15. ADDICTED
Sudah lebih dari tengah malam saat Pascal kembali ke rumah. Ada mobil Zhao di garasi dan itu membuatnya yakin bahwa Iris menginap. Pascal langsung beranjak ke kamarnya, ia mandi dan duduk di sofa dekat jendela. Pascal menatap ponselnya, pada foto yang ia ambil sebelum meninggalkan apartemen Masayu. Foto Masayu tertidur dan ia menyelipkan cincin di jari manis perempuan itu, berlian delapan carat dengan model marquise cut.
Suara ketukan membuat Pascal menyimpan ponselnya, beranjak membukakan pintu. Zhao ada di depan pintunya, mengulurkan segelas air. Pascal menerimanya, "Thanks..."
"Kukira kau akan membicarakan semuanya besok pagi." kata Zhao tetap berdiri di pintu.
"Ya, Iris sudah tidur." kata Pascal kembali duduk di kursi. "Ide mewarnai rambut itu gila."
"Iris cantik dan rambut coklat juga cocok dengan Masayu."
Pascal menggelengkan kepala, "Masayu tak akan berani melakukannya lagi."
"Aku hanya mengenalnya secara profesional dan melalui interaksi kalian, tapi aku merasa dia sungguh-sungguh tulus terhadapmu."
"Tidak, dia melawanku mati-matian... sampai kudapatkan pun ia masih mencoba melawan."
Zhao menghela napas, "Saat ada perempuan yang tepat, aku hanya tak ingin kau menyesal."
"Tidak, aku tahu apa yang kulakukan... aku akan baik-baik saja, Masayu juga." kata Pascal, ia dan Zhao bisa saling memahami hanya dari beberapa tindakan atau kata-kata, karena itu saudara iparnya ini bisa mengingatkannya. "Kami menikah dengan sikap keterbukaan yang nyata, dia tahu apa yang kuinginkan dan aku akan memberi apa yang ia inginkan, pada akhirnya."
"Situasi ini seperti saat kau berhasil menguasai saham mayoritas Pasque Techno, aku tahu kau bahagia dan puas tapi selalu ada tanggung jawab lebih." kata Zhao, menatap khawatir. "Aku benar-benar tak ingin melihatmu terluka, kau tahu kami peduli padamu."
"Aku tahu itu dan sebagaimana aku menangani Pasque Techno, aku bisa menangani Masayu."
"Kalian bisa disebut menangani Pasque Techno bersama."
"Yeah, that's sweet, we're amazing." Pascal tersenyum-senyum.
Zhao geleng kepala, "Seharusnya kau menyadari, wajahmu selalu seperti itu saat membicarakan Masayu, kau jatuh cin—"
"Argh! bad word, Bro... don't say it." larang Pascal sembari menggeleng-geleng.
"Kau jatuh cinta." kata Zhao tanpa ragu dan Pascal menutup telinga. "Dan aku yakin, dalam permainan kali ini kau akan kalah."
"Kau seharusnya mendukungku."
"Aku selalu mendukungmu tapi kali ini, aku yakin kau akan kalah."
Pascal menyipitkan mata, "Kenapa aku kalah?"
"Karena saat kau mencintai seseorang, kau bersedia melakukan apapun untuknya... Masayu tahu kekalahannya saat ini membuatmu bahagia, kau yang berikutnya akan melakukan itu demi membuatnya bahagia." kata Zhao dan Pascal menguap, reaksi itu selalu sama. "You don't believe it now, but you'll realize it later..."
"I don't think so." kata Pascal, beralih menggerutu. "Ini karena kau terlalu memanjakan Iris, dia melakukan apapun yang dia inginkan dan mengalahkanmu sepenuhnya sekarang."
"Dia mengalahkanku sejak awal dan aku bahagia." Zhao bersungguh-sungguh. "Kalah tidak membuktikan kau lemah, itu hanya hal sederhana dalam pernikahan, kadang itu berarti senyum atau tawa yang bertahan lebih lama, dan... Bro, you'll gonna love it... it addicted to you."
Pascal tersenyum, "Masayu herself, like the drug that I'm addicted to and I want her so bad."
==]P — CONTRACT[==
Pascal memasuki ruang makan dengan seluruh tatapan mengarah padanya. Byakta dan Asoka hanya menatap sejenak, tapi Iris tak melepas tatapannya hingga mereka duduk berhadapan. Zhao menggenggam tangan istrinya untuk menunjukkan dukungan.
"Good morning." sapa Pascal lalu meminta sarapannya.
"Semalam pulang jam berapa? teleponku nggak diangkat." kata Iris
Pascal menerima sepiring nasi goreng dari pengurus rumah tangga. "Aku meninggalkan ponselku di mobil, aku sampai rumah jam setengah satu pagi, kamu sudah tidur."
"Ngapain selama itu? sama Masayu?"
Pascal melirik Zhao yang kini melepas genggaman tangannya, suami istri jelas bertukar informasi. "Ya, sama Masayu, sebelum pulang aku memastikan rambut hitamnya kembali."
"Itukan cuma rambut dan Masayu can—"
"No! kalian bisa memborong seisi toko, tapi jangan usik rambutnya." sela Pascal serius.
Byakta menghela napas, "Kita harus memperjelas situasi ini, kamu tidak bisa begitu saja menekan Masayu tentang hal ini dan itu, sementara dia masih berusaha beradaptasi."
"Itu benar, Masayu terlihat sangat gugup dan gelisah." tambah Iris, khawatir.
"Dia akan mengatasinya." kata Pascal lalu mulai makan.
"Masayu berkata ia merasa butuh waktu untuk menyesuaikan dirinya, aku pikir menunda—"
"Kalian mendesakku menikah dan saat aku melakukannya, ingin menunda?" sela Pascal menatap sang ibu. "Tidak, tidak akan terjadi penundaan apapun, aku sudah mengambil berkas Masayu dan pengacara akan memprosesnya."
"Jika tidak mau menunda, jangan publikasikan dulu statusnya sebagai istrimu." kata Byakta.
Pascal langsung menatap Iris, ini dia pertarungan sebenarnya, penentuan kemana adiknya akan berpihak. "Aku bisa melindungi Masayu, tidak ada yang harus dikhawatirkan."
"Kamu merasa tidak tersentuh karena itu menganggap enteng hal ini, tapi situasinya berbeda bagi Masayu." kata Asoka, menatap Iris yang berusaha menilai situasinya.
"Bukankah justru rasanya seperti aku menghina Masayu? dengan menyembunyikan dia, aku senang memilikinya, orang lain perlu tahu akan itu." kata Pascal dan saat Iris mengangguk ke arahnya, ia sadar jawabannya bagus. Ketenangan mulai muncul dalam diri Pascal.
"Hidup Masayu berubah." kata Asoka, bersikukuh.
"Hidup kami berubah dan apa masalahnya, pernikahan memang membawa efek itu."
Byakta menatap Asoka, lalu mereka menunggu Iris yang masih tampak berpikir. Zhao tidak berkomentar karena jika pria itu akan mengomentari Pascal, ia akan melakukannya secara pribadi, seperti semalam.
"Masalahnya adalah kekhawatiran Masayu masuk akal." kata Iris membuat ketenangan Pascal terusik. "Aku selalu merasa ada hal tidak biasa dalam hubungan kalian, Masayu benar-benar bertahan menghadapimu... terutama setelah tiga tahun yang lalu."
No way! Pascal ingat Masayu mengaku bercerita pada Iris tentang tiga tahun lalu dan membumbuinya. Hanya Tuhan yang tahu sejauh mana Masayu mengolah cerita itu, tapi jika Iris sampai bersimpati, pasti Masayu berlakon sangat meyakinkan.
"Apa yang terjadi? tiga tahun lalu?" tanya Asoka bingung.
"Pascal dan Masayu bersama-sama, kata Masayu itu kesalahan." cerita Iris.
Byakta melipat tangannya, menatap Pascal dengan kecewa, "Kau memanfaatkannya?"
"Mas Bya, itu pertanyaan yang mengerikan." tegur Asoka pelan, "Pascal tidak mungkin—"
"Apa yang terjadi tiga tahun lalu, antara aku dan Masayu adalah urusan kami... yang jelas, saat ini aku berencana menikahinya, aku serius dengan niatku." sela Pascal memastikan semua orang memahaminya. Memang sial, jika Iris sampai memihak Masayu.
"Masayu juga bukannya tidak mau dinikahi atau bagaimana, dia hanya meminta waktu sampai siap mendampingimu di depan umum." kata Iris lalu mengangguk. "Mami benar, hidup Masayu berubah dan drastis... dia bukan sekadar sekretaris lagi, tapi istrimu, menantu Papi, kakak iparku, kalau menurutmu itu bukan suatu beban... kamu pasti terlalu meremehkan."
"Tapi Masayu pasti bisa menghadapinya."
"Aku mengenal sisi lain darinya, dia bisa gugup, khawatir, takut bahkan alasan semua itu masih tetap seputar dirimu... ia takut dirinya tak layak."
Masayu pasti menyerap bakat akting Asoka, entah bagaimana! "Oh, ayolah, aku tidak berencana menyia-nyiakan dirinya, aku pasti memperlakukannya dengan baik."
"Percayalah, mulut para wanita bisa benar-benar kejam saat mereka merasa dikalahkan... lihat penampilan mantan-mantan pacarmu, latar belakang mereka? mereka cantik, brilian, terkenal." kata Iris sembari menghela napas. "Aku tahu Masayu tak kalah secara penampilan dan kemampuan berpikir, tapi ia tak punya latar belakang yang menyokongnya seperti para wanita itu... Masayu butuh waktu, selama ini dia berada satu langkah di belakangmu terus."
Damn it! "Ris, aku benar-benar akan—"
"Terkadang dalam pernikahan adalah apa yang kalian miliki satu sama lain." ucap Byakta, wajahnya tampak merenung. "Aku dan Ibumu dulu menunjukkan jenis hubungan yang salah, kami berharap kau tidak—"
"Shut up! Jangan pernah menyamakanku denganmu!" seru Pascal, mulai emosi.
"Pascal." Zhao mengingatkan lirih.
"Menyembunyikan statusnya juga bukan berarti menempatkan Masayu dalam posisi yang tidak berharga, justru kamu berusaha melindunginya dengan cara yang lebih bijak, Masayu masih berhak mendapatkan hidup yang selama ini ia jalani." kata Asoka lirih.
Iris mengangguk-angguk, "Lagipula itu sangat romantis, kalian bekerja bersama, menghabiskan banyak waktu berdua, orang-orang terbiasa dengan itu... tapi saat sikapmu menjadi lebih intens, saat kepercayaan diri Masayu lebih berkembang, orang-orang akan menyadari hal berbeda, mereka lebih memperhatikan dan akhirnya mengakui bahwa kalian cocok satu sama lain."
Asoka tersenyum dengan penalaran putrinya itu, keduanya lalu membicarakan sesuatu tentang referensi menjalin hubungan romantis secara diam-diam. Zhao menatap Pascal, tatapan pria itu hanya menyiratkan satu hal, you see? Masayu mulai mengalahkanmu.
Memang, sial.
==]P — CONTRACT[==
Di tengah kepanikan terlambat bangun tidur, Masayu menyadari ada hal berbeda. Tepatnya pada jari manisnya, Ya Tuhan! ini cincin berlian yang walaupun luar biasa indah, tidak mungkin bisa diakuinya hanya sekadar perhiasan. Ini benar-benar menunjukkan ia dimiliki seseorang, seseorang yang namanya terukir di bagian dalam cincin ini. Pascal Pasque.
Cincin itu terlalu pas di jarinya, hingga Masayu butuh bantuan air sabun untuk melepasnya. Ia ingin langsung menyembunyikan cincin tersebut tapi suara notifikasi chat mengalihkannya.
Boss: aku akan memaafkan keterlambatanmu, tapi tidak jika menanggalkan cincinku.
Masayu menghela napas, menatap kaca di wastafelnya, mengamati rambut hitamnya yang kembali. Ia sudah merasakan akibat dari mengabaikan Pascal dan rasanya cukup mengerikan. Semalam, pria itu menolak meninggalkannya hingga petugas dari salon mengembalikan rambut hitamnya. Lalu mereka makan malam. Masayu memilih mandi saat Pascal beralih memeriksa berkas pribadinya, membawa yang dibutuhkan untuk mengurus surat nikah. Masayu ingat dirinya sudah terlalu mengantuk saat Pascal memindahkannya ke tempat tidur. Pascal masih berkelakar tentang kesialan karena tidak bisa tinggal, lalu Masayu merasakan keningnya dicium dan ia tertidur begitu saja. Pasti setelah itulah Pascal menyelipkan cincinnya.
Pascal tidak akan melamar seperti pasangan pada umumnya, pria itu memutuskan memilikinya dan menegaskan itu. Bagi Pascal, kalimat romantis apalagi kata-kata cinta lebih mengerikan dibanding makian. Pascal tidak menggunakan kalimat semacam itu. Masayu memikirkan cara terbaik menangani situasi dengan cincin itu sembari mandi.
Masayu terlambat hampir satu jam saat akhirnya menginjakkan kaki di Pasque Techno. Ia tersenyum pada Lulu yang membawa tumbler dengan logo starbucks.
"Mas, ya ampun!" seru Lulu langsung menggamitnya.
"Kenapa?" tanya Masayu sembari memasuki lift, Lulu menekan angka enam sementara Masayu delapan. Lulu tampak menarik napas, seolah mempersiapkan sesuatu.
"Yoyo serius soal gosipnya itu, Boss getting married."
Oh! "Aku rasa juga begitu, dia terlihat berbeda belakangan ini."
"Kan! Kan! dan kemarin sore Emma sama anak-anak marketing nonton di Plaza... mereka lihat Boss sama yang kemungkinan calonnya."
Masayu mencoba tetap tenang, "Really? Rubiena Lang?"
"Mereka nggak lihat mukanya, mereka pelukan kayak orang gila kasmaran, tapi kayaknya bule sih... rambutnya coklat, modis banget katanya."
Thank God! batin Masayu. "Mantan Boss, kalau nggak pirang ya coklat sih."
"Eh, iya yah? berarti salah satu mantannya, iya kan?"
"Bisa jadi sih." kata Masayu berlagak mangut-mangut.
"Kalau mereka buru-buru menikah pasti ceweknya udah isi, nakal gila."
Ya, seperti itulah pikiran para perempuan. "Lu, jangan bikin gosip yang aneh-aneh."
"Ya apa lagi coba yang mungkin bikin P besar kayak dia minat menikah?"
Masayu angkat bahu, "Ah, udahlah... aku punya banyak hal yang harus dipikirkan."
Seketika Lulu terkesiap, "Oh iya... akhir minggu ini ya? Huhuuu..."
"Shhh... mumpung moodnya Boss lagi bagus, aku mau coba nego biar nggak dipecat."
"Bisa gitu, Mas?" Lulu langsung antusias. "Aku bisa apa buat bantu? serius! aku bisa minta anak-anak lain juga buat bikin petisi."
"Nggak, nggak harus begitu... pokoknya asal kalian nggak terlambat kirim laporan itu udah bantu banyak." kata Masayu lalu mereka sampai ke lantai Lulu.
Lulu keluar, "Lunch bareng ya?"
"Nggak janji, kayaknya banyak pekerjaanku." Masayu meringis lalu melambaikan tangan saat pintu lift kembali menutup. Masayu langsung melihat Pascal bersandar di mejanya begitu ia sampai. Pria itu segera menegakkan tubuh, langsung mengamati jari-jari Masayu.
"Sudah kukatakan kalau—"
Masayu menarik kalungnya, menunjukkan cincin di bandulnya. "Aku tidak menanggalkannya."
"Tapi bukan disitu tempatnya." kata Pascal.
"Yang penting aku tidak menanggalkannya." kata Masayu memasukkan kalungnya kebalik baju. Langsung beralih ke balik mejanya, ia mendapati komputernya sudah dinyalakan dan ada satu applikasi ditambahkan ke desktopnya. "Security system?" tanya Masayu.
"Aku meminta bagian IT mengalihkan pemantauan CCTV di ruangan kita, sekarang CCTV di lantai ini hanya bisa diakses dari komputerku atau komputermu."
"Dan apa alasanmu melakukan itu?"
Pascal tersenyum, "Emm... jika aku harus menempatkanmu di mejaku, aku tak ingin itu jadi pemandangan petugas di ruang kontrol."
"Sangat tidak bijak, Mr. Pasque." kata Masayu mengabaikan desiran tidak masuk akal di benaknya. "Dan omong-omong, jika kau ingin aku mengenakan cincin, tukar cincinnya dengan yang lebih sederhana, yang bisa kuakui sebagai perhiasan biasa."
"Bercanda ada batasnya." Pascal mengingatkan. "Cincinku sempurna, kau seharusnya bangga mengenakannya."
"Aku merasa tertekan, aku bahkan tak mampu membeli berlian setengah karat sebelumnya."
"Jangan katakan hal-hal semacam itu, karena itu bukan hidupmu lagi."
"Aku tahu harus menyesuaikan diri denganmu, tapi cincin berlian empat ka—"
"Delapan karat." ralat Pascal cepat. "Itu angka bagus dan lantai tempat kita berada selama ini."
Masayu geleng kepala, percuma mendebat. "Doakan aku agar tidak menghilangkannya, oke?"
Lalu terdengar suara denting lift, Pascal segera menegakkan diri, Rafael dan Yoshua datang. Masayu tahu beberapa kontrak klien Natasha yang akan diperbarui sudah dialihkan pada Rafael. Mereka pasti merapatkan itu. Yoshua membawakan dua katalog terbaru Pasque Techno.
Yoshua meletakkan Cadbury di meja Masayu, "Morning snack." katanya.
Masayu tersenyum, "Thank you, aku memang nggak sempat sarapan."
Pascal menatap keduanya bergantian, Masayu balas menatap agar Pascal tidak melakukan hal gila. Tapi Yoshua kemudian menyentuh rambut Masayu, begitu saja.
"Wuidih, habis perawatan, Say?" tanya Yoshua.
Masayu buru-buru menarik diri, "Hehehe... sana meeting."
Yoshua mengangguk dan menyusul Rafael memasuki ruangan Pascal. Pascal masih bertahan di pintu, berujar lirih. "Pasti menyenangkan jika menemukan hal yang tak beres dalam pekerjaanmu."
==]P — CONTRACT[==
Masayu membuka email, memeriksa laporan yang masuk, memilah yang harus segera Pascal periksa dan surat-surat masuk yang perlu dibalas. Masayu meminum air putihnya, lalu membuka bungkus coklat dari Yoshua. Ting! ada chat di ponselnya.
Boss: awas kalau berani makan coklat pemberian pria lain.
Masayu menatap melalui kaca, pada Pascal yang memegang ponsel dan mendongak untuk menatapnya. Sial, Masayu menjauhkan coklatnya dan fokus kembali ke pekerjaan. Ia mulai membalas email dan sudah mengirimkan surat untuk mengkonfirmasi kehadiran Pascal pada acara amal di Kementrian. Rafael keluar lebih dulu dari ruangan Pascal lalu beberapa jam kemudian disusul Yoshua yang ekspresinya sangat tegang.
"You alright?" tanya Masayu, tidak enak.
Yoshua mendekat pada meja Masayu, wajahnya melas. "Stress gue, tiba-tiba aja dites hafalan semua produk Pasque Techno, semua produk dan nomor seri! gila!"
Masayu menelan ludah, Yoshua termasuk dalam lima orang yang paling memahami detail produk Pasque Techno, bahkan orang ke-dua di bagian Marketing yang dipercaya menyusun katalog-katalog penawaran terbaru. "Moodnya lagi jelek kayaknya."
"Asli! cuma salah satu seri aja, langsung minta semua katalog disusun ulang!"
Masayu menatap Pascal yang kini bersidekap mengamati dari dalam ruangan, "Dia stress kali ya? efek mau married..."
"Siapa sih calonnya? anak-anak penasaran banget! Mana kata Sera, nggak ada saham yang pindah tangan." kata Yoshua, sedikit melirik ke ruangan Pascal. "Jangan-jangan, calonnya yang lebih tajir, trus Boss kita yang jadi peliharaan."
Memelihara seekor singa masih lebih masuk akal dibanding memelihara seorang Pascal Pasque. "Nggak tahulah, clue less banget di sini juga."
Yoshua berdecak, "Yaudah, balik dulu ya, Say... kalau nanti Boss minta makan siang, tolong minumnya dituang sari nanas setengah gelas." candanya sembari meninggalkan meja.
Masayu terkekeh, "No, aku lagi pencitraan biar nggak dipecat."
Yoshua nyengir, menanggapi dengan gerakan tangan mencekik leher sebelum lift tertutup. Masayu kemudian memilih kembali bekerja, hingga jam makan siang berlalu ia masih sibuk memeriksa laporan dan Pascal belum juga meminta order makan siang. Masayu menghabiskan sisa air minumnya dan bermaksud mengambil kembali coklat di mejanya. Ia meraba meja dan menyentuh telapak tangan hangat. "Astaga!" Masayu berjengit seperti menyentuh bara.
Entah sejak kapan Pascal duduk di pinggir meja dan mengunyah coklat dari Yoshua, "Rasa favoritmu, Vanilla."
"Bisa berikan separuhnya untukku?" pinta Masayu, ia juga lapar.
"Sure." kata Pascal memotong coklat tersebut, menempatkan di mulutnya dan mendekatkan ke wajah Masayu. Tatapan mata pria itu jelas penuh tantangan.
Masayu menggeleng dengan wajah muram, "Aku lebih baik kelaparan dibanding bertindak tak masuk akal pada jam kerja."
"Sayang sekali, padahal kukira bisa menciptakan rasa coklat baru." komentar Pascal lalu meletakkan beberapa katalog di meja Masayu. "Pilihlah beberapa barang."
Masayu melihat katalog terbaru dari beberapa butik terkenal, "Untuk apa?"
"Seserahan, nanti makan siang Mami akan mengajakmu memilih gaun pengantin, sebenarnya aku tak peduli pada hal-hal semacam itu tapi bayangan melepaskan gaun pengantinmu membuatku antusias."
Masayu tersenyum, "Aku akan memilih yang memiliki begitu banyak kancing dan kait, pasti jadi tantangan menarik untuk antusiasmemu."
"Ah! bayangan merobek gaun pengantinmu terasa lebih mendebarkan sekarang."
Si brengsek satu ini, Masayu berusaha menahan makian agar tak terlontar.
"Menurut pengacaraku, bahkan dengan melobi di sana-sini, paling cepat akhir minggu kita baru bisa menikah." kata Pascal lalu memeriksa kalender di meja Masayu. "Dan omong-omong, kau mendapatkan keinginanmu, kita akan merahasiakan statusmu sementara."
"Sementara?" ulang Masayu, ia gugup dengan berapa lama sementara ini.
"Ya, sampai orang-orang semakin menyadari dan kita tinggal mengakui."
Oh, tidak akan kubiarkan! "Emm... yah, masuk akal sih."
"Aku menantikan hari itu, besok pagi aku akan menjemputmu untuk mendapatkan suntikan." Pascal tersenyum, "Kata Zhao kau harus disuntik sebelum menikah, Iris dulu juga begitu."
"Ah, aku tahu, aku bisa melakukannya sendiri."
"Tidak-tidak... kau akan bersamaku." kata Pascal lalu menyentuh rambut Masayu, membawa helaian panjang itu ke hidungnya. "Kirimkan fotomu nanti saat mencoba gaun itu, aku akan memberi pendapat, dan kenakan cincinku saat menemui Mami."
Masayu mengangguk, "Oke."
==]P — CONTRACT[==
Pascal teralihkan dari beberapa laporan kerja saat mendapati Masayu mengirimkan chat. Ada foto yang dilampirkan. Empat foto Masayu dengan empat gaun berbeda. Lengan panjang, tanpa lengan, tertutup hingga leher, hingga model gaun selutut. Semua gaun itu cantik dan cocok, tapi Pascal paling suka dengan gaun lengan panjang. Dengan model terbuka di bagian selangka, hiasan renda dan kerlip mutiaranya tidak berlebihan.
Meins: Iris bilang dia memakai tiara Ibu Asoka saat menikah dan memintaku melakukan hal yang sama, aku kira itu berlebihan, bantu aku menolaknya...
Pascal Pasque: kau akan memakainya, itu tradisi Pasque.
Pascal Pasque: pakai gaun dengan model lengan panjang.
Meins: Iris bertanya padaku tentang wedding vows kita
Pascal Pasque: ya, dia bertukar janji pernikahan dengan Zhao, aku menguap saat mereka mengucapkannya, tak terbanyangkan aku mengucapkan hal semacam itu.
Meins: jadi, tidak?
Memangnya apa yang bisa Pascal janjikan dalam pernikahannya? sebidang tanah yang akan kembali jadi milik Masayu? Pascal tak habis pikir. Adiknya memang jenis perempuan yang menyenangi romantisme. Tapi ini hanya pernikahan yang hanya dibutuhkan untuk mengikat Masayu dan Pascal benar-benar tidak bisa membayangkan dirinya mengucapkan omong kosong.
Pascal Pasque: kita tak perlu hal remeh semacam itu, aku mengucapkan bagianku, para saksi mengesahkannya dan kau resmi jadi milikku.
Meins: aku mengerti
Pascal Pasque: aku yakin kau mengerti, kembali padaku, segera.
Masayu tak membalas lagi setelahnya, dan satu jam kemudian tunangannya kembali. Wajahnya datar saat mengangguk pada Pascal melalui dinding kaca. Wajah datar itu mengingatkan Pascal pada hari-hari di tiga tahun yang lalu. Pascal membencinya, ekspresi pengabaian dari seseorang yang jelas mencintainya. Karena itulah Pascal harus menguasai Masayu, agar perempuan itu tahu bahwa mencintainya berarti sepenuhnya hidup hanya untuknya.
| To be continued. . . |
mulai ada gila-gila sakid djiwanya gitu, Mr. Pasque ini...
hahahahahaha~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top