28. MISSING YOU
Dua hari kemudian Pascal pergi ke Bandung, menemui Ellen dan berharap Masayu ada di sana. Tapi seperti yang sudah ia duga, Masayu pergi. Pascal tetap tinggal selama setengah hari, menemani Ellen melakukan pemeriksaan sampai makan siang bersama. Ellen tidak bertanya tentang keanehan mengapa pasangan suami-istri memilih datang bergantian menemuinya. Ellen hanya mengatakan bahwa ia bahagia dikunjungi Pascal dan berterima kasih atas Masayu.
Hingga dua minggu berikutnya, Masayu masih belum mau ditemui dan Pascal sudah diujung rasa frustasi. Istrinya itu memang membalas semua pesannya, menjawab teleponnya bahkan bersedia melakukan video call dengannya. Tapi hanya itu, komunikasi jarak jauh yang semakin lama tak cukup untuk melegakan Pascal. Beberapa kali Pascal nekat mendatangi semua tempat yang mungkin Masayu tinggali, ia bahkan pergi ke Majalengka, menginap di apartemen lama istrinya. Tapi nihil, Masayu tak ada di manapun.
Pascal Pasque: aku sebentar lagi gila dan itu salahmu.
Meine Frau: aku tahu kamu akan baik-baik saja.
Pascal Pasque: biarkan aku menjemputmu, ini sudah tiga minggu lebih.
Meine Frau: bertahanlah seminggu lagi.
Pascal Pasque: apa maksudnya itu?
Meine Frau: aku akan ke Jakarta minggu depan.
Pascal Pasque: biarkan aku menjemputmu, besok, oke?
Meine Frau: besok terlalu cepat, minggu depan saja.
Pascal Pasque: aku bisa gila, Masayu... benar-benar gila.
Meine Frau: iya, aku juga merindukanmu, amat sangat.
Balasan itu membuatPascal langsung tersenyum-senyum sendiri, persis seperti orang gila.
==]P — CONTRACT[==
Masayu sebenarnya berencana memberi Pascal kejutan, ia sudah di Jakarta sejak pagi dan sarapan bersama Asoka. Masayu mendengar banyak tentang perubahan Pascal. Masayu bisa melihat Asoka bahagia saat bercerita Pascal membiarkan mereka tinggal di apartemen. Dari Asoka pula, Masayu tahu bahwa suaminya sungguh-sungguh menyesal. Pascal jarang mengirim foto, tapi setiap kali mengirimkan foto, itu adalah foto-foto orang di sekitarnya. Foto pertama yang Pascal kirimkan adalah Jenna dan lukisan gunung Fuji yang terbuat dari seribu keping puzzle. Foto kedua adalah dua cangkir kopi yang tinggal setengah dan dari tangan yang ikut terpotret, Masayu tahu Pascal ngopi bersama Byakta. Foto ketiga adalah Iris dan Zhao bermain game. Foto keempat adalah tempat tidur dan Pascal menambahkan icon kucing menangis. Masayu terkejut saat foto ke lima, itu adalah kebun kecil yang baru ia rencanakan, ternyata Pascal mengurusnya, menambahkan beberapa tanaman lain. Pascal menolak mengirimkan foto wajahnya karena sengaja ingin membuat Masayu merindukan. Tapi setiap kali mereka melakukan video call, Masayu tahu siapa yang sebenarnya lebih merindukan. Pascal benar-benar berusaha bertahan selama empat minggu ini. Masayu sengaja menunda waktunya makan siang karena tahu Pascal harus memeriksa laporan. Ia datang ke kantor untuk bertemu teman-temannya dulu, keempat rekannya langsung heboh membuka oleh-oleh yang Masayu bawa.
"Kita sering lho makan sama, Boss." cerita Lulu, mencomot sepotong bolu susu.
"Kita sering ditraktir juga." tambah Yoshua dengan cengiran lebar.
Masayu mengangguk, "Oh ya, ngobrol apa aja?"
"Boss sering nanya-nanya soal kamu sih, kayak orang nggak kenal aja." ucap Sera.
"Masa?" Masayu tak menyangka, Pascal berani bertanya pada teman-temannya.
"Iya, kepo banget! dan, kita udah dapat kepastian, Nyonya Pascal Pasque bukan Natasha."
"Yes! dipastikan langsung oleh Boss." Yoshua menimpali Lulu. Ia kemudian mengambil alih botol air mineral yang tampak sulit dibuka oleh Sera.
"Eh ngomong-omong soal Nyonya, klaim rumah sakitnya Masayu bulan lalu typo parah." kata Sera menerima botol air mineral yang sudah dibuka, menyeruputnya sedikit. "Lagian gimana ceritanya, Masayu masuk HW-Hospital pakai kartu family priority?"
Masayu langsung mengerjapkan mata, "Typo parah gimana Mbak?"
"Di klaim pertama sih benar ya, Nn. Masayu Aria Djezar, biayanya juga sesuai sama bangsal yang waktu itu ditempati, tapi habis itu ada lembaran lagi, kali ini tulisannya Ny. Masayu Aria Djezar dan masuknya pakai HW-Hospital Family Priority, kartu itu punya keluarga Pasque."
"Ohh... soalnya aku oleng lagi waktu diomelin Boss, dia bawa ke UGD pakai kartu itu supaya cepat ditangani, feel guilty kayaknya sih." ucap Masayu beralasan, ia cukup gugup.
"Eh kalau family priority, potongannya berapa persen mbak?" tanya Fanya.
"Gratis bahkan kalau penyakitnya nggak bisa ditangani HW-Hospital, rumah sakit rujukannya di Jerman dan cuma nanggung biaya akomodasi, pemeriksaan sama pengobatan masih ditanggung HW-Hospital." kata Sera membuat semua teman-temannya berdecak kagum.
"Sakti amat." ucap Yoshua takjub. "Kartunya Boss banyak yang sakti ya, Say?"
Masayu nyengir, "Pastinya sih, hahaha..."
Masayu seharusnya sadar ia sudah terlalu lama berdiri. Saat melangkah keluar pantry, kepalanya berdenyut dan pandangannya kabur. Salahnya juga karena beraktifitas dengan sepatu hak tinggi, Masayu menggapai lengan Fanya sebelum tubuhnya melemah dan semuanya terasa gelap.
==]P — CONTRACT[==
"Astaga... astaga..." Fanya menahan Masayu yang tiba-tiba melemah.
Yoshua langsung bergegas mengambil alih, "Masayu nih... sembuh belum sih?"
"Ke klinik aja Yo." kata Lulu segera menekan tombol lift.
Karena klinik ada di lantai satu, mereka berpapasan dengan Edwin yang duduk di lobby dan sedang membaca buku. Edwin langsung terperanjat mendapati Masayu pingsan, dibawa Yoshua. Ia segera membuntuti ke klinik. "Masayu kenapa?" tanya Edwin.
Lulu menoleh, "Ih kan! Lo Big guy-nya Masayu kan?"
"Hah?" Edwin bingung tapi segera membuka pintu klinik. Sera menyingkapkan selimut agar Masayu bisa dibaringkan. Dokter yang berjaga langsung memeriksa.
"Ed, ngaku deh? pacaran sama Masayu kan?" tanya Lulu
"Mana mungkin!" jawab Edwin, wajahnya justru ngeri atas tuduhan itu.
Mereka memutuskan keluar ruangan karena dokter berkata harus memberi Masayu ruang bernapas. Lima belas menit kemudian, dokter keluar, menatap mereka. "Pascal Pasque?"
Yoshua menatap bingung, "Kenapa sama Boss?' tanyanya.
"Boss?" tanya dr. Indria.
Dokter jaga mereka memang masih baru, Lulu segera menjelaskan. "Itu nama CEO Pasque Techno, Boss kita semua di sini."
"Masayu sakit parah?" tanya Edwin.
"Bukan sakit parah, saat memeriksanya, aku menemukan surat ini." kata dr. Indria lalu menunjukkan surat keterangan dari rumah sakit swasta di Bandung, OBGYN.
Fanya langsung memeriksa surat tersebut, "Astaga! hamil! positif!" serunya.
Semua orang langsung sibuk memeriksa surat tersebut, sama-sama terkejut.
"Dan ada ini di kalungnya, cincin kawin dan nama yang tertulis, Pascal Pasque." kata dr. Indria menunjukkan cincin berlian paling gila yang pernah dilihat para perempuan itu, juga cincin lain yang memiliki keserasian model dengan cincin yang terdapat di jari manis Boss mereka.
Yoshua terkesiap, wajahnya berubah pucat, megap-megap berusaha mengatakan sesuatu namun tak sanggup bersuara. Sera dan Fanya juga mengelus kening, kebingungan.
"Ini... maksudnya? Astaga... ini tuh..." Lulu menatap Edwin, berusaha tidak syok.
"Boss adalah Big guy yang kamu maksud." kata Edwin dan berlalu untuk menelepon.
==]P — CONTRACT[==
"Kenapa minggu ini berjalan sangat lambat!" seru Pascal saat menatap kalender dan menyadari ini masih hari Kamis. Ia mengempaskan diri di kursi, memandang dinding kaca gelap ruangannya. Ia menggelapkan kaca sejak dua minggu yang lalu, karena tak tahan terus menyadari bahwa ia merindukan seseorang di meja depan itu.
Pascal mulai tak konsentrasi bekerja, ia bahkan, untuk pertama kali dalam hidupnya melakukan kesalahan penentuan nominal dalam berkas anggaran. Bu Inggrid yang mendampinginya, sampai mengira Pascal sakit. Pascal memang sakit, sudah hampir empat minggu, ia merasa diambang kegilaan. Saat Masayu menerima panggilan video callnya, Pascal selalu memperhatikan latar belakang yang tampak, berharap bisa menebak dimana istrinya berada. Tapi Masayu begitu cerdas, saat sadar bahwa Pascal bisa menebak, saat itu pula Masayu berpindah. Masayu juga tak menggunakan kartu kredit, sering mematikan ponsel, karena itu sulit dilacak.
Satu kali, Pascal pernah memikirkan ide ekstrem menyakiti diri, untuk menarik perhatian dan membuat Masayu pulang. Tapi belum sempat ide itu terlaksana, Masayu mengirimkan chat.
Jika kau memutuskan menyakiti diri sendiri untuk membuatku pulang, aku justru akan semakin jauh meninggalkanmu... coba saja.
Tidak terhitung lagi sejak saat itu, berapa kali Pascal memelas, hanya untuk membuat Masayu bersedia dijemput, memberinya kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Masayu bersikukuh tidak mau dan terus menghindar. Namun, setiap kali Pascal sudah merasa begitu putus asa, lelah, atau bahkan terlalu kesal. Ada saja hal bagus yang dilakukan Masayu, satu kali berwujud sepaket makan siang favoritnya, kali berikutnya berwujud sepasang jersey terbaru Liverpool, pernah hanya sebaris godaan yang membuat Pascal tertawa.
Meine Frau: aku merindukan keranjang coklatku dan belum menikmati bagian terbaiknya.
Pascal menanggapi chat tersebut dengan bertanya, apa bagian terbaiknya.
Meine Frau: my big guy.
Selain hal-hal bagus tersebut, Pascal harus mengakui bahwa keberadaan keluarga yang membuatnya sanggup bertahan. Iris dan Zhao hanya tinggal saat akhir pekan, tapi orangtuanya tetap tinggal di sana. Pascal sudah terbiasa melalui pagi dengan ibunya membuatkan sarapan, berangkat ke kantor bersama ayahnya. Kadang mereka makan malam di ruang tengah, duduk di karpet dengan sekotak pizza, menonton film lama Asoka atau menyimak berita ekonomi dan membicarakannya. Pemandangan orangtuanya saling merangkul atau memeluk sudah tidak membuat Pascal kesal lagi, ia bahkan tersenyum saat mendapati mereka berciuman saat berpamitan. Hanya ada satu yang membuat Pascal merasa tidak lengkap, istrinya belum kembali.
Pascal menghela napas, ia harus bekerja, ia mulai menyalakan komputer dan memeriksa laporan pertama yang masuk. Ia menelepon pengirim laporan untuk memberitahukan koreksi. Ponselnya berdering-dering saat Pascal masih bicara, dari Edwin. Pascal segera menutup telepon mejanya dan beralih mengangkat panggilan di ponselnya.
"Hallo..."
"Hallo, Pak... Bapak di kantor?"
"Ya, Mami sudah selesai syuting?" tanya Pascal, sejak pagi tadi Edwin menemani sang ibu.
Edwin justru menjawabnya dengan informasi yang mengejutkan. "Masayu ada di klinik, Pak... di bawah."
"What?" Pascal terkesiap, berdiri dari duduknya.
"Iya, Pak... Masayu pingsan."
Pascal langsung menutup telepon dan berlari keluar ruangan. Ia ingat sindrom kelelahan yang diderita Masayu dulu, istrinya pasti terlalu sering berpergian, menghindarinya. Ya Tuhan!
[ to be continued ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top