14. MRS. PASQUE

Boss: where are u?
Masayu mendapati chat tersebut masuk ke ponselnya, ia sedang mempertimbangkan untuk menjawab tapi Pascal sudah langsung menelepon. "Hallo..."

"Dimana?" tanya Pascal, suaranya mengandung kemarahan.

Masayu tersenyum, strateginya jelas terlaksana. "Kau sudah makan siang?"

"Aku akan menemukan—"

Masayu, suara panggilan itu terdengar jelas dan Masayu tersenyum menoleh sosok yang memang ditunggunya. Saatnya menjalankan strategi tahap ke dua.

"Itu suara Iris." Pascal menyadari.

Masayu sengaja mendekat dan menyalami adik Pascal itu. "Hallo... ah aku sedang bertelepon dengan Pascal."

"Kalau telepon tentang pekerjaan ditutup aja, kita mau perawatan."

"Aku akan menyelesaikan telepon ini." kata Masayu lalu kembali mengambil jarak. "Hallo..."

"Kau bersama Iris?" tanya Pascal, suara kemarahan menghilang berganti dengan kegugupan.

Masayu menyadari kegugupan itu. "Ya, tadi Iris menelepon saat Ibu Asoka makan siang denganku, dia mengajakku perawatan bersama... dan aku setuju."

"Jangan coba-coba bicara dengannya tentang idemu."

"Oh, kau khawatir?"

"Aku bisa sangat marah, Masayu."

Masayu tahu Pascal akan sangat marah, "Iris menungguku, see you."

"Masayu... Masayu!" panggilan itu masih terdengar saat Masayu memutuskan teleponnya.

Ponsel Masayu berdering lagi tapi ia segera menolak panggilan tersebut, mematikan ponselnya dan bergegas mendekati Iris. Masayu tak punya banyak waktu untuk mengarahkan bungsu keluarga Pasque ini. Iris sekitar lima tahun lebih muda dari Masayu, ia mengenalnya saat tahun pertama bekerja dan gadis ini datang ke kantor di hari hujan. Seluruh tubuhnya basah kuyup dan sepenuhnya mabuk. Dulu Iris memang gadis yang mengkhawatirkan, sampai kecelakaan dua tahun lalu mengubahnya, termasuk kondisinya yang harus bersahabat dengan kursi roda ini.

"Pascal pasti rusuh." kata Iris terkikik menunjukkan layar ponselnya, Pascal menelepon.

"Ya, dia ingin menyusul." kata Masayu.

Iris bergidig, langsung menolak panggilan itu. "Biar dia tahu rasa, salah sendiri kasih surat pemecatan itu." kata Iris dan menyengir. "Dia pikir dia bisa apa tanpa kamu, iya kan?"

Masayu tersenyum dan beralih ke balik kursi roda Iris, mendorongnya memasuki salon eksklusif yang setiap kali Iris ingin perawatan selalu dikosongkan. Benar-benar hanya ada mereka berdua dan penata rambut terbaik yang menangani.

"Mau coba warna baru?" tanya Iris menatap ke deretan warna rambut terbaru. "Highlight warna dark brown pasti bagus... terus ujungnya di curly."

Masayu belum pernah mengganti warna rambut, tapi mungkin ini saatnya, "I'll try it."

"Really?" Iris mengangguk-angguk dan memilih warna. "I wanna try purple hair, emm... Mas Zhao suka nggak ya? Kadang aku merasa keinginanku kekanakan."

"Mau bertanya dulu?" tanya Masayu dan Iris tersenyum lalu menelepon.

Masayu memilih produk shamponya, ia suka aroma vanilla. Dari tempatnya memilih, Masayu bisa mendengar Iris bertelepon. Suaranya melembut, cenderung kekanakan, lalu tertawa, mencoba membujuk suaminya. Suara Zhao terdengar samar tapi jelas terbujuk, berkata akan menjemput jika sudah selesai. Mereka berdua memang pasangan yang manis, Masayu awalnya mengenal Zhao sebagai sahabat Pascal juga rekan kerja. Keluarga Zhao memiliki jaringan rumah sakit dan merupakan salah satu klien utama Pasque Techno.

"Oke, aku juga akan highlight rambutku, vivid plum and purple..." kata Iris lalu menunjukkan sebuah warna. Itu termasuk warna yang keren. "What do you think?"

"I think it's cool." kata Masayu dan menarik sebuah shampoo. "Lavender?"

"Perfect." kata Iris lalu mulai bicara pada penata rambut.

Mereka mengobrol banyak hal selama perawatan, karena Iris pemerhati fashion dan Masayu senang mendengar penilaian gadis itu. Mereka juga mengobrol tentang makanan, film, dan beberapa acara di televisi.

"Pagi tadi, Pascal minta didoakan, aneh banget." kata Iris saat mereka menyelesaikan proses pewarnaan rambut. Tinggal mengeringkan lalu menatanya.

"Aku yakin doamu yang menyelamatkannya." kata Masayu.

"Ada masalah di kantor?"

"Ya, kami menyelesaikannya."

Iris tersenyum, "Jujur, aku nggak bisa membayangkan kamu nggak mendampinginya lagi."

"Mungkin sebentar lagi situasinya membaik."

"Apa masalahnya? karena Pascal sudah membeli tanahmu, lalu kamu nggak perlu bekerja lagi?"

Masayu menggeleng, "Aku suka pekerjaanku, aku sedang berusaha mempertahankannya."

"Aku punya saham di Pasque Techno, aku bisa membatalkan pemecatan itu."

Kalimat itu membuat Masayu terkekeh, jika memanfaatkan sisi kepolosan yang masih Iris miliki, ia akan punya aliansi terkuat mengalahkan Pascal. Tapi jika melakukannya, Pascal mungkin dibenci Iris dan itu akan membuat Pascal menderita. Masayu tak akan mampu menikmati kemenangannya.

"Sejujurnya... aku dan Pascal pernah bersama-sama." kata Masayu membuat Iris otomatis menegakkan punggung, menolehnya dengan ekspresi terkejut, warna biru dimata gadis itu menajam. "Kejadiannya sudah lama, sekitar tiga tahun lalu."

"Sudah kuduga, Pascal tidak mungkin melewatkan perempuan cerdas dan cantik."

"Awalnya tidak sengaja, dan kemudian kami menganggapnya sebagai kesalahan."

"Pascal pasti brengsek sekali." gerutu Iris lalu mengerjapkan mata. "Hah? sudah tiga tahun berlalu? dan kamu tetap bekerja untuknya, mengurus semua keperluan kencan, mengenal semua perempuan-perempuan itu? Seriously?"

Iris terlihat hampir histeris, Masayu menahan diri agar tak menyeringai. "Perempuan-perempuan itu luar biasa, aku mengerti alasan Pascal bersama mereka."

"Itu gila! Bagaimana selama ini kamu menghadapinya?"

"Aku berusaha menahannya, tapi ternyata itu membuat Pascal kesal juga."

"Jadi pemecatan itu karena alasan pribadi?" omel Iris hingga ikal-ikal rambut barunya berlompatan. "Pascal mungkin kakak terbaik di muka bumi, tapi jelas brengsek sejati jika berurusan dengan perempuan."

"Tapi dia Pascal Pasque, perempuan mana yang tidak menginginkannya, aku mengerti."

Kalimat itu membuat Iris menatap Masayu dengan iba. "Jangan bilang kalau..."

Masayu mengangguk, "Belum lama ini kami bicara serius dan setelah semua petualangan itu, Pascal bilang ia benar-benar menginginkanku dan kali ini, pernikahan."

"Aaaakkkkkkkkkkk...." Iris langsung berteriak membuat penata rambut mereka terkesiap, mereka menjauhkan sisir. "Pascal nggak bicara apa-apa padaku! Minta digilas!"

"Tenang, Ris..." pinta Masayu meski ia gugup setengah mati dengan pengarahan ini. "Aku sendiri masih sangat takut dengan gagasannya tentang pernikahan itu."

"Mami pasti sudah tahu, kalian makan siang bersama." tebak Iris.

Masayu mengangguk, "Rasanya aku tidak siap melakukannya, tapi Pascal tak mau menunda."

"Kalian punya bayi?" tanya Iris penasaran, tapi binar mata gadis ini terlihat antusias.

"Belum, tapi itu rencana Pascal dan aku semakin gugup setiap kali memikirkannya." Masayu mencoba menampilkan ekspresi sekalut mungkin, berusaha menghela napas pendek-pendek, menunjukkan kegugupan dengan meremas roknya.

"Apa yang terjadi? kenapa?" tanya Iris, tahu ada yang salah.

"Dia Pascal Pasque... dan siapa aku di dunia kalian?"

Iris mengerjapkan mata, "Oh, tapi... Pascal pasti melindungimu."

"Aku justru sangat takut jika aku dianggap sebagai kelemahan dan mereka mulai menjatuhkan Pascal dengan memanfaatkan itu. Aku tak punya backup yang sepadan."

"Pascal tahu tentang ini?"

Masayu geleng kepala, "Aku tak ingin membuatnya khawatir tapi sulit merasa layak di sisinya." ungkap Masayu lalu menjatuhkan setetes air mata. "Terlahir sebagai Pascal Pasque, membuatnya selalu berada dalam sorotan, pusat perhatian dan aku selalu satu langkah di belakangnya."

Iris mengangguk-angguk, jelas memahami apa yang Masayu katakan. "Pascal memang selalu seperti itu, sebagai adiknya pun kadang aku merasa tak layak."

Ini mendekati tujuan yang ingin Masayu capai. "Aku selalu merasa butuh waktu sebelum orang mengenalku sebagai pasangannya, aku ingin belajar lebih banyak agar sesuai dengannya."

Lalu terdengar suara dentingan ringan, tanda bahwa pintu masuk salon perawatan ini dimasuki pelanggan. Seseorang yang berjaga di pintu depan langsung berkata bahwa salon belum bisa menerima pelanggan karena sudah dipesan secara eksklusif. "Aku tahu, adikku yang melakukan itu, aku akan membayar tagihannya." jawab suara pria.

Sial! Pascal sudah sampai, padahal tinggal sedikit lagi Masayu meyakinkan Iris. "Yah, tampaknya dia menemukan kita." kata Masayu lalu memperhatikan penampilannya di kaca.

Iris menghela napas, "Minta Pascal menunggu, kami masih harus berdandan..."

Suster pendamping Iris langsung mengangguk dan beranjak keluar ruang perawatan, menyampaikan pesan tersebut. Iris meraih tangan Masayu, "Kamu akan baik-baik saja, oke?"

Masayu tersenyum, mengangguk-angguk. Yeah, aku harap aku baik-baik saja.

==]P — CONTRACT[==

Pascal benar-benar tidak habis pikir, dibalik wajah penuh ketenangan yang pagi tadi Masayu tunjukkan, perempuan itu menyiapkan semua kerangka penjebakan ini. Benar-benar sial. Pascal tak mengira bahwa Masayu akan bergerak secepat ini, dan langsung menyasar keluarganya. Pascal tak peduli pada apa yang orangtuanya katakan, tapi jika Iris yang membuat penilaian, Benar-benar tidak bisa dibiarkan.

"Apa yang mereka lakukan sebenarnya?" tanya Pascal tak sabaran.

"Mereka hanya tinggal berdandan, katanya tadi sebentar."

Para perempuan memang tidak bisa dipercaya saat berkata sebentar, apalagi jika berhubungan dengan berdandan. Sebentar berarti Pascal bisa menyelesaikan lima kontrak eksklusif, membuat rencana bisnis baru sekaligus menjalankannya. Lalu terdengar suara obrolan ringan dan pintu ganda di samping meja front office terbuka. Pascal hampir menjatuhkan rahangnya.

"Apa yang terjadi? rambutmu? rambutmu..." seru Pascal begitu melihat Masayu.

Masayu menggerakkan kepalanya, lalu ikal-ikal rambut itu berkilau, memamerkan gradasi warna-warna. Jelas itu dark brown highlight yang sempurna, tapi Pascal suka rambut hitam Masayu. Rambut hitam itu favoritnya setelah mulut cerdas Masayu.

"Apa yang kau lakukan dengan rambutmu, astaga!" omel Pascal sembari geleng kepala, ia emosi. "Siapa yang mengizinkanmu mewarnai rambut? Siapa?"

"Aku yang melakukannya, menurutku Masayu cantik." kata Iris.

Pascal langsung menoleh, semakin mendelik mendapati rambut adiknya. "Astaga rambutmu juga, kalian ini kenapa? memangnya ini hari wajib mewarnai rambut? sudah gila?"

"Kamu yang gila." balas Iris lalu tersenyum ke arah Masayu. "Ayo cari gaun, kita buat seluruh pria di dunia menghentikan waktu untuk menatapmu."

"Jangan coba-coba." kata Pascal menarik Masayu ke belakang punggungnya, menatap serius pada sang adik. "Kamu pulang ke rumah hari ini?"

Iris balas menatap kakaknya, "Bukankah ada hal yang harus kamu sampaikan pada kami?"

"Ya, memang, dan Masayu ada hubungannya, karena itu aku meminta waktu bersamanya lebih dulu." kata Pascal lalu melihat Zhao di pintu masuk. "Nice timing, bro!"

"Whoa... beautiful." kata Zhao saat Iris langsung menggerakkan kepala, memamerkan warna rambut barunya. "Ah, coklat juga warna yang cocok untukmu." kata Zhao saat melihat Masayu.

"Jangan bilang kau membiarkan Iris melakukannya?" wajah Pascal berubah horror.

"Ya, cantik kok, sesuai dengan nama kecilnya Purple." kata Zhao membungkuk untuk mencium kepala sang istri. "Wanginya..."

Pascal geleng kepala, "Aku harus pergi, dan ini benar-benar kali terakhir kalian ke salon bersama." omel Pascal menarik Masayu keluar dari salon bersamanya.

"Aku pikir aku cantik dengan warna rambut baruku." kata Masayu membela diri.

"Aku akan meminta orang salon ke apartemenmu nanti malam, warna rambut aslimu harus kembali." kata Pascal dan menyadari orang-orang yang mereka lewati, terutama para pria memandangi Masayu. "Sial." Pascal langsung beralih merangkul Masayu.

"Ya!" protes Masayu, Pascal bisa dibilang mendekap wajahnya dan itu berlebihan.

"Diam!" kata Pascal lalu memasuki lift yang untungnya kosong, mendesak Masayu ke sudut.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Masayu saat dilepaskan, rambut barunya sedikit berantakan.

"Aku benar-benar tidak menyukai ini." kata Pascal, tangannya seakan ingin menjambak lepas seluruh rambut Masayu, berharap itu hanya wig yang menyembunyikan rambut hitamnya.

Masayu menghela napas, "Aku membuat keputusan untuk diriku sendiri dan kau harus berusaha menerimanya, ini hanya tentang warna rambut."

"Sejak kau menandatangani kontrak itu, akulah yang membuat keputusan untukmu." geram Pascal, jelas sangat kesal. "Aku akan membiarkanmu memilih berbagai warna untuk sepatu, tas atau gaun, tapi jangan pernah, ingat ini... jangan pernah mengubah warna rambutmu, apalagi memangkasnya."

"Aku benar-benar terlihat cantik." Masayu yakin dengan penampilan barunya.

"Aku tahu kau cantik, tentu saja kau cantik, tapi rambutmu harus kembali." tuntut Pascal.

Masayu membiarkan saat dirinya kembali ditarik keluar lift. Edwin yang sedang mengelap kaca depan langsung terkesiap. "Wah, keren... Masayu kayak model." pujinya begitu menoleh.

"Serahkan surat pengunduran diri— Ack." Pascal terkesiap Masayu menabok punggungnya.

Masayu tersenyum, "Thanks, Ed... tolong antar Mr. Pasque kembali ke rumah."

Edwin segera mengangguk dan beralih membuka pintu penumpang belakang. Pascal menghela napas dan kembali merangkul Masayu. "Hentikan ini." gumam Masayu.

"Ed, seperti yang sudah kukatakan, dalam waktu dekat kau harus mengubah panggilanmu pada Masayu." kata Pascal membuat Masayu mendelik.

"Ya?" tanya Edwin, sebenarnya ia sedikit bingung dengan instruksi itu.

"Ya, Masayu akan jadi Mrs. Pasque, Mrs. Pascal Oleander Pasque."

==]P — CONTRACT[==

"Apa yang kau lakukan?" tanya Masayu saat Pascal ikut naik bersamanya ke apartemen.

Pria itu tak menjawab dan justru menarik Masayu bersamanya ke pintu. Ada kode keamanan yang harus dimasukkan.

Masayu menggeleng, "Aku tak akan masuk denganmu, aku tak punya ruang duduk."

"Tempat tidur adalah tempat sempurna."

"Kau pasti gila."

Pascal sudah tak peduli, gila atau waras. "Tekan kodenya..."

"Tidak." kata Masayu.

Pascal menatap perempuan di sisinya, berpikir, ia mulai menekan barisan kode yang terlintas di kepalanya, gagal. "Tentu saja bukan tanggal ulang tahunku."

"Tentu saja!" walau Masayu memang pernah menggunakan kombinasi itu dulu.

Pascal mengerutkan kening lalu menekan kembali dan kali ini pintu terbuka.

Masayu terkejut, "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Kau menjual dirimu padaku demi Madja dan tentu aku mengingat tanggal berapa Madja diresmikan." kata Pascal menarik Masayu memasuki apartemen.

Ini kali pertama Pascal memasuki apartemen Masayu, mengingatkannya akan kamar asrama, bedanya hanya ada satu tempat tidur, sudut dapur dengan kursi tinggi dan meja minimalis. Lalu kamar mandi dan lemari baju. Satu-satunya kursi yang Masayu miliki adalah kursi baca dengan ottoman yang tampak nyaman. Pascal membayangkan dirinya duduk di sana, sementara Masayu di pangkuannya, sial! ada hal lain yang harus ia lakukan sebelum ke sana.

"Kau merasa sesak?" tanya Masayu sembari melepas sepatu dan berjalan masuk.

Pascal ikut melepas sepatunya, "Tidak, aku merasa nyaman... wangimu dimana-mana."

"Kau sudah makan?" tanya Masayu beranjak ke lemari es.

"Aku makan walau setelah bicara dengan orangtuaku, yang ingin kulakukan adalah memakanmu." gerutu Pascal memilih duduk di tempat tidur Masayu.

"Kau menggunakan Oma untuk mendapatkanku, kenapa aku tak boleh menggunakan keluargamu untuk melawanmu." tanya Masayu lalu mengeluarkan sekotak kopi dan menyiapkan teko listrik, menuang air agar mendidih.

"Aku tak akan menyembunyikan statusmu sebagai istriku." kata Pascal.

Masayu beranjak mendekat, tapi hanya untuk mengambil pengikat rambut, membuat gulungan di puncak kepala. "Kau akan melakukannya, karena jika tidak Iris akan—"

Pascal langsung berdiri, mengangkat Masayu dan sebelum perempuan itu berteriak sudah menjatuhkannya ke tempat tidur. Pascal menahannya di sana, "Aku masih bisa menerima jika kau hanya melibatkan orangtuaku, tapi jika Iris terlibat, aku tak akan membiarkan."

"Turuti permintaanku."

Pascal menyipitkan mata, "Kau pikir, kau bisa menempatkanku dalam bayang-bayang? menganggap pernikahanmu denganku seperti rahasia kotor yang tidak bisa diungkapkan?"

"Kau lihat bagaimana Edwin menatap tak percaya, diam sepanjang perjalanan dan kaku?" tanya Masayu dan ia tahu Pascal menyadari itu. "Semua orang akan memperlakukanku dengan canggung, mereka menjaga jarak dan mulai berbicara di belakang."

"Aku tak peduli."

"Aku peduli dan tidak akan membiarkan itu terjadi, kau bisa mengambil semua hal dalam hidupku kecuali jati diriku sebagai Masayu Djezar."

"Sialan, Masayu." kata Pascal, wajahnya jelas kesal dan berusaha menahan diri.

Masayu tahu Pascal tak akan bersikap kasar, pria itu marah dan menunjukkannya, tapi tak akan bertindak lebih jauh. Masayu menghela napas, "Bisa kau lepaskan aku?"

"Tidak." kata Pascal lalu membungkuk, Masayu jelas langsung gugup. "Katakan padaku, apa yang kau katakan pada Iris."

"Tidak bisakah kita bicara dengan cara yang lebih—"

"Ranjang adalah tempat terbaik mendeteksi kebohongan pasangan."

Masayu melirik ke teko elektrik di meja, "Aku menjerang air panas."

"Aku punya teko yang sama, otomatis akan mati setelah mendidih."

Tentu saja mereka memiliki teko yang sama, Masayu yang memberikan itu. "Aku bercerita pada Iris tentang kegelisahanku, menjadi istrimu memang bukan perkara sederhana."

"Iris jelas menatapku kesal."

"Aku bicara padanya tentang tiga tahun lalu dan sedikit membumbuinya."

Sial! "Lanjutkan..."

"Iris memang kesal padamu, dia bilang kau kakak terbaik di dunia tapi brengsek sejati dalam urusan perempuan." kata Masayu lalu mengangguk. "Aku setuju dengannya."

"Kau setuju menikah dengan brengsek sejati itu."

Masayu berpura-pura tak mendengar, "Iris tampak peduli terhadap kegelisahanku dan aku rasa, dia akan mengerti saat kita membuat keputusan untuk menyembunyikan statusku."

"Kita tidak akan menyembunyikannya."

"Berarti kita juga tak akan menyembunyikan fakta tentang kontrak pribadi dan rencana perceraian itu... tebak berapa lama Iris akan mengabaikanmu?"

Pascal memejamkan mata, "Kau benar-benar..."

"Licik?" balas Masayu, menggunakan nada yang sama, yang dulu Pascal gunakan. "Kau boleh saja selalu mendapatkan keinginanmu, berpikir bahwa kau bisa menguasaiku, tapi sejak awal... aku tak berniat untuk pasrah begitu saja."

Sejenak Pascal terdiam, lalu menarik sudut bibirnya, "Itu hanya akan menjadikan permainan ini semakin menarik." kata Pascal sembari merendahkan wajahnya, menelusurkan hidungnya ke pipi Masayu. "Bagaimanapun aku telah mendapatkanmu, mau pasrah atau berusaha melawan, pada akhirnya aku akan tetap menguasaimu, sepenuhnya..."

Rasanya jantung Masayu akan meledak, ia berusaha bertahan. "Lepaskan aku!"

"Mmm... ini hukuman karena mewarnai rambutmu."

Masayu terkesiap saat ia langsung dicium, kedua tangannya dicekal di atas kepala. Pascal mendesakkan lidahnya memasuki mulut Masayu, menguasainya hingga Masayu merasa panas dan pusing. Pascal seperti tak ingin repot-repot memberi jeda bernapas, terus mengecup, menjilat dan menggigit. Seolah bibir dan mulut Masayu adalah makanan terakhir, sementara Pascal gelandangan kelaparan yang mendapatkannya.

Saat akhirnya dilepaskan, Masayu langsung berpaling menarik napas sebanyak-banyaknya. Pandangannya berkabut tapi ia tahu Pascal mengamatinya. Masayu sepertinya tersengal lidah saat terakhir kali dan ia butuh minum.

Pascal meninggalkan tempat tidur, menuang air dingin ke gelas, meminum setengahnya dan membawa sisanya kepada Masayu. Pascal membantu Masayu duduk lalu mendekatkan pinggiran gelasnya ke mulut. Bibir itu berantakan, bengkak, lipsticknya pudar, warna kemerahan yang tampak lebih karena gigitan dan kecupan Pascal. Masayu sangat enak dicium.

Setelah Masayu menghabiskan air minumnya, Pascal meletakkan gelas di lantai, beralih memeluk perempuan itu. "Kau tak akan mewarnai rambutmu lagi, kau mengerti?"

Kepala dalam pelukan Pascal segera mengangguk-angguk.

Tepat! seperti inilah Masayu seharusnya, Pascal tersenyum lebar mempererat pelukannya.

| to be continued . . . |

Pascal kalau dibalas licik, nyerangnya langsung fisik! Ckckckckk

Oh iya, Tepat! seperti inilah tempat kejadian perkara di atas~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top