Chapter 3 - Future
Disclaimer: I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers. And I don't own the songs that I use as prompt, they're belongs to Paramore.
Prompt: Future by Paramore.
Kitsune: Siluman rubah.
Shikon no tama: Bola empat arwah.
.
.
.
"Kali ini apa yang kau bawa Kagome nee-chan?" Rin bangun dari duduknya, ia melongokkan kepalanya untuk melihat isi tas Kagome.
Kecuali Sesshoumaru, semua rombongan duduk saling berhadapan disebuah padang rumput yang luas setelah setengah hari berjalan. Sang miko membuka tas kuning besarnya, ia mengeluarkan beberapa barang dari sana. Setelah itu, ia menjerang air dalam teko kecil. Tak lama waktu berselang, hampir semua anggota rombongan sudah menunggu ramen instan yang hampir matang di tangan mereka masing-masing. Yang paling antusias selain Inuyasha dan Shippou adalah Rin. Duduknya tidak dapat tenang, sebentar-sebentar ia memiringkan kepala melihat gambar dan tulisan yang tertempel di kotak ramen instan itu.
Tingkah lakunya yang polos tak lepas dari mata Kagome. Waktu tiga menit telah berlalu, Kagome membuka penutup cup dan mengaduk mie itu dengan sumpit. "Makanlah Rin, hati-hati, masih panas," ujarnya lembut seraya menyodorkan cup ramen yang masih mengepulkan uap panas.
Wajah gadis kecil itu sumringah, dengan kedua tangan mungilnya ia meraih makanan yang diberikan lalu, ia menunduk lalu berkata. "Hai' arigatou, Kagome nee-chan." Wajah ceria itu mau tak mau menular pada Kagome, ia pun tersenyum.
"Makanan ninja yang dimasak oleh Kagome selalu lezat Rin." Shippou berkata.
Kagome yang tersipu malu belum sempat membantah pujian yang dilontarkan oleh kitsune itu tapi, Inuyasha tiba-tiba berucap, "Keh, dia hanya menambahkan air, bukan memasak, Shippou."
Baru saja miko berumur lima belas tahun itu hendak menoleh untuk menatap Inuyasha dengan galak saat Sango memanggil namanya, "Kagome-chan, apakah sejak pagi tadi kau sama sekali tidak merasakan adanya pecahan Shikon no tama disekitar kita?"
Tujuan Sango untuk mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin disuguhi pertengkaran Inuyasha dan Kagome berhasil. Kagome berhenti mengaduk makanannya, sesaat memfokuskan diri untuk mendeteksi keberadaan bola empat arwah itu sebelum berucap, "mm, tidak ada apapun." Gadis itu menggeleng lalu lanjut mengaduk.
"Tidak usah khawatir Sango, kita hanya harus mengikuti petunjuk keberadaan Naraku seperti yang telah ditunjukkan oleh Dewa Monyet kemarin. Semakin dekat kita dengannya, akan semakin besar peluang kita untuk menemukan pecahan Shikon no tama." Kata-kata Miroku yang selalu bijaksana bila tidak menyangkut wanita berhasil membuat ketiga orang dewasa yang lain tak terkecuali Inuyasha mengangguk setuju.
Mereka kembali makan dengan penuh syukur dalam diam.
"Kagome nee-chan?" Suara imut Rin memecahkan keheningan.
Yang dipanggil pun memutar kepala kemudian memandang gadis kecil itu. "Ada apa Rin?"
"Apa arti tulisan ini?" Rin menunjuk tulisan besar berwarna jingga yang tertera di badan cup sterofoam itu.
Kagome mengangkat cup ramennya sekilas lalu berucap. "Oh, itu dibaca Oishi-desu." Ia membacakan merk yang ditunjuk oleh Rin.
Gadis kecil ber-kimono jingga yang masih memandang label cup ramen dengan takjub itu mengangguk-angguk tanda mengerti. Kagome menatap gadis kecil yang seumuran dengan adiknya itu dengan sedikit kasihan, anak seusia sepertinya di zaman modern sudah mendapatkan pendidikan sedangkan Rin? Di usia yang butuh perlindungan dan banyak kasih sayang ia malah sebatang kara. Dan kini, ia terpaksa ikut dalam perjalanan berbahaya yang mempertaruhkan nyawa.
Meski baru satu minggu mereka melakukan perjalanan bersama, Kagome merasa sudah terikat dengannya, ia menyayangi Rin yang riang dan hangat. Rin bagaikan adik perempuan yang diidamkannya. Kagome memang sangat menyayangi Souta tapi, bagian kecil dihatinya selalu menginginkan seorang adik lagi dengan gender yang sama dengannya. Sayangnya, keinginannya itu tidak akan terwujud sebab ayahnya telah meninggal karena kecelakaan sejak Souta masih kecil.
Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di kepalanya, "Rin-chan!" Panggilnya. "Apakah kau mau belajar membaca?" Tanya Kagome ragu-ragu.
Yang ditanya hampir tersedak karena luapan semangat. "Tentu saja!" Jawab Rin mantap dengan mulut yang masih penuh makanan. "Aku mau sekali Kagome nee-chan," tambahnya dengan berapi-api. "Sesshoumaru-sama pasti akan senang bila aku bisa membaca."
"Bodoh! Kau pikir Sesshoumaru-sama akan peduli terhadap hal kecil seperti kau bisa membaca atau tidak? Dia mempunyai hal-hal lebih penting yang harus dipikirkan. Kemudian, saat semua tugas terselesaikan dan keinginan Sesshoumaru-sama untuk membentuk kerajaan sendiri telah tercapai, akulah yang akan menjadi orang kepercayaan dan membantunya memerintah," sambar Jaken dengan ketus.
"Apakah Jaken-sama mengatakan bahwa aku tidak boleh belajar membaca?"
Jaken menarik mulutnya yang mengerucut dari dalam mangkuk ramen untuk menjawab dengan tajam, "kau sudah cukup merepotkan Sesshoumaru-sama, Rin."
Tak kalah pedas, Shippou menyeletuk, "aku rasa kali ini ia benar Rin, Sesshoumaru sudah terlalu direpotkan, bukan karenamu, tapi karena keberadaan youkai kecil yang tidak berguna sepertinya."
"Kau!? Siapa yang kau katakan youkai kecil hah?" Mata kuning Jaken yang ganjil semakin melebar mendengar ucapan kitsune yang ada di depannya.
Perdebatan terjadi lagi diantara keduanya.
"Tidak ada lagi pertengkaran atau aku tidak akan membawa lagi makanan ninja ini untuk kalian," potongKagome setengah mengancam, dengan itu, semuanya patuh. Tidak ada yang rela kehilangan kesempatan untuk makan makanan terlezat yang pernah mereka cicipi.
Kagome menghela napas, ia harus melakukan sesuatu untuk gadis kecil itu. 'Untuk Rin,' benaknya. Nama Rin mengingatkan Kagome pada satu cup ramen tersisa yang belum diterima oleh teman seperjalanannya.
"Walaupun aku rasa tidak perlu tapi, jika kau membutuhkan izin Sesshoumaru terlebih dahulu, akulah yang akan berbicara dengannya." Gadis itu sepenuhnya sadar akan keberadaan Sesshoumaru sebagai wali Rin. Karena itulah ia merasa harus meminta ijin terlebih dahulu, tak peduli niat yang dimilikinya itu sangat baik dan hanya untuk kepentingan Rin semata.
Rin dan Jaken menatap Kagome, kemudian gadis ceria itu memekik riang. "Benarkah Kagome nee-chan?"
Miko muda itu mengangguk, "bila nanti ia mengijinkan, kita akan mulai belajar besok Rin-chan."
"Hai!" Gadis kecil itu mengangguk dengan tersenyum lebar.
"Kau pasti akan cepat bisa membaca Rin-chan," tutur sang taijiya. "Kagome-chan guru yang handal, ya kan, Hoshi-sama?" Sango menoleh untuk memandang Miroku.
Sang biksu yang telah menghabiskan makan siangnya mengangguk tanda setuju sebelum menatap sang pembasmi siluman, "Kagome-sama memang dapat diandalkan." Ia memberikan Sango senyum manisnya.
Melihat senyum itu hanya membuat kewaspadaan Sango meningkat. "Jauhkan tanganmu Hoshi-sama!"
Mendapat ancaman, Miroku menarik mundur tangannya yang sudah hampir menggapai bagian belakang Sango.
Tidak ada diantara mereka yang repot-repot menatap tingkah laku sang biksu dan protes gadis pembasmi youkai, pertengkaran keduanya sama halnya dengan pertengkaran Kagome dan Inuyasha atau Shippou dan Jaken, melelahkan.
"Huff, aku tidak percaya kau nekat melakukan tindakan tak terpuji itu di hadapan Rin." Sango menghela nafas, Rin yang namanya disebut hanya menatap sang taijiya dengan heran.
Miroku mendekatkan kepalanya ke sisi wajah Sango, ia berbisik. "Jadi, apakah kau menginginkannya bila hanya ada kita berdua?"
Jawaban cepat dari tangan Sango membuat pipi Miroku merah padam dengan cap lima jari yang kentara.
"Mengapa kau bisa tahan berpergian dengan pria sepertinya Kagome-chan?" Sango melirik hanya untuk mendapati Kagome telah menghilang dari tempatnya berada dan meninggalkan cup ramennya yang masih setengah penuh. "Kemana ia pergi?" Tanya wanita itu heran.
Inuyasha yang tahu arah kepergian Kagome hanya diam dan terus memindahkan ramen ke perutnya. Ia pun tahu bahwa temannya itu pergi sambil membawa satu cup ramen yang baru disiram air panas. Seiring waktu berlalu, kecemasannya terhadap keberadaan Sesshoumaru di dekat Kagome telah sirna. Walau begitu, tetap saja ia memasang telinga untuk berjaga-jaga.
~.
Langkah Kagome tak lagi panjang ketika sosok sang Daiyoukai telah terjamah oleh penglihatannya. Sesshoumaru berdiri di mulut hutan, memandang kejauhan, terkesan tenang dan berwibawa. Kagome menepis segala keraguan lalu kembali mengambil langkah mantap.
Sesshoumaru dapat mengenali siapa yang mendekatinya walau orang itu belum muncul di sudut matanya.
Kagome kini berdiri di samping kiri sang inu youkai. "Sesshoumaru," sapanya. Ia berhenti sejenak bukan untuk menunggu sang lawan bicara untuk memandangnya sebagai salah satu tanda kesopananan saat berbincang tapi, lebih karena ia belum terbiasa mengadakan percakapan dengan youkai dingin, kejam, dengan ekspresi wajah yang hampir selalu terlihat datar yang dahulu pernah berusaha membunuhnya.
Sesshoumaru memiringkan sedikit kepalanya ke kiri, sebuah tand agar Kagome melanjutkan perkataannya.
Miko penjelajah waktu itu tahu bahwa lebih baik berkata langsung ke pokok pembicaraan bila percakapan itu dilakukan dengan Sesshoumaru, karena itulah, ia berucap. "Rin ingin belajar membaca, dan aku akan mengajarinya."
Hening.
Ia memaksa diri untuk tersenyum tipis. "Itupun bila kau mengijinkan," sambungnya cepat ketika lama tidak ada jawaban dari Sesshoumaru.
Menghadapi sikap pria itu membuat ia mulai merasa tidak sabar. Kagome melangkah maju hingga dapat lebih jelas memperhatikan wajah Sesshoumaru. Yang ditatap bagai patung David karya Michael Angelo, membeku. Dai youkai itu hanya diam dalam kesempurnaan wajah yang dimilikinya. Senyum tipis Kagome mulai memudar, tertelan oleh temperamennya.
Lama tidak mendapat jawaban ia mulai jengkel dan menduga bahwa Sesshoumaru yang selalu menebarkan intimidasi kepada semua orang di setiap tempat yang dipijaknya adalah salah satu pria yang merasa superior dibandingkan wanita, hal yang sangat lazim dan mendarah daging di zaman itu.
"Perempuan dan laki-laki berhak mendapatkan pendidikan yang setara," dengan lantang, gadis yang besar di lingkungan kuil itu mengutarakan pemikirannya.
Perlakuan yang membedakan jenis kelamin itu adalah salah satu hal yang paling menganggu Kagome sejak kedatangannya ke masa sengoku jidai, derajat laki-laki dan perempuan terasa sangat timpang di sekelilingnya. Walau di jaman modernpun masih banyak yang berpikiran konvensional seperti itu tapi, di era tempat Rin berada sekarang, keadaan jauh lebih parah.
"Itu demi masa depan Rin." Kagome sedikit tersentak dengan apa yang keluar dari mulutnya. Masa depan. Kalimat itu bagaikan kalimat yang tabu di telinganya. Kata itu adalah kunci dari rahasia yang ingin disimpannya untuk melindungi orang-orang yang disayanginya dari semua marabahaya yang ia hadapi sekarang, Naraku. Tidak ada yang boleh mengetahui bahwa ia berasal dari masa depan, rahasia itu hanya boleh diketahui teman-temannya. Akan tetapi, bukankah Sesshoumaru juga kini menjadi temannya? Kagome menampik pemikiran itu, pria itu tidak akan tertarik ataupun peduli tentang apa yang dikhawatirkannya, sanggah batinnya.
Sessshoumaru menyadari perubahan Kagome, ia dapat mendengar detak jantung gadis itu berdetak lebih keras dan cepat. Aroma tubuhnya yang manis semakin menguar karena keringat yang menyertai kegugupan yang tiba-tiba.
Menutupi kerisauannya, Kagome bertanya lagi. "Apakah boleh?"
Sesshoumaru menimbang-nimbang sesaat sebelum ia menjawab dengan sebuah anggukan kecil.
"Itu artinya, kau mengijinkan?" Nada Kagome sedikit meninggi karena antusias. Tanpa sadar kakinya melangkah maju, kini ia tepat di sisi anak tertua Inu no Taisho.
Sesshoumaru menarik kepalanya sedikit kebawah, gerakan itu hanya sekilas. Tapi itu cukup bagi Kagome untuk tersenyum, lalu menunduk dengan hormat sambil berkata. "Arigatou, Sesshoumaru"
"Hn."
Beberapa detik berlalu, gadis itu masih berdiri di tempatnya, pria itu menolehkan kepala dan memandang Kagome seakan bertanya 'Apa lagi yang kau inginkan dari Sesshoumaru ini?'
Dengan penuh keraguan, Kagome berjalan maju, ia meletakan cup ramen yang hampir matang di atas sebuah pohon tumbang lengkap dengan sepasang sumpitnya di depan Sesshoumaru. "Ano, selain hal itu. Aku ke sini untuk membawakanmu ini." Kagome mundur lagi ke tempatnya semula. "Aku tidak pernah melihatmu makan selama kita berpergian bersama jadi..."
Tak ada respons dari Sesshoumaru, ia hanya menatap lurus Kagome tanpa seberkas emosipun yang terpancar dari raut wajahnya.
Merasa tidak nyaman dengan suasana yang canggung seperti itu, Kagome pun berucap, "Sekali lagi, terima kasih, Sesshoumaru." Ia tersenyum tipis, berbalik, kemudian beranjak pergi.
Setelah sosok Kagome dan baunya menghilang, Sesshoumaru berdiri menatap cup ramen yang tergeletak. Walau indera penciumannya seakan melonjak-lonjak riang saat bau dari asap mengepul dari balik kertas berwarna perak itu menghampirinya, ia memperhatikan benda itu dengan tatapan datar.
Lagi-lagi gadis aneh itu membawa dirinya, seorang Sesshoumaru, pada situasi yang baru.
Tidak pernah ia merasa tertarik pada makanan manusia, tidak pernah sebelum ini ...
.
.
Minna saiko arigatou^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top