18. ISTRI IDAMAN
Pascal bangun dengan mendapati kepala beraroma vanila meringkuk dalam pelukannya. Ia tak tidur dengan perempuan, kecuali yang satu ini. Ia menjauhkan wajah Masayu dari dadanya, melihat wajah cantik dengan raut lelap. Pascal menyentuh bekas air mata di pipi Masayu.
Dasar perempuan, gumamnya.
Lalu kelopak mata itu bergerak, Masayu memandangnya, tatapan kantuk.
"Jam berapa?" tanya Masayu.
"Empat pagi, aku masih mengantuk." jawab Pascal lalu menjauhkan dirinya.
Masayu memegangi bagian depan piama Pascal, menahannya. "Kau bilang, ranjang adalah tempat terbaik mendeteksi kebohongan pasangan..."
"Hmm..."
"Aku mencintaimu." kata Masayu tapi tak ada yang berubah dalam tatapan atau ekspresi wajah Pascal. "Aku tahu bahwa hal-hal seperti itu tak berarti bagimu, aku hanya ingin kau tahu."
"Kau tak akan menang melawanku dengan berbicara begitu."
"Aku tahu dan aku akan tetap meminta maaf sekalipun nanti atau besok... atau kelak, kau akan membalasku." ucap Masayu, berusaha tidak menangis saat menatap Pascal. "Ini mungkin permainan yang membuatku harus berjuang sangat keras, yang membuatku patah hati berkali-kali lagi, tapi aku tidak akan mundur."
Pascal melihat setetes air mata mengalir di pipi Masayu, "Menarik." katanya singkat, nada suaranya dingin. Tapi Masayu tersenyum, seolah menerima semua itu.
Masayu menghapus air matanya, "Mau sarapan apa hari ini?"
"Apapun yang bisa kau masak." jawab Pascal lalu menguap. "Aku benar-benar butuh tidur lagi."
"Tidurlah lagi." kata Masayu, kali ini melepaskan saat Pascal menjauhkan tubuh.
==]P — CONTRACT[==
Saat Pascal benar-benar terbangun, jam digital di nakasnya menunjukkan pukul enam. Ia turun dari tempat tidur, membuka pintu kamar dan mendengar Masayu sedang bertelepon. Ada bunyi desis penggorengan dan wangi mentega. Pascal nyengir, akhirnya dapur itu berguna.
Pascal memutuskan kembali memasuki kamar, ia harus mandi. Hanya butuh sepuluh menit untuk menyegarkan diri. Tapi saat kembali ke kamar, bantal dan selimutnya tertata rapi. Ada kaus dan celana jeans di sana, bersama dengan boxernya.
Oke, istri idaman, pikir Pascal saat beralih menanggalkan handuk dan mengenakan pakaian yang Masayu siapkan. Pascal tak suka menyisir rambut basah, karena itu ia hanya memasukkan handuk ke keranjang cuci dan keluar kamar.
Masayu terlihat senang di dapur, meja makan sudah terisi dengan semangkuk sup, nasi, lalu sepiring gorengan yang baru dipindahkan. Pascal yakin itu bukan ayam goreng. Masayu tersenyum saat menyadari kehadirannya.
"Kepalamu baik-baik saja?" tanyanya.
"Aku tidak minum banyak." jawab Pascal lalu duduk.
Masayu segera menuangkan jus di gelas Pascal. "Coba ini..."
Pascal memperhatikan jus hijau itu dengan tatapan curiga, "Aku tidak mau sayuran."
"Aku tahu, tapi coba dulu."
"Berikan aku sendok."
Masayu menghela napas tapi mengambilkan sendok, Pascal menyendok cairan itu, mencicipinya. Ia tahu itu sayuran, tapi rasanya bisa diterima. Ada rasa manis dan jelas cukup segar.
"Apa ini?" tanya Pascal beralih meminum satu teguk.
"Pakcoy, semangka, jeruk nipis dan sedikit sirsat." jawab Masayu.
Pascal mengangguk-angguk, "Kapan kamu berbelanja?"
"Aku bercerita pada Ibu Asoka untuk—"
"Mami." sela Pascal membuat Masayu menatapnya. "Panggil dia Mami."
"Oh! aku bercerita pada Mami tentang kondisi lemari esmu yang kosong, dan saat hari pernikahan, seorang pengurus rumah tangga memenuhinya."
"Kau bersekongkol dengannya untuk menjebakku di sauna."
Masayu menelan ludahnya, "Aku tidak bersekongkol dengan siapapun untuk melakukan itu."
"Jadi, bagaimana triknya?" tanya Pascal penasaran.
"Akulah yang mencarikan desainer kamar mandimu, aku yang memastikan setiap sudutnya sesuai keinginanmu dan tentu saja aku tahu tentang sauna itu... pintu otomatis, juga fungsi kunci manualnya." kata Masayu, ia buru-buru merencanakannya. "Aku menyimpan semua kunci manual dari setiap laci dan pintumu, termasuk yang di aparteman ini."
Selanjutnya Pascal bisa menebak, "Lalu saat malam kita membawa kopermu kemari, kau memakai kamar mandiku, menyiapkan jebakanmu."
"Aku sebenarnya gugup sekali." aku Masayu
"Bagaimana seandainya aku langsung menerjangmu di tempat tidur?"
Masayu menatap ragu, beberapa kali menundukkan kepala tapi tetap menjawabnya. "Aku akan tetap menjebakmu di sana, tapi aku mengancammu dengan obat yang satunya."
"Obat yang satunya?"
"Ya, plan B."
Pascal langsung menahan diri agar tak memukul meja, "Katakan padaku bahwa kau—"
"Aku membuangnya tadi pagi." kata Masayu langsung menggenggam tangan Pascal. "Dan tidak ada lagi ancaman dengan obat-obatan, aku bersumpah."
Perlahan-lahan, kepalan tangan Pascal mengendur, tapi tatapannya berubah dingin. "Jika kau melakukannya lagi, aku akan membalasmu dengan sangat kejam, dan pertama-tama pembalasan itu akan melibatkan penghancuran sisa rumah terbakar itu, memendamnya di tanah."
"Pascal..."
"Kedua, aku bisa membuatmu tak pernah bertemu Ellen lagi."
Masayu langsung terkesiap saat Pascal membalas genggaman tangannya, ada kekuatan yang dikerahkan untuk tidak meremukkan tangan Masayu. "Terakhir, bagaimana dengan gagasan menjadikanmu pajangan sepenuhnya? aku bisa mencari perempuan lain untuk hamil dan melahirkan anakku, hidup bersamanya, di belakang status perkawinan kita?"
Wajah Masayu langsung pucat mendengarnya, Pascal tersenyum saat menyampaikan ancaman terakhirnya. "Aku sangat yakin mampu menghancurkan hatimu dan saat kau putus asa, aku tidak akan menyiramkan air jika kau berencana membakar diri, seperti ayahmu."
Masayu melepas tangan Pascal, berlari ke wastafel dan muntah. Tubuh Masayu gemetar, wajahnya pucat pasi, ia tak bisa menangis, semua kata-kata Pascal terlalu mengerikan. Rasa takut membuat seluruh tubuh Masayu mendingin. Pascal berdiri dan mendekati Masayu, meraih perempuan itu dalam pelukannya. Pascal mengelus-elus rambut hingga punggung istrinya, sesekali memberi kecupan lembut di kening basah Masayu.
"Membakar diri itu kata-kata mengerikan, maafkan aku." kata Pascal mendapati Masayu mulai terisak pelan. "Shh... karena inilah kita seharusnya menjaga sikap, tidak memancing terlalu dalam, hal-hal kelam itu tidak seharusnya kita libatkan... kau mengerti maksudku kan?"
Butuh waktu sampai Masayu mengangguk, "I know you'll understand, good girl..."
==]P — CONTRACT[==
Pascal baru sarapan sekitar satu jam kemudian, itu karena Masayu benar-benar melemah. Pascal membawanya ke kamar, mendekap istrinya itu hingga tertidur. Menyinggung tentang rumah terbakar itu sudah cukup menekan Masayu, apalagi menambahkan tentang tindakan bunuh diri. Masayu langsung pucat pasi, muntah dan tubuhnya mendingin seketika. Pascal tak menyangka ia harus sekejam ini untuk menundukkan perempuan.
Tapi Masayu yang lebih dulu bersikap kejam, Pascal geleng kepala saat memeriksa ke kamar mandi dan benar-benar menemukan tabung obat lain di tempat sampah. Pascal menghabiskan tiga puluh menit memeriksa semua obat dan vitamin Masayu. Pascal bahkan mencermati berkas medis Masayu seolah itu dokumen bisnis pertamanya. Sialan, belum pernah Pascal sampai segugup ini memastikan kepatuhan seseorang.
Supnya sudah dingin tapi itu masakan yang enak, Masayu menggoreng semacam olahan tahu dicampur wortel, kacang polong dan paprika. Rasanya enak, bahkan untuk ukuran pembenci sayuran seperti Pascal. Setelah menghabiskan sarapannya, Pascal meletakkan bekas alat makannya di wastafel, ia minum jus sayuran itu lagi baru kembali ke kamar.
Masayu sudah bangun, tapi tetap berbaring menatap Pascal masuk.
"Aku menghabiskan sarapanku, enak." kata Pascal lalu menyusul berbaring di samping Masayu, mengelus pipi yang mulai menghangat. "Apa sih yang tidak bisa kau lakukan?"
"Emm... kemampuanku dengan bahasa China sama sekali tak berkembang."
Pascal nyengir, "Tapi kau seksi saat bicara bahasa daerah."
"Aku buat gorengan tahu, wortel, kacang polong dan paprika."
"Ya, semua kumakan, itu enak, aku suka, hampir tak terasa seperti makan sayur."
"Aku akan berusaha mengatasi ketidaksukaanmu dengan sayur."
Pascal mengerutkan kening, "Tidak perlu memaksakan diri, aku suka daging."
"Untuk mendapatkan anak perempuan, kita harus lebih dulu menjinakkanmu."
"Apa maksudnya itu?" tanya Pascal dan istrinya meraih ponsel di nakas.
Pascal membaca beberapa artikel kesehatan tentang kesuburan, lalu beralih pada program bayi dan beberapa jurnal kesehatan, yang mengarah pada peluang memiliki anak perempuan.
"Ini pasti bercanda kan?" Pascal membaca jurnal itu lebih teliti.
"Tentu saja tidak, itu ilmiah." kata Masayu mencoba tidak tertawa saat wajah Pascal menunjukkan keberatan. "Memuat saran posisi juga untuk mendapatkan anak perempuan."
"Aku yakin tak perlu belajar tentang posisi-posisi itu, kau bisa mengandalkanku."
Masayu tertawa, mencubit pipi Pascal, "Dasar nakal."
"Tiga tahun lalu apa kita sempat mencoba posisi selain kau berada di bawahku?" tanya Pascal sebelum mengeluh. "Ingatan itu terlalu samar untukku, soju sialan."
"Itu juga terlalu samar untukku, tapi aku merasakan rasa sakitnya."
Pascal langsung mendekap Masayu kembali, "Sayangku..."
"Orang bilang yang berikutnya tak akan sakit lagi."
"Yang berikutnya akan sangat menyenangkan."
Masayu menjauhkan wajahnya, mendongak pada Pascal. "Perempuan selalu mengingat pria pertama mereka, apa kau mengingatnya juga, perempuan pertamamu?"
"Ulang tahunku ke enam belas, dia kakak kelasku, dia padahal datang dengan pacarnya tapi memberiku hadiah yang menyenangkan... dia juga yang membuatku mengalami perkelahian pertama di sekolah, tapi sebanding, saat itu seru menjadi nakal."
"Aku tahu Nat mantanmu dulu, saat sekolah di Singapore."
Pascal mengangguk, "Dia populer, cantik dan pintar, aku mengamatinya sejak dia pacaran dengan alumni terbaik sekolahku... lalu mereka putus dan aku mulai mendekatinya, cukup dua kali kencan untuk mendapatkannya."
"Kau terdengar bangga."
"Saat itu memang cukup membanggakan bisa menggandengnya."
"Dia sudah bercerai, tahu."
Pascal menghela napas, "Dan aku sudah menikah."
Masayu mengamati wajah Pascal yang terlihat tenang, "Kita belum menyempurnakannya."
"Sudah nggak sabar?" tanya Pascal lalu tertawa saat Masayu justru mencubitnya, wajah cantik istrinya itu mencebik dan menjauh dari pelukan Pascal. "Kau tahu kenapa aku memutuskan menikahimu?"
"Untuk menguasaiku."
Pascal mengangguk, "Aku tahu kau mencintaiku, setiap kali kau mengabaikanku, bersikap dingin, aku bertanya-tanya, kenapa ada jenis cinta yang seperti itu, yang mengabaikanku."
Masayu diam saja saat tangan Pascal kembali menyentuh pipinya, mengelus telinga. "Lalu aku melihatmu berteriak saat kecelakaan itu, kau berjalan ke arahku, kau menangis dan gemetar bersamaku di ambulance... ada cinta yang seperti ini juga dalam dirimu, untukku."
"Aku benci mengingat hari itu, jangan pernah bertelepon lagi saat menyetir."
"Aku tidak teralihkan karena teleponku."
Masayu mengerutkan kening, "Jadi?"
"Perempuan di seberang jalan, ia tersenyum begitu lembut bahkan pada seorang yang dibayarnya untuk mengantar ke kantor... ia tak tersenyum begitu padaku, ia cantik sekali."
Masayu menatap khawatir sekarang, "Kau yakin masakanku enak? kau yakin?"
Seketika Pascal tertawa, "Kau tak pernah percaya saat aku berkata kau cantik."
"Aku tahu aku cantik, tapi kau teralihkan hanya karena aku, itu konyol! kau kan melihatku terus selama ini? kita bekerja berhadapan, berbatas dinding kaca."
"I know, it's crazy... tapi begitulah yang terjadi." kata Pascal lalu menggenggam tangan Masayu, menempatkannya di dada. "Jangan pernah berdiri di seberang jalan lagi saat aku menyetir, apalagi kau tersenyum pada orang lain, keselamatanku akan terancam."
"Ish!" Masayu langsung memukul tak serius.
Pascal menahan tangan Masayu, menunduk untuk mengecup keningnya. "Aku menjadi yakin ketika kita berciuman lagi, aku benar-benar menginginkanmu dan karena tak mungkin mendapatkanmu begitu saja, aku menyusun strategi itu..."
"Jadi setelah mendapatkanku, kenapa masih... tidak..."
"Aku ingin membuatmu menantikannya."
Masayu mengamati bibir Pascal membentuk seringai yang cukup kurang ajar. "Bagaimana jika justru membuatku tidak tertarik?"
Pascal menggeleng, "Kau akan tertarik, satu hal yang kujanjikan padamu... aku akan mendapatkanmu seperti selama ini aku menginginkanmu."
"Aku merasa gugup, entah kenapa." Masayu mengakui dan Pascal tertawa kecil.
"Kita akan masuk kerja besok, aku ada meeting di luar, jadi berangkat duluan."
"Oke."
Pascal membawa tangan Masayu ke bibirnya, mencium tempat kedua cincinnya disematkan. "Aku kesal memikirkan kau harus melepasnya untuk bekerja."
"Aku hanya memindahkannya di leherku."
"Aku akan sering-sering mengeceknya, seperti ini...." kata Pascal sembari menarik atasan Masayu, benar-benar melongok ke baliknya. Menyengir puas.
"Cincinnya masih ada di tanganku dan kenapa kau melongok ke situ."
"Demonstrasi sekaligus memastikan ada hal bagus lain yang bisa kulihat."
Cengiran itu lagi dan Masayu mencubit. "Dasar nakal."
==]P — CONTRACT[==
Hari ke dua menjadi istri Pascal, Masayu bangun sangat pagi, memilih setelan kerja sekaligus menyiapkan sarapan. Begitu bangun, Pascal berlalu ke ruang gym, berlari di treadmill selama satu jam. Pascal memilih sarapan dulu, katanya tak tahan wangi mentega.
Masayu membuat crispy brokoli dan scramble egg, Pascal menghabiskannya meski mengernyit saat menelan brokoli. Masayu menghadiahi pria itu dengan secangkir kopi gayo apel yang wangi. Pascal mendesah bahagia mencium aroma dan menyesapnya perlahan.
"Smart brain, sexy booty and good at making coffee." komentar Pascal.
"Apa itu?" tanya Masayu sembari menaruh piring di wastafel.
"Tipe perempuan favoritku, kau, Amazing!" ucap Pascal sembari menandaskan kopinya.
Masayu tersenyum menerima cangkir kosong yang dibawa Pascal. Tangan Masayu terulur untuk menyeka bekas kopi di sudut bibir Pascal, "Kau juga Amazing, Mr. Pasque."
"Ack! panggilan itu terlarang di rumah." kata Pascal mengecup hidung Masayu saat berlalu ke kamar. Masayu sudah merapikan tempat tidur, setelan kerja siap bahkan Pascal mendapati ponselnya sudah terisi daya. Oke, istri idaman.
"Aku akan sampai kantor sebelum jam sembilan." kata Masayu saat mengantar Pascal ke pintu.
"Edwin akan kuminta menjemput." kata Pascal mencium Masayu sebelum pergi.
Sepeninggal Pascal, Masayu langsung bergegas bersiap-siap, situasi mereka mulai membuatnya gugup. Setelah melalui kejadian saat sarapan kemarin, Pascal kembali seperti biasanya dan benar-benar manis hingga mereka tidur. Pria itu suka mendekap Masayu, membuat jantungnya berlompatan. Masayu sebenarnya lega, Pascal belum menyentuhnya lebih jauh, ia gugup setengah mati. Masayu keluar dari kamar mandi dan langsung ke ruang ganti, memakai celana dalam, melapisinya dengan stocking hitam, ia bersidekap memilih bra.
"Well, nice view,wivey." suara itu membuat Masayu tersentak, menoleh dan mendapati Pascal berdiri di sana, memandanginya.
Tatapan pria itu berkata, inilah saatnya.
[ to be continued ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top