16. DJEZAR-PASQUE


Satu minggu terasa berjalan sangat cepat, setelah membereskan urusan seserahan dan gaun pengantin. Esok harinya mereka mengurus pemeriksaan, Masayu mendapatkan suntikan, Pascal memastikan cederanya membaik. Kemudian keluarga Pascal membawa Ellen ke Jakarta, menginapkannya di hotel tempat pernikahan diatur. Mereka makan malam bersama, Ellen terharu melihat cincin pertunangan yang Pascal berikan. Acara itu berlangsung cukup hangat dan berakhir dengan Ellen memeluk Pascal begitu lama. Masayu tahu Pascal tak suka seseorang menunjukkan kedekatan berlebihan tapi anehnya pria itu bertahan.

Masayu menginap bersama neneknya dan berangkat ke kantor dari hotel. Teman-temannya tak curiga karena wajar mengingat Masayu selalu mengurusi Pascal. Mereka masih penasaran tentang identitas sang calon istri tapi Masayu bisa berkilah dengan baik. Masayu masih bekerja pada hari Jum'at dan itu membuat Pascal kesal. Masayu merasa lebih stress berada di ruang perawatan bersama ibu dan adik Pascal, keduanya memperlakukan Masayu dengan baik tapi aura romantisme, harapan-harapan yang mereka ucapkan membuatnya tertekan.

Asoka yang jelas mengetahui ke mana pernikahan ini akan berakhir justru mulai menunjukkan sikap berbeda. Asoka berharap Masayu bisa meyakinkan Pascal untuk mempertahankan pernikahan. Asoka berkata bersama Masayu, ia melihat Pascal yang berbeda. Tentu saja! Pria itu manis dan perhatian di setiap kesempatan. Tapi saat hanya mereka berdua, semua sikap manis itu berganti manipulatif, menuntut, dan kurang ajar.

"Kita harus pulang." kata Pascal saat jam menunjukkan pukul lima sore. "Aku tak ingin besok pagi kau terlihat mengantuk apalagi terlambat duduk di sampingku."

"Aku tak akan melakukan itu."

"Sudah cukup banyak hal yang kau lakukan, aku yakin bisa mengatasi pekerjaanku."

"Aku akan tetap masuk hari Senin nanti."

Pascal geleng kepala, "Tidak akan, aku sudah memecatmu, ingat?"

Masayu menghela napas, "Kita lihat hari Senin nanti."

Pascal mengerutkan kening tapi memilih cuek, mungkin Masayu ingin masuk untuk membereskan meja atau farewell party dengan teman-temannya. Masayu dekat dengan rekan sesama sekretaris. Pascal memasuki lift lebih dahulu dan Masayu menyusul.

"Teman-temanmu tak bertanya tentang siapa istriku? aku yakin rumornya cukup meyakinkan."

"Mereka bertanya dan menduga."

"Apa jawabanmu?"

"Aku tak mengenalnya, kubilang pada mereka kau tak pernah menyerahkan urusanmu tentang perempuan ini padaku."

"Dan mereka percaya itu? Mereka tak memperhitungkanmu?"

Sudut bibir Masayu berkedut. "Aku tidak bercanda saat berkata tertekan menjadi pasanganmu, kau selalu luar biasa... menggandeng sosok yang sama luar biasanya dan yang mereka bayangkan sudah tentu, kau bersama perempuan terbaik."

"Biasanya selalu ada rumor antara Bos dan sekretarisnya."

"Memang, tapi setelah aku mulai mengurus keperluan kencanmu, semua rumor itu lenyap."

"Sial." keluh Pascal, ia memang menduga itu alasan betapa normalnya sikap orang-orang melihat interaksi pribadinya dengan Masayu.

Masayu tersenyum, "Sampai jumpa besok pagi, Mr. Pasque."

"Ini kali terakhirmu memanggilku begitu." kata Pascal dan Masayu hanya mengangguk, membiarkan Pascal keluar lebih dulu. Mereka berpisah karena Masayu harus mengepak beberapa barang untuk pindah ke apartemen Pascal.

Pascal menolak mentah-mentah ide Masayu tentang tinggal di rumah Pasque, katanya setelah menikah ia semakin memiliki alasan untuk meninggalkan rumah itu. Ada jurang yang lebih dalam antara Pascal dan orangtuanya, Masayu harus berhati-hati memikirkan strateginya membawa pria itu kembali ke sana. Bagaimanapun, ia sudah berjanji pada Asoka.

Masayu hanya membawa sedikit barang, baju-baju juga tidak banyak, hanya satu koper yang dibawanya keluar. Ia terkesiap mendapati Pascal menunggu, pria itu mengambil kopernya, membawakannya turun. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Memastikan kau tak kabur."

Masayu tertawa, "Ada Oma di hotel, aku tak mungkin meninggalkannya."

"Kita taruh ini di apartemenku dulu."

"Baiklah, tapi kita bongkar besok saja, setelah pernikahan... aku lelah."

"Tentu."

Tidak biasanya Pascal sepenurut ini, tapi Masayu membiarkan, mereka berkendara dalam ketenangan menuju apartemen Pascal. "Kau harus masuk, melihat tempat tinggalmu."

Masayu menghela napas lalu mengikuti Pascal, saat mampir sebelum ke Bandung dulu memang kali pertamanya memasuki apartemen itu. Biasanya jika harus mengambil sesuatu, Masayu hanya duduk di lobby dan Pascal yang bergegas naik.

"Aku mengubah ruang gantiku, menyesuaikan dengan pakaianmu, Iris memilih sebagian besarnya, katanya kau asal-asalan memilih seserahan." kata Pascal saat mereka memasuki apartemen. "Aku mengubah kode pintuku, tanggal kejadian si Seoul."

Masayu mencoba tak tersedak mendengarnya. "Oke."

Ruang duduk tidak berubah, begitu pula ruang tengah, lalu Pascal membuka pintu kamarnya. Masayu melangkahkan kaki ke sana. Entah bagaimana Masayu langsung suka desain tempat tidurnya. Dinding di belakang tempat tidur besar itu, dihias dengan peta dunia dan di setiap Negara terdapat panah. Masayu memperhatikannya, menyadari itu adalah Negara yang Pascal taklukan, setidaknya satu atau dua rumah sakit di sana menggunakan produk Pasque Techno.

"Aku tahu kau ambisius, tapi sampai seperti ini?" tanya Masayu. ia menoleh Pascal.

"Aku merasa tidurku nyenyak setelah menancapkan satu panah di sana." jawab Pascal lalu memandangnya. "Kita memulainya dari sini, dari panah sejumlah jari satu tanganku."

Masayu mengamati deretan yang Pascal tunjuk, mereka memang mulai berpresentasi di Jakarta, Kamboja, Hongkong, Malaysia, dan Singapore. Mempresentasikan proposal eksklusif yang dibuat Pascal. Tiga bulan penuh mereka berkunjung dan berpresentasi, hingga semua rumah sakit besar di kota dan Negara itu akhirnya tertarik bekerja sama. Kesuksesan tidak jatuh begitu saja di pangkuan Pascal, pria itu mengejarnya, mendapatkan dan mempertahankannya.

"Aku ingat yang selalu kau katakan sebelum berpresentasi..."

Pascal mengerutkan kening, "Apa?"

"You did this for yourself, you did this because you Pascal Oleander Pasque and you're amazing." ulang Masayu, tersenyum lebar. "Aku pikir kau sangat narsis, tapi kemudian saat kau berdiri di sana dan mulai berbicara... kau benar-benar Amazing."

Pascal tampak tak mengingat itu, bergerak dan menggeser pintu ganda dekat kamar mandi, "Ini ruang ganti kita."

Masayu mendekat, melihat deretan pakaian Pascal, jam tangan mewah, lalu barisan dasi berikut berbagai ukuran pin. Masayu beralih ke sisi seberangnya, hampir semua bajunya didominasi gaun atau setelan rok santai, sepatu hak tinggi dan setidaknya selusin tas tangan.

"Ini terlalu banyak." kata Masayu tapi Pascal cuek, beralih mengarahkan jari Masayu ke pinggiran laci. Terdengar bunyi bip pelan lalu laci itu terbuka, setidaknya enam set perhiasan ada di sana. Masayu menjauhkan tangannya, ini semua berlebihan.

"Mami yang memberikannya, semacam pemberian mertua kepada menantu." kata Pascal

"Tapi aku tak terbiasa memakai perhiasan." kata Masayu dan beralih menatap jam tangan, tidak sebanyak milik Pascal tapi jelas koleksi yang tak terbayangkan Masayu miliki.

"Ini bagian terbaiknya." kata Pascal membuka lemari kaca.

Masayu mendapati barisan lingerie dan setelan pakaian dalam. "Turquoise?"

Setidaknya ada setengah lusin setelan bra dan celana dalam dengan warna tersebut. Masayu memang suka warna pastel tapi ini jelas sesuatu.

"Itu warna pakaian dalammu waktu itu dan karena aku tak bisa mengingat bagaimana penampilanmu dengan pakaian itu, kuputuskan untuk melihatnya lagi, sesering mungkin selama sisa hidupku bersamamu."

Masayu tertawa, "Waktu SMA, aku melihat pertunjukan teater putri duyung, sang artis memakai bra turquoise dengan hiasan keemasan dan menurutku itu seksi sekali..."

"Godness! aku akan mencarikan itu untukmu."

"Jangan gila, kau bisa dianggap kelainan memesan seperti itu."

Pascal hanya tertawa lalu mendapati Masayu menyentuh deretan piama pasangan, gulungan handuk pasangan, dan sapu tangan senada. "Apa yang kau pikirkan?"

"Kau." jawab Masayu lalu menatap Pascal, "Aku sudah melihat cukup banyak, tapi sebelum pulang boleh aku pakai kamar mandimu? atau harus di kamar mandi tamu?"

Pascal menggeleng, "Pakailah, aku tunggu di luar."

Hanya beberapa menit sampai Masayu kembali, Pascal segera menggandenganya. "Ah, aku lupa, apa kita akan membutuhkan pengurus rumah?"

"Tidak, aku bisa memasak dan aku suka bebersih."

"Senang mendengarnya, aku tak ingin canggung karena kita pasti bermesraan di semua tempat."

Masayu menelan ludah dengan gugup, "Kau pasti sudah sangat gelisah..."

"Sudah pasti, lima menit lebih lama di kamar bisa membuatku salah paham."

"Pertahanan dirimu selama ini cukup bagus."

Pascal menyeringai, "Memang, aku berniat habis-habisan meluapkannya denganmu."

==]P — CONTRACT[==

Sepuluh jam kemudian, Masayu sudah selesai didandani dan hanya menunggu dijemput. Letnan Riordan dan Suster Sinta yang akan mendampingi Masayu, mereka berdua ditambah Arjuna, dokter Ivan dan Ellen adalah tamu khusus dari pihak Masayu. Sementara Pascal, selain keluarga intinya, ditambah keluarga Zhao. Walker Family, begitu biasa Masayu menyebut besan keluarga Pasque tersebut. Masayu beberapa kali bertemu dengan mereka, acara formal atau tidak formal. Pascal juga sering makan siang bersama orangtua Zhao, Ryura dan Elina Walker.

"Wow! Wow! Wow!" ucap Suster Sinta saat menjemput Masayu.

Masayu tersenyum, ia merasa cantik. "Aku masih bisa dikenali kan?"

"Ya ampun, siapa ini?" Riordan yang melihat juga langsung memuji.

"Tetehnya Juna!" seru Juna dan langsung menggandeng Masayu.

"Loh, Oma Ellen nggak ditemani?" tanya Masayu.

Juna nyengir, "Ada dr. Ivan kok, ayo... tempat nikahnya bagus banget."

Masayu melihatnya sekilas sebelum naik ke kamar, memang bagus, mereka menciptakan taman dalam ruangan. Masayu hampir pingsan saat mengetahui harga dekorasinya. Tapi Pascal sangat bersikeras, didukung Iris dan Asoka juga.

"Aaakkk, beautiful." seru Iris yang baru akan memasuki ballroom. Zhao ada di belakangnya, tersenyum ramah dan mengangguk.

"Thanks." kata Masayu dan membiarkan Juna melepaskan tangan. Anak itu segera kembali ke tempat duduknya. Sementara Masayu diarahkan sebelum memasuki ruangan.

Masayu menarik napas panjang, Riordan dan istrinya segera mendekat, mereka mendampingi pengantin wanita memasuki ruangan. Dari seringai yang terpajang di wajah Pascal, Masayu tahu ia memenuhi espektasi pria itu tentang dandanannya hari ini. Ia melangkah perlahan hingga akhirnya bisa saling berhadapan. Seorang pengarah acara langsung memberitahu bahwa prosesi pernikahan akan dilakukan. Masayu gugup setengah mati, tapi Pascal tampak tenang, menyelesaikan ikrar pernikahannya tanpa terjeda. Saat semua saksi mengesahkan pernikahan itu, Pascal tersenyum lebar. "Masayu Aria Djezar-Pasque." katanya.

==]P — CONTRACT[==

"Welcome to the family..." kata Iris saat mereka beralih menikmati acara makan bersama.

Masayu tersenyum lalu duduk di sebelah Iris. Sejak resmi menjadi suaminya, Pascal terlihat tenang dan sekarang mengobrol bersama Ellen.

"Teteh, Jenna pintar banget, dia tahu pelajaranku padahal baru kelas dua." kata Juna jelas mengagumi gadis cantik yang sejak acara dimulai terus menempeli ayahnya.

Masayu mengangguk, "Sekarang makan dulu, katanya tadi mau es krim."

"Teteh mau nggak? Juna ambilkan."

"Nggak, teteh nanti makan sama Oma Ellen."

Juna tertawa dan segera berlalu mengambil es krim. Masayu mengamati sekitarnya, ia tak pernah membayangkan pernikahan seperti ini. Awalnya ia pikir suasana akan sepi tapi ternyata obrolan terus mengalir. Riordan bersama Zhao mengobrol tentang kondisi militer, Zhao terapis dan punya beberapa pasien yang terluka akibat konflik negara. Suster Sinta mengobrol dengan Asoka dan Byakta terkait perawatan di senior living. Suasana ramai saat bungsu keluarga Walker terbangun, adik Jenna yang baru berusia satu tahun menangis, berusaha menarik perhatian.

"Sama aunty Ris ya? biar Papa sama Mama makan dulu." kata Iris saat mengambil alih si bayi, memangkunya dan dengan lembut menenangkan.

Masayu tahu keadaan Iris yang tidak memungkinkan hamil, tapi adik Pascal itu terlihat benar-benar bahagia, tidak terlihat sedih atau kesal menimang bayi yang bukan anaknya. Iris jelas dikenali si bayi yang langsung tertawa, menanggapi godaan dan kecupan Iris.

"Hiroshi ya?" tanya Masayu mengingat-ingat namanya.

"Ya, Hironya kakak Joy." ucap Iris lalu Jenna mendekat, mengecup telapak tangan adiknya.

Masayu kaget saat merasakan kedua tangan Pascal di pundaknya, lalu pria itu merendahkan kepala hingga bertengger di bahu Masayu, memperhatikan si bayi.

"Pas, jangan mau kalah sama Walker Family, setiap tahun satu." pinta Iris.

Pascal tertawa, "Tahun depan aja satu, ya sayang ya."

"Hmm..." gumam Masayu lalu membiarkan saat Pascal ganti menggendong Hiroshi. Masayu baru kali ini melihat pria itu berinteraksi dengan bayi. "Dia bisa melakukan itu?"

"Pascal kan mengurusku dari bayi." kata Iris membuat Masayu mengerjapkan mata. "Yah... kamu kan tahu, Papi dan Mami dulu seperti apa... Pascal benar-benar mengambil banyak tanggung jawab, termasuk aku."

Masayu mendapati Iris menggenggam tangannya, "Aku semacam merasa lega karena Pascal bersama seseorang yang mengenalnya begitu baik, aku selalu takut dia berakhir menikahi seseorang yang tidak ia pedulikan, hanya untuk memenuhi ambisi bisnis... itu mengerikan."

"Pascal memenuhi ambisi bisnis dengan kemampuannya sendiri."

"Pascal janji akan menjagamu dan perlahan-lahan menunjukkan hubungan kalian satu sama lain, saat dia menjanjikan itu padaku, aku merasa tingkat kebrengsekannya menurun drastis."

Masayu segera tahu Pascal berusaha mengubah penilaian Iris. "Dia sangat manis dan perhatian."

"Aku tahu dia bisa menjadi pria baik bersamamu." kata Iris lalu tersenyum lebar. "Dan aku serius bahwa kita sebagai Pasque tidak boleh kalah, aku ingin keponakan perempuan."

"Apakah... maksudku, apakah jika kami memilikinya, kamu ingin..."

"Aku ingin membantu kalian merawatnya." lanjut Iris dan senyum di wajahnya tak berkurang sedikit pun. "Aku mencintai hidupku, mencintai Mas Zho dengan itu dan ia membalasnya... kami masih berdoa tentang keajaiban dan sekalipun keinginanku tentang anak melebihi keinginanku untuk berjalan... aku tahu kami masih harus menunggu."

"Maafkan aku, tidak seharusnya aku—"

"Mas Zhao bilang, kita bisa lebih bahagia saat mensyukuri hal-hal sederhana... kami punya satu sama lain, kami punya keluarga yang hangat dan penuh kasih, kami dikelilingi anak-anak yang sekalipun tidak kami lahirkan tapi mereka menyayangi kami... it's really a gift for us."

Masayu ingin menangis, ia kini mengerti kenapa Pascal begitu peduli dan menyayangi adiknya ini. Iris jelas berubah dari gadis mengkhawatirkan, menjadi gadis yang penuh kehangatan. Iris memiliki hidup yang membahagiakan dan ia menyebarkannya, agar orang lain ikut merasakan.

"Hidupmu seharusnya begitu sempurna." kata Masayu.

Iris tertawa, "Pada akhirnya ini ketidaksempurnaan yang kusyukuri... Oh, iya... aku harap kamu tak keberatan karena aku ingin nama anak perempuan Pascal—"

"Purple." sela Masayu membuat Iris mengangguk. "Purple Lavender?"

Mata biru Iris berbinar-binar, "Itu akan membuatnya jadi keponakan favoritku."

"Sulit mengalahkan Jenna dalam hal itu."

"Itu ada benarnya, karena Hiroshi, Jenna semakin menempel pada kami dan rasanya menyenangkan mengasuhnya, dia cerdas sekali." Iris mengatakan itu sembari memperhatikan Jenna menyuapi Zhao dengan puding caramel. "Hatiku menghangat setiap melihat itu."

Masayu beralih menatap Pascal yang kini menimang Hiroshi, mengenalkannya pada Ellen yang langsung terkesima. Hiroshi bayi yang tampan. Pascal menoleh dan mereka berpandangan. Masyu mengalihkan tatapan, hatinya menghangat tapi dengan cara yang menyakitkan.

[ to be continued ]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top