saat Pascal justru menariknya. Pria itu mendekapnya lalu tersenyum, berkata bahwa ini adalah malam pergantian tahun baru yang sempurna. Masayu tak bisa berpikir saat ia mulai mendapatkan ciuman. Ia pasti benar-benar tak bisa berpikir saat membiarkan Pascal melepaskan pakaian mereka berdua. Ia sudah tak mengerti apapun lagi saat kemudian beralih ke tempat tidur dan semuanya terjadi.
"I can't describe my feeling right now... seriously, I can't believe it."
Itu adalah kalimat berikutnya yang Pascal ucapkan, Masayu bertahan atas rasa sakit hati parah saat mendengarnya. Seolah yang mereka alami adalah hal mengerikan bagi Pascal. Masayu sadar mereka tak sepadan, tapi ia juga tak ingin direndahkan.
"I'm sorry, tapi ini benar-benar kesalahan yang tidak aku sengaja... atau kita berdua sengaja. Aku juga terkejut dan tidak percaya, tapi kita akan baik-baik saja." balas Masayu saat itu dan menambahkan. "Aku mengecek pengamanmu, aku memeriksa selimut dan tidak ada ceceran yang harus dikhawatirkan... aku pikir kau menggunakannya dengan baik walau setengah sadar, aku sudah membersihkan diriku dan sepaket plan B akan segera datang."
"Plan B?"
"Ya, kontrasepsi darurat untukku, kita sama-sama tak ingin menanggung resiko yang tidak perlu. Aku juga tak ingin situasinya bertambah kacau, karena aku harus mempertahankan pekerjaan ini. Jadi, aku mencari info di internet, menelepon apotek terdekat dan mereka bisa mengantarkannya."
Masayu ingat bahwa Pascal terdiam beberapa saat, hanya memandangnya sebelum mengangguk. Pria itu kembali berkata mengagumi tindakan cekatan Masayu. Sejujurnya, itu adalah tindakan cekatan paling menyakitkan yang pernah Masayu lakukan.
Pascal melihatnya meminum obat-obatan itu. Pria itu berkata akan tetap mempertahankan Masayu sebagai sekretarisnya dan mereka kembali ke Jakarta bersama. Pascal langsung cuti saat itu, hampir dua minggu dan saat kembali, ia bertanya keadaan Masayu.
"Apotek meyakinkanku bahwa obatnya efektif, aku baik-baik saja dan menstruasiku tepat waktu. Tidak ada hal yang harus dikhawatirkan."
Pascal mengangguk dan sejak hari itu, tak sekalipun mereka membahasnya lagi. Semua hal berjalan seperti biasanya, tidak ada sikap saling canggung atau perlakuan berbeda. Sampai kemarin siang saat pria itu menghadangnya.
You can tell her, mine around seven.
Masayu menghela napas dan memilih berusaha melupakan kembali. Ia beruntung karena mengatur cuti dua hari. Ia butuh waktu sebelum kembali menghadapi Pascal lagi.
==]P — CONTRACT[==
Madja Japa Agri.
Masayu mengelus fotocopy akta tanah milik keluarganya. Madja Japa Agri adalah nama yang dipilih kakek dan ayah Masayu saat berhasil mengembangkan tanah perkebunan mereka, memperluasnya, hingga berhasil menjadi pemasok tunggal untuk kebutuhan sayuran organik di seluruh supermarket besar area Jakarta dan Bandung. Masayu masih delapan belas tahun saat tiba-tiba hasil panen dinyatakan mengalami penurunan kualitas, mereka kehilangan konsumen-konsumen besar, satu per satu pegawai mengundurkan diri, dan yang paling parah adalah rumah utama mereka mengalami kebakaran.
Masayu mengalihkan tatapan, kebakaran itu disengaja, tepatnya karena ayahnya putus asa dengan masalah perkebunan. Pinjaman modal usaha tak terbayar dan memutuskan membakarnya, berpikir itu mengakhiri semuanya. Ibu Masayu ikut menjadi korban, begitu juga Kakeknya saat berusaha menyelamatkan Masayu dan sang nenek.
Nenek Masayu mengalami syok berat, beruntung ibu Masayu memiliki uang simpanan yang cukup. Masayu membeli rumah perawatan ini, berhemat sembari menamatkan kuliahnya, segera bekerja dan mulai membayar kembali hutang-hutang ayahnya. Apapun yang telah terjadi, rumah dan tanah itu adalah hidupnya, Masayu tak sanggup melepasnya.
"Orang ini benar-benar tidak akan menumbuhkan bangunan di atasnya." kata Ellen saat beranjak duduk di samping Masayu. "Sudah, dilepas saja, supaya tidak terus jadi beban..."
"Omaa..." Masayu paling sedih saat neneknya mengusulkan itu.
"Oma nggak mau Ayu hidup hanya untuk membayar hutang." kata Ellen dan meraih tangan Masayu, menggenggamnya. "Kita jual saja, gunakan uangnya untuk lunasi hutang, gunakan sisanya untuk hidup tenang... Ayu berhak untuk—"
"Tanah itu sudah puluhan tahun menjadi milik kita, Oma..."
Ellen geleng kepala, "Oma nggak mau kembali ke sana, nggak ada gunanya."
"Omaa..." Masayu meneteskan air mata, ia berusaha keras untuk tak pernah menyerah. Semua itu untuk tanah kelahirannya, satu-satunya hal yang bisa ia anggap berharga selain keberadaan sang nenek. "Ayu bisa melunasinya Oma, hutang-hutang itu..."
"Mau sampai kapan? sepuluh tahun, lima belas tahun? Nggak... Oma nggak bisa." Ellen juga ikut menangis. "Mumpung Oma masih berpikir jernih, Oma mau bebaskan Ayu."
"Oma." protes Masayu dan Ellen semakin menangis.
Masayu langsung memeluk tubuh ringkih neneknya, pada satu waktu tertentu Ellen memang memiliki dunia sendiri. Dia berbicara seakan masih berada di masa lalunya, keadaan itu memang tidak berlangsung lama, tapi tetap saja membuatnya sangat sedih.
"Ayu harus meyakinkan mereka membayar dengan harga yang layak, ya?" pinta Ellen saat meneggakkan diri, memandang mata cucunya lekat. "Ayu harus hidup tenang setelah ini, pintar-pintar mengurus diri, bisa menarik perhatian pria baik yang sayang sama Ayu."
Masayu menarik napas panjang, ia tahu keadaannya menjadi beban pikiran sang nenek. Tapi dengan ritme pekerjaan yang hanya memberinya jeda bernapas, benar-benar tidak memungkinkannya untuk menjalin hubungan dengan seseorang.
"Jam berapa mereka mau datang?" tanya Masayu, ia akan mengurus perkara tanah ini dulu, ia akan berhati-hati melakukan penolakan. Ia akan memastikan neneknya tak mengetahui hal itu, dan hanya berpikir bahwa Masayu sudah hidup tenang.
"Sore, mereka tak ingin hal ini melalui perantara jadi akan datang langsung kemari."
Masayu mengerjapkan mata, "Omaa... nggak boleh kasih tahu tempat ini, kalau mau ketemu ya diluar, biar Ayu yang kete—"
"Nggak! Oma tahu kalau cuma Ayu yang temui, nanti ditolak."
Huffttt... Masayu menghela napas, ia memang menolak mereka, ia akan menolak semua niat pembelian tanahnya, apalagi tujuan akhirnya mengubah tanah tersebut menjadi lahan perumahan.
"Masayu akan bersihkan halaman depan dulu." katanya sembari beranjak menyimpan berkas tersebut, lalu mengikat rambut, mengenakan sarung tangan dan mulai membersihkan halaman depan hunian sang nenek. Masayu tidak bisa menanam banyak bunga, hanya rumpun mawar, bougenville dan kamboja.
Setengah jam berjongkok mengurus semak mawar dan memangkas sebagian batang bougenville, Masayu memutuskan menegakkan tubuh, menggeliat untuk peregangan. Terdengar bunyi deruman mesin mobil, lalu kerikil terlindas dan Masayu menoleh. Ia tidak asing dengan sedan mewah yang ternyata berhenti di ujung jalan setapak rumah neneknya. Ia benar-benar tidak asing dengan plat nomor yang tertempel di bagian depan, juga supir yang keluar untuk membukakan pintu penumpang belakang.
Masayu terkesiap melihat sosok yang keluar dari pintu tersebut, dengan kacamata hitam, setelan jas resmi dan sepasang sepatu kulit mengkilap. Pascal Oleander Pasque melepaskan kacamata hitamnya, menatap Masayu dari ujung kaki hingga kepala.
"Masayu?" tanyanya dengan raut bingung.
Raut yang sama, yang terpasang di wajah Masayu.
| To be continued . . . |
Q AND A
Q: Macam mana cara baca nama-nama tokohnya?
A: Pascal Pasque dibaca Pas.kal Paskyu(e) e-nya samar.
Masayu Djezar dibaca Masayu (d)jezar d-nya samar.
Q: Yang di prolog itu berarti sudah kejadian ya?
A: SUDAH, kan bab berikutnya ada keterangan: tiga tahun kemudian.
Q: Cerita ini include kelanjutan masalah Bya sama Asoka nggak?
A: iya, ada dibahas juga nanti.
intinya, kelen yang sabar ya... soalnya idenya belum utuh
terus kalau kangen atau penasaran sama ceritanya, disimpan dalam hati
atau kalau mau disampaikan lewat doa aja.
karena kalau disampaikan ke aku, dengan niat supaya aku buruan update
akutu nggak bisa digituin, guys... beneran deh
aku update kalau sudah layak update
seminggu sekali, dua kali, atau bahkan tiga kali, nggak bisa ditentukan.
dan aku nggak papa banget sama pembaca yang kalau dia nggak bisa nahan penasaran terus milih nunggu tamat baru baca, it's oke... karena nagih-nagih update ke aku, secara langsung atau terselubung, itu annoying dan aku tydac suka. Sorry for saying this :'(
i hope u guys understand,
love you.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top