Chapter 11 - The Only Exception

Disclaimer: I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers. And I don't own the songs that I use as prompt, they're belongs to Paramore.

Prompt: The Only Exception belongs to Paramore.

Warnings: Contains spoiler anime Inuyasha episode #133 The Woman Who Loved Sesshoumaru.

Ame to ai's note: Again, gw mengangkat episode yg ada di anime Inuyasha. Biasanya episode yg diangkat mengandung sedikit hint SessKag (yg diada-adakan :p). Tp krn ingin bikin se'canon' mungkin, gak lengkap rasanya kalo ga masukin juga dua episode khusus Sesshoumaru. So, here it is. Hope you enjoy it as much as I do.

Kugutsu: demon puppet. Bisa terbuat dari kertas (milik Kikyo), kayu kecil berbentuk orang (Naraku), rumput laut (Umineko/Sara Asano).

.

.

.

Sekelompok Camar terbang melintas di atas gerombolan yang diketuai Sesshoumaru. Para manusia berdiri di atas pasir, menatap luas samudera dengan mata yang berkilat takjub. Meski begitu, tak semuanya tertarik dengan bentangan alam nan mengagumkan itu. Dengan berbantalkan kedua tangan, Inuyasha berbaring terlentang di atas sebuah batang pohon tumbang yang tergeletak, Shippou duduk tak jauh di kakinya. Bersama Jaken dan Ah-Un, Sesshoumaru berdiri paling belakang memasang wajah datar.

Dinaungi birunya langit, hamparan laut seakan tak berujung, angin berhembus kencang, mempermainkan permukaan laut, dahan yang terjulur, dan apapun yang disentuhnya. Bagi kebanyakan makhluk, musik alam yang hanya ada di pantai sangatlah menenangkan, debur ombak, berpadu dengan gemerisik daun di pepohonan, dan kicau burung di kejauhan. Semata-mata menikmati nuansa yang ada, Kagome meregangkan tubuh sambil mengeluarkan desahan polos.

Seketika itu, ada bagian diri Sesshoumaru yang terusik oleh tingkah laku tak berdosa gadis itu.

"Udara laut memang menyenangkan," ujar Kagome riang, kedua tangannya yang terangkat di udara sudah kembali pada kedua sisi tubuhnya.

"Keh, aku tidak suka bau asin ini," protes sang hanyou.

Shippou menyahut, "tapi aku suka."

"Aku juga suka." Rin tak mau ketinggalan.

"Kita istirahat disini saja," usul sang miko.

"Rin setuju, bolehkan, Sesshoumaru-sama?" Inu youkai yang ditanya mengangguk, gadis kecil itu melonjak senang.

Kagome menepuk kedua tangannya jadi satu di depan dada. "Deal! Kita istirahat disini."

"Nani, dil?" Tanya Inuyasha.

"Um, maksudku, sudah diputuskan, kita beristirahat di sini."

Belasan menit berikutnya, dan tak begitu jauh dari ketiga temannya, Kagome menikmati makan siangnya di samping Sesshoumaru. Sedangkan Shippou, Rin, dan Jaken yang duduk bersandar pada Ah-Un hanya beberapa langkah di belakangnya. Waktu berlalu, setelah perut setiap anggota rombongan terisi penuh, mereka berlama-lama menikmati pemandangan.

"Ini untukmu." Kagome menjulurkan sebuah botol plastik tebal berukuran sedang dengan warna dan tulisan yang mencolok. Raut wajah Sesshoumaru tak berubah, tapi ia menerima benda itu. "Aku ingin menyerahkan itu padamu selagi dingin kemarin, tapi kau tak terlihat di manapun." Dan, saat kau hadir malam itu, sudah tentu hampir semua terlupakan.

Beberapa minggu berpergian bersama membuat pria itu mengenal cara kerja benda-benda aneh yang di bawa sang miko. Perlahan, Sesshoumaru memutar tutup botolnya. Sang inu youkai mengangkat botol berisi teh itu ke bibirnya, lalu menyesap isinya. "Kiku," ucapnya dengan suara tanpa setitik nada yang menyiratkan emosi.

Kagome mengalihkan pusat perhatian pada tutup botol yang ada di tangannya, setelah tak ada lagi penghalang, ia meneguk isi minuman itu.

"Mm-hm, Kiku," Kagome membenarkan. Benaknya menimbang-nimbang tentang teh beraroma bunga apa lagi yang akan ia bawa di kemudian hari untuk Sesshoumaru. "Kau menyukainya?"

Pria itu berpaling, sesaat menatapnya, lalu menjawab dengan gumaman tidak jelas yang sangat 'Sesshoumaru' sebelum kembali memandang kejauhan. Selang beberapa lama, Rin mendekati mereka. Gadis kecil itu meminta izin pada Sesshoumaru untuk bermain di pantai bersama Shippou. Dengan sebuah anggukan, Rin langsung berlari dengan riang menuju teman kitsune-nya itu berada.

Dari sudut mata, miko masa depan itu mencuri pandang. Sang youkai kembali menikmati alam di hadapannya, terlihat elegan seperti biasanya. Kala itu, Kagome tak dapat menahan diri untuk tidak membayangkan bahwa yang ia lihat itu adalah sebuah iklan. Tidak butuh banyak properti untuk membuat sebuah iklan yang menarik, kamera cukup menangkap gambar close-up setengah badan Sesshoumaru yang duduk tenang, meminum teh, dan mungkin ... tanpa armor dan pedang. Mokomoko yang melingkar di bahunya dibiarkan, karena itu akan menjadi daya tarik tersendiri. Sentuhan terakhir, haori yang ia kenakan diatur sedemikian rupa agar sedikit terbuka untuk memperlihatkan dadanya yang bidang. Dan, voila! Jadilah sebuah iklan teh yang ekstravaganza.

Kagome bertaruh bahwa semua perhatian para gadis akan tertuju pada wajah sempurna yang hampir selalu terlihat tenang. Kemudian, fokus mereka akan teralih ke bagaimana cara Sesshoumaru minum, lalu, ke bibirnya. Sepasang bibir yang sudut-sudutnya sangat jarang tertarik ke atas, bibir yang sehangat dan selembut dekapannya.

Gadis Higurashi itu berharap dalam hati agar ia dapat mempercepat laju waktu sehingga siang lekas berlalu dan ia bisa segera menghabiskan waktu berdua saja dengan Sesshoumaru.

Secepat kilat terlukis, secepat itu pula kenangan di malam sebelumnya saat ia dibawa terbang melayang kembali terkuak di benak Kagome: Kecupan sepintas lalu berbuah menjadi ciuman yang menjadi liar. 'Sesshoumaru sangat... yum.'

Ketika Kagome sadar bahwa ia tenggelam dalam lamunan akan pertautan bibir pertama mereka, ia lantas menenangkan diri. Gadis itu menarik napas pendek dan cepat, menggigit bibir bawah, melepaskannya, kemudian mengalihkan pandangan. Untuk menyembunyikan kecanggungannya yang tiba-tiba, sang miko meneguk minumannya beberapa kali.

Dai youkai itu sedikit menolehkan kepala, sorot mata keduanya bertubrukan. Senyum kikuk gadis itu merekah perlahan di atas wajah yang terbakar.

Menjawab pertanyaan yang tidak diutarakan, Kagome menggeleng kecil, "Tidak ada apa-apa."

Bohong. Sesshoumaru menyadari perubahan yang ada di diri Kagome saat menatapnya, pupil melebar, degup jantung yang mengeras, semburat di wajahnya yang semakin vibrant, manis khas tubuh yang menguar semakin pekat: Perubahan yang ia sukai. Terlebih lagi, karena ialah yang menjadi penyebab semua perubahan pada miko-nya. Dan itu membuatnya merasa puas diri. Walaupun kepalanya terisi dengan berbagai macam imaji tentang apa yang ingin ia lakukan dengan Kagome, Sesshoumaru duduk dengan ketenangan yang tak terbantahkan.

Di sisi lain, mata gadis yang berasal dari masa depan itu nanar mencari pengalih perhatian, beruntungnya, kedua maniknya segera tertumbuk pada Rin yang bermain kejar-kejaran di tepi pantai bersama Shippou. Sebuah ide muncul, Kagome bergegas mengaduk-aduk isi tasnya. Barang yang ia cari ternyata sudah ia tinggalkan di rumah, miko muda itu mendecak kecewa sambil memasukkan beberapa benda miliknya yang bertebaran di atas kain tipis yang dijadikan alas duduk.

"Apa itu Kagome-chan?" Tanya Sango, saat ia melihat sesuatu berwarna merah cerah terjatuh di samping tas temannya.

Kagome menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Oh, bunga ini."

"Pemberinya siapa lagi kalau bukan laki-laki yang bernama Hobo itu, 'kan?" Timbrung Inuyasha.

"Namanya Houjo, dan bukan dia yang memberikan mawar itu," sahut Kagome ketus.

"Keh."

"Souta yang memberikannya padaku kemarin setelah pentas drama. Aku bahkan tidak ingat kalau aku membawanya ke sini." Gadis Higurashi itu menjulurkan bunga itu ke sahabat perempuannya. "Kau boleh memilikinya bila kau mau, Sango-chan."

Sang taijiya meraih, mengucapkan terima kasih. Sango meneliti benda yang ada di tangannya, sekuntum mawar merah yang dibalut cantik dengan plastik tipis dan diikat dengan pita indah yang warnanya senada dengan kelopak bunga itu. "Kawaii." Pembasmi siluman itu menempelkan bunga berkelopak merah itu ke hidungnya, menarik napas panjang, dan berucap, "harum sekali."

Miroku bertanya, "Souta, adikmu kah?"

Kagome mengangguk, membenarkan teman biksunya, lalu bergumam pada dirinya sendiri, "Ah, sayang sekali. Akan sangat menyenangkan bila aku membawa baju renang."

"Kita tidak pergi untuk bermain-main, tahu!" Sungut Inuyasha yang sudah kembali ke posisi santainya seperti awal, berbaring di atas sebuah gelondongan kayu.

"Tidak ada salahnya bersantai sebentar," elak Kagome selagi membuka sepatu dan kaos kakinya.

Tak mau kalah, Inuyasha menyahut, "bukannya kau sudah bersantai sepanjang waktu?"

Gadis itu berkacak pinggang, alisnya berkumpul di tengah, nadanya mulai tak ramah, "Maksudmu apa, Inuyasha?"

"Kagome-chan, tidakkah kau merasakan pecahan shikon no tama?" Tanya Sango yang berusaha mendinginkan suasana.

Secepat ia marah, secepat itu pula Kagome sudah kembali tenang saat memusatkan fokus pada sekelilingnya demi mencari pecahan shikon. "Mm, tidak ada."

Miroku berkomentar, "tidak ada aura youki juga yang berasal dari tempat ini."

"Karena itu kita harus menikmati waktu kita." Dengan itu, Kagome berlari ke tepi pantai, mengejar Rin dan Shippou.

Waktu merayap bagi sebagian orang, dan melesat dalam sekejap mata bagi sebagian lainnya.

Miroku dan Sango terlibat pembicaraan yang seru. Jaken memandang bosan ke laut, hatinya menggerutu.

Dua bocah itu balik mengejar sambil berkali-kali menyibakkan air laut kepada Kagome. Untuk beberapa waktu mereka terus bermain seperti itu, hingga gadis itu menemukan sepotong kayu yang tergeletak di atas pasir. Miko itu memungut benda itu, mengangkatnya ke udara, menggoyang-goyangkan tongkat itu, kemudian berseru, "Oi, Inuyasha!" Secepat mata berkedip, sang hanyou yang dipanggil bangun dari posisi santainya, ia berjongkok dengan kedua tangan lurus di antara kedua kakinya. "Ambil ini!" Canda Kagome sambil melemparkan kayu itu jauh-jauh.

Inuyasha mengejar kayu yang dilempar, saat ia berhasil meraih benda itu, kesadaran menyentaknya. "Hei, jangan perlakukan aku seperti anjing!" Inuyasha protes, tapi kemarahan berikutnya dibuat-buat. "Aku akan membalasmu, Kagome!" Ancamnya. Gadis yang dimaksud masih tertawa geli sambil memegangi perut saat manusia setengah siluman itu menyambanginya untuk membalas dendam.

Seluruh dunia tahu, dibalik kata-kata kasarnya, Inuyasha adalah laki-laki yang cenderung pemalu. Namun, entah efek dari pemandangan laut lepas yang istimewa, atau sisi jahil dirinya yang ingin membuat kakak tirinya iritasi, atau mungkin ada sebab lain yang membuat perilakunya saat itu terkesan tanpa beban, tidak seperti biasanya. Inuyasha berlari cepat, sekejap mata ia sudah menubruk gadis itu, memegangi kedua lengan Kagome dari belakang dengan kuat lalu berkata. "Cepat gelitik ia, Rin, Shippou! Kagome tidak akan bisa berkutik sekarang."

Untuk pertama kalinya, Shippou menuruti perintah Inuyasha tanpa bertanya. Sedangkan Rin, bocah perempuan itu hanya mengikuti temannya. Kagome menggeliat, ia berusaha keras untuk melepaskan diri dari tangan-tangan kecil yang menyiksanya dengan tawa sambil mendeklarasikan penyerahan diri, dan permohonan maaf disela-sela dekahnya.

Pada akhirnya, Inuyasha melepaskan sahabatnya. Kini, sasaran baru ditetapkan oleh hanyou itu, siapa lagi kalau bukan kitsune kecil yang sering menantangnya? Permainan baru antara keduanya pun dimulai.

Sesshoumaru yang memendam kejengkelan hanya dapat berdiam diri, ia bagai patung dengan pose terbaiknya.

Menyadari suasana hati tuannya, Jaken berinisiatif untuk memanggil Rin. Berkali-kali mulut runcingnya bercicit, tak jua gadis kecil itu berhenti. Sungguh, terkadang ia teramat lelah menghadapi Rin, namun perdebatan dalam hatinya dimenangkan oleh keinginan untuk menyenangkan sang tuan. Sebab itulah, Jaken mendekati arena pertempuran air itu.

Sayangnya, youkai kerdil itu datang tepat disaat Shippou mengeluarkan tipuan kitsunenya yang ia persiapkan khusus untuk Inuyasha. Sebuah gasing besar berputar di tepi laut, Jaken yang baru datang tersapu ombak besar, tubuh kerdilnya tak sanggup menahan dorongan, ia terpental beberapa puluhan meter ke belakang. Air muncrat ke segala arah, Kagome dan Rin tak pelak ikut basah. Dengan itu, permainan berakhir.

Kedua gadis itu berlari-lari kecil ke tempat duduk mereka semula, di samping Sesshoumaru. Diiringi derai tawa riang yang tak lepas dari keduanya, berbagai komentar tentang kecurangan Shippou terlontar dari Rin dan Kagome. Dengan handuk, sang miko mengeringkan wajah dan rambut Rin yang lembab sebelum mengeringkan dirinya sendiri.

Bila beberapa menit yang lalu Putra tertua Inu no Taisho itu jengkel karena kedekatan Kagome dengan Inuyasha, kini ada sesuatu yang lain yang menyentil dirinya saat ia meneliti shikon miko itu.

Keluguan Kagome yang terkadang muncul teramat menyiksa.

Tatkala instingnya meraung mencari perhatian, Sesshoumaru mempertebal kendali dirinya.

Diam-diam, napas berat terhela kala benaknya kehabisan kata-kata.

Tanpa ucap, sang Daiyoukai bangkit lalu beranjak pergi.

Tinggal Kagome yang menatap punggung pria itu dengan pandangan heran.

_____

Rombongan itu memulai lagi perjalanan tak lama sepeninggalnya Sesshoumaru. Mereka jalan melalui sebuah desa yang terkesan damai. Sebuah kerumunan di kejauhan terlihat, bunyi seruling merdu namun sendu terdengar. Inuyasha dan kawan-kawan berhenti untuk memeriksa keadaan. Setelah yakin bahwa tidak ada yang mencurigakan selain seorang biarawati yang sedang sekarat mereka kembali berjalan.

Kagome yang terenyuh oleh bunyi seruling dan tenggelam dalam pertanyaan tentang sebab kepergian Sesshoumaru, sempat tertinggal di belakang. Bila tidak karena Inuyasha yang memanggilnya ia tidak akan sadar bahwa teman-temannya sudah berada jauh di depan. "Tunggu, Inuyasha!"

Takkan ada yang menyangka bahwa dua kata sederhana dari miko muda itulah yang akan memulai aral terbaru rombongan itu.

Baru beberapa ratus meter mereka terpisah dari tempat itu, kebakaran hebat terjadi. Tempat bernaung para biarawati ludes terlalap api. Tanpa mereka sadari, bencana yang sebenarnya akan dimulai dalam hitungan menit.

_____

Langit berubah gelap kala mereka berada di batas desa. Laut masih jelas terlihat, mereka masih menyusuri tepi pantai sampai sebuah teriakan meminta tolong memecah di kesenyapan yang ganjil. Tanpa perdebatan, mereka sepakat untuk segera memberi bantuan. Miroku dan Sangolah yang tiba lebih dulu ke asal muasal suara. Di atas bebatuan besar yang menjorok ke lautan, ada seorang gadis memakai kimono lusuh yang terikat pada sebuah tiang pancang di atas bebatuan yang menjorok ke laut.

Saat Inuyasha, Kagome, Rin, Shippou, dan Jaken yang menunggangi Ah-Un sampai, sang biksu dan tunangannya sudah membeku, tubuh keduanya berubah sesolid kaca.

Badai menyambut mereka yang hendak menolong. Suasana mencekam diawali dengan permukaan samudera luas yang bergejolak kejam. Ombak besar meninggi. Tiupan angin kencang pun ikut unjuk gigi. Percikan air laut yang ditiup angin kencang menerpa daratan dengan kuat, persis hujan deras. Raungan mengerikan yang membuat lutut lemas terdengar keras. Disaat itulah monster besar yang memiliki tubuh seperti naga berwarna hitam muncul. Tetapi, rupa mengerikannya tak sebanding dengan kekuatannya. Cakar Inuyasha dengan mudah melenyapkannya.

Umigami-sama yang ditakuti penduduk desa tinggalah sebuah sejarah.

Celakanya, tak seperti perkiraan, kutukan tak jua tercabut. Sango, Miroku, dan kemungkinan seluruh penduduk pesisir itu belum kembali ke wujud normalnya. Dari gadis bernama Umineko yang mereka selamatkan, Inuyasha dan yang lain mengetahui bahwa ia adalah seorang korban yang dijadikan sebagai persembahan untuk Umigami-sama, sang dewa laut, mahluk yang berbaik hati menghadiahkan kutukan pada ratusan orang. Sebelumnya, desa itu selalu ditimpa banjir parah setiap lima tahun sekali, karena itulah, sebuah pengorbanan perawan diperlukan. Dan dari gadis itu pula, Inuyasha dan Kagome mengetahui bahwa sebuah kuil dibangun untuk dewa laut. Tanpa sebulir pun keraguan, mereka mendatangi tempat yang menjadi satu-satunya harapan mereka tuk melepaskan kutukan yang tertambat.

Apa yang terjadi berikutnya berlangsung cepat; Kagome terlambat menyadari bahwa kuil sang dewa laut yang berada di dalam sebuah gua kecil tempat mereka menjejakkan kaki saat itu adalah jebakan, Umineko ternyata adalah dalang dari kutukan itu sendiri, pedang yang dibutuhkan untuk membuka segel kuil hanyalah tipu daya, tetsusaiga berhasil direbut penipu ulung itu. Beruntungnya, Kagome dan Inuyasha dapat bergabung dengan Shippou, Jaken, Rin, dan Ah-Un yang menunggu di luar saat gua kecil itu runtuh.

Umineko yang berdiri di dalam gua ternyata hanyalah kugutsu, sebuah boneka. Wujud Umineko yang asli berdiri di atas seekor youkai gagak raksasa yang muncul dari reruntuhan gua, seringai licik tersemat di wajahnya. Rambut cokelat panjang wanita itu dikuncir tinggi, ia memakai kimono hijau muda tanpa lengan, dilapisi oleh armor di dada dan sepasang pelindung bahu yang terkait dengan jubah berwarna kelabu. Sebuah pedang tersangkut di obi-nya yang berwarna biru muda. Secara keseluruhan, penampilannya terlihat cantik namun berbahaya.

Inuyasha berusaha menyerang Umineko alias Sara dengan sankon tetsusou tapi, secara mendadak Sesshoumaru muncul dan menghentikannya. Tangan sang Daiyoukai yang berpendar kehijauan menggenggam erat pergelangan tangan Inuyasha. Kurang dari sedetik, kulit inu hanyou itu melepuh setelah terkena dokkasou. Kerusakan yang disebabkan tidaklah seberapa, namun itu cukup untuk menghentikan Inuyasha sementara. Tak sempat wanita itu tersenyum, Sesshoumaru juga menyerangnya. Dokkasou yang menyembur dari tangannya melelehkan youkai gagak raksasa itu, sang pengendara akhirnya menjejak tanah.

Rin dan Jaken sibuk menggumamkan nama tuan mereka. Inuyasha tak henti mengumpat. Sesshoumaru berusaha menenangkan adik tirinya, pria itu berkata bahwa apa yang terjadi bukanlah urusannya. Tapi apa yang paling menyita perhatian Kagome adalah pertanyaan Shippou, "Apakah wanita itu teman Sesshoumaru?"

"Mungkin bukan," jawab sang miko. Ia sendiri pun sebenarnya tak yakin, apalagi ketika ia melihat wanita itu merendahkan diri dengan satu lutut tertekuk di tanah di hadapan pria yang dicintainya.

Kepalanya tertunduk, kedua tangan Sara terangkat, wanita itu menjulurkan pedang yang terbuat dari taring Penguasa Wilayah Barat yang sebelumnya, seraya berkata dengan penuh formalitas, "Kumohon, terimalah ini untuk membunuh Inuyasha, Sesshoumaru-sama."

"Apa kau pikir itulah keinginan Sesshoumaru ini?" Tanya pria itu dengan nada yang hampir terdengar bosan.

Sara tak dapat menyembunyikan keterkejutannya, "Maksudmu, kau tidak setuju dengan ini?"

"Jika aku ingin mengalahkan Inuyasha, aku tidak akan menggunakan trik kotor maupun bantuan darimu."

Menyela komunikasi tak berimbang di antara keduanya, Inuyasha berteriak, "Kembalikan Tessusaiga milikku!" Perintah sang hanyou dengan kasar.

Adegan yang terjadi kemudian hanya berselang hitungan detik; mantan wanita bangsawan itu melepaskan kalung dari lehernya. Dengan cepat, kalung yang mirip namun berbeda warna dengan milik Inuyasha itu ia julurkan. Serta-merta, cahaya biru pucat yang menyilaukan memancar. Perlahan namun pasti, tubuh Inuyasha yang terkena sinar itu berubah menjadi kaca, persis seperti kedua temannya. Tak mau sahabat hanyou-nya ikut jadi korban, Kagome melepaskan panah. Keberuntungan masih bertahan dipihak mereka, anak panah sang miko melesat cepat dan tepat. Kalung itu hancur, dan kutukan terberai.

Saat Sesshoumaru bergerak mendekat ke sisi Kagome. Mata Sara berkilat merah sedetik lamanya sebelum ia menyisipkan serulingnya di antara kimono dan armor-nya. Lengan wanita itu terulur, ledakan youki berwarna ungu kehitaman yang di arahkan ke Inuyasha keluar dari kedua telapak tangannya. Hanyou itu terpental cukup jauh ke belakang.

Dalam sekerjap mata, musuh baru mereka menghilang dari pandangan.

Kagome berlari menghampiri sahabatnya sambil menanyakan keadaannya. Inuyasha mencoba untuk berdiri tapi luka di dadanya cukup fatal, ia kembali jatuh terduduk. Kagome memaksa inu hanyou itu untuk beristirahat dan memulihkan luka. Sudah tentu laki-laki itu menolak, Inuyasha bersikeras bahwa lukanya itu hanyalah lecet kecil. Dengan wajah menahan sakit, ia berlutut dan menyuruh Kagome naik ke punggungnya. Namun, tidak ada debat, yang di dengar Inuyasha hanyalah derap langkah menjauh.

Sesshoumaru yang tak jauh dari tempat miko itu berdiri sudah siap terbang kala sebuah tangan menarik lengan suikan-nya. "Aku ikut denganmu," suara Kagome berisi ketegasan yang tak memberikan ruang untuk penolakan. Oleh karena itu, Sesshoumaru melingkarkan lengan ke pinggang gadis itu dan terbang: Mengejar penyelesaian sebuah masalah, dan meninggalkan kawanannya di tempat teraman, untuk saat itu.

Di kejauhan, reruntuhan kastil yang terletak di bukit terlihat. Sesshoumaru mendarat di hutan yang berada di bawah kaki bukit itu. Ia menarik mundur tangannya dari lekuk pinggang Kagome saat yakin gadis itu sudah menapak tanah dengan aman. Kagome terdiam di tempat, memperhatikan sekelilingnya.

Kaki sang pemilik tenseiga melangkah perlahan menuju sebuah pohon besar yang berdaun rimbun. Kenangan dengan terang terbayang. Saat pertama kali datang ke tempat itu, Sesshoumaru baru saja kehilangan satu tangannya. Harga dirinya terkikis. Kepongahannya luluh-lantak. Tapi di saat saat itulah rasa penasarannya pada seorang gadis aneh mulai terbangun.

Sara menampakkan diri dari balik pohon lain. Pertanyaan yang siap terlontar dari bibir Kagome kembali tertelan kala wanita itu mulai berbicara sambil menatap Sesshoumaru dalam-dalam.

"Kau ingat tempat ini kan?" Langkah Sara lembut kala mendekat.

"Kau mengenalnya," komentar Kagome sambil memandang Sesshoumaru. Pria itu menatapnya sesaat dengan raut muka yang tak dapat diartikan oleh gadis itu.

Wajah cantik sang hime sedikit berbeda dengan yang sebelumnya, lebih hidup dan cerah, ada harapan yang terbersit di sana. Asano Sara mulai bermonolog panjang lebar tentang bagaimana ia tidak bisa melupakan kala pertama ia melihat Sesshoumaru yang berhasil menghabisi seluruh musuh perang dari klan Asano sendirian. Sara berkata dengan sangat yakin bahwa tidak ada yang lebih tampan dari Sesshoumaru. Kemudian, ia berkisah tentang bagaimana ia selalu menatapnya diam-diam. Memainkan seruling khusus untuknya karena, hanya dengan mengetahui bahwa Sesshoumaru mendengarkan bunyi yang serulingnya hasilkan saja sudah membuatnya bahagia. Senyum khas seorang putri bangsawan itu terpahat di wajah Sara.

Tak nyaman dengan jeda yang terlalu panjang, Kagome berkata dengan sedikit mendesak. "Kumohon, serahkan Tessaiga milik Inuyasha, kau tidak akan membutuhkannya."

Lagi-lagi, sang miko diabaikan. Sorot mata yang penuh kekaguman Sara terus tertuju pada Sesshoumaru seorang. Kaki wanita cantik itu berhenti melangkah maju. Ada kegetiran saat Sara menceritakan tentang bagaimana ia tidak dapat memaafkan atas apa yang telah dilakukan ayahnya, pemimpin Kota Asano, yang pernah berusaha membunuh Sesshoumaru. Sebab, percobaan pembunuhan itu hanya menghasilkan puluhan mayat prajurit dari pihak mereka. Tak lama kejadian itu berselang, kota Asano terbakar habis oleh tangan ayahnya sendiri, Asano Souju. Di tengah ketakutannya pada Sesshoumaru, pria tua itu lebih memilih bunuh diri atas nama kehormatan daripada meneguk kekalahan dengan mati di tangan orang lain.

"Aku sama sekali tidak membencimu, Sesshoumaru-sama. Satu-satunya yang salah adalah ayahku."

Sang putri Asano kembali melanjutkan cerita tentang riwayat hidupnya. Setelah kotanya hancur, ia menjadi seorang biarawati, sebisanya menolong para penduduk desa. Akan tetapi, keadaan tenang itu tak lama. Ia terjangkit sebuah penyakit mematikan. Kemudian, dengan jelas ia menyatakan ketakutannya akan mati sebelum menikah. Disaat yang sama, ia mendengar sebuah nama.

Inuyasha, nama yang didengungkan dengan dendam oleh Sesshoumaru. Dia merasa harus hidup, mengambil Tessaiga yang selama ini diinginkan oleh sang Daiyoukai, mengembalikan kehormatan sang ayah dan alasan yang paling utama adalah, mengungkapkan isi hati pada pria yang ia cintai. Karena itulah, ia menerima tawaran menggiurkan para mononoke yang mengerubunginya saat ia sekarat. Dan sekarang, jadilah ia seorang hanyou.

"Selama ini, aku menyembunyikan rasa cintaku padamu, Sesshoumaru-sama."

Simpati Kagome yang meninggi atas latar belakang hidup Sara yang penuh ironi tak lantas surut. Namun, setelah mendengar pernyataaan cinta itu, mau tak mau emosi yang sangat familiar dengannya dahulu kala kembali tersusun sedikit demi sedikit di hatinya: Rasa cemburu.

Sama seperti sebelumnya, Sara berlutut di tanah, sambil mengulurkan Tessaiga dengan kedua tangan, ia berucap. "Kumohon, terimalah persembahan dariku, Asano Sara, untukmu, Sesshoumaru-sama," kalimat wanita itu bersayap, nadanya penuh dengan harapan Sesshoumaru akan menerima pedan sekaligus cinta yang ia tawarkan.

Tak ada suara selain senandung hutan yang terdengar selama beberapa saat. Tapi pada akhirnya, bariton itu memecah keheningan, "Mainkanlah seruling itu, seperti dulu."

Nada Sesshoumaru selurus ekspresinya, kalimat itu bukan permintaan, bukan pula sebuah perintah.

Diam-diam, Kagome melirik pria itu dari sudut mata. Sesshoumaru masih di tempat dan posisi yang sama, kepalanya sedikit menengadah, matanya terpaut pada alam di sekelilingnya.

Dengan patuh, wanita itu menuruti kehendak pria yang dicintainya sepenuh hati. Dengan gerakan gemulai khas seorang putri ia berdiri, menyangkutkan Tessaiga di obi-nya. Kemudian, Sara mengambil seruling yang ia letakkan di balik armor-nya. Alunan indah yang ia hasilkan mendayu-dayu, membawa beribu emosi yang bergejolak, merdu di telinga, menyayat di hati. Angin yang berembus seakan hendak mengambil bagian dalam orkestra senja itu; desirnya mengajak rimbun daun menari-nari mengikuti nada yang ditiupkan lembut ke dalam rongga seruling.

Kalimat dingin Sesshoumaru menghentikan bunyi indah itu, manik emasnya kini menatap lurus-lurus pada Sara. "Jadi, ini wujud aslimu."

Bibir sang putri Asano terpisah dari badan seruling, "Wujud asli? Apa maksudmu, Sesshoumaru-sama?"

Keadaan melankolis itu berakhir dengan teriakan Inuyasha yang ditutup dengan sankon tessou miliknya. "Akhirnya kutemukan kau!"

Rentetan kejadian yang terjadi kemudian berlangsung sangat cepat. Sesshoumaru menarik pedang dan menggores bahu Inuyasha. Namun itu hanyalah sebagai peringatan. Tanpa youki, itu takkan sungguh-sungguh melukai tubuh seorang hanyou keras kepala seperti Inuyasha. Perdebatan kecil sekejap terjadi di antara dua bersaudara itu. Inuyasha tak mengindahkan saran sang kakak untuk tidak turut campur. Di pihak Inuyasha, ia tak habis pikir dengan komentar Sesshoumaru, bagaimana mungkin masalah itu bukan urusannya bila salah satu benda yang berharga miliknya dirampas begitu saja oleh perempuan sialan itu?

Untuk kali kedua, Inuyasha menyerang Sara, kali ini dengan hijin kessou. Puluhan tetes darah yang dialiri youki bagai puluhan mata pisau tajam, siap merobek bagian mana saja tubuh perempuan itu. Serangan Inuyasha berhasil memotong lengan Sara. Beberapa youkai kelas bawah berterbangan keluar dari bagian itu dan melilit tubuh Inuyasha hingga ia tidak berkutik.

Di antara semua kekacauan itu, Kagome tak dapat berbuat banyak. Meskipun kepalanya sibuk mencari cara yang dapat dia perbuat untuk segera mengakhiri pertempuran dua arah melelahkan itu. Gadis itu tak berani dan tak sampai hati untuk ikut campur, membuang rasa simpati dan melepaskan anak panah langsung kepada Sara.

Kagome telah mengarahkan anak panah ke para mononoke yang melingkari tubuh Inuyasha, tapi ia tidak akan bisa melesatkan senjata tanpa melukai sahabatnya itu. Miko itu berlari mendekati sahabat hanyou-nya. Dengan busur yang dialiri reiki seperti saat ia melawan Tsubaki, Kagome mencoba melenyapkan satu persatu youkai yang mendekat untuk menyerang Inuyasha.

"Aku akan membunuhmu, Inuyasha!" Suara femininnya melengking dengan tekad keji. Kedua tangan Sara sudah terangkat, bersiap melepaskan serangan youki yang kedua.

Disaat yang sama, Kagome yang kewalahan mulai lengah. Di luar sepengetahuannya, beberapa mononoke yang lain melesat dengan cepat, berusaha mengunyahnya hidup-hidup.

Terkejut adalah sebuah pernyataan yang meremehkan atas air muka Sara saat Sesshoumaru berdiri tepat di depan adiknya dan Kagome. Dengan Tokijin, pria itu menghalau serangan dari Sara sekaligus menebas beberapa mononoke lemah yang mengancam miko muda itu.

"Sara, hentikan! Kumohon!" Ucap Kagome selantang mungkin dari balik tubuh Sesshoumaru. Gadis modern itu melanjutkan dengan nada yang merendah namun tetap tegas. "Kau tidak perlu melakukan itu. Aku berusaha mengerti alasan atas semua yang kau lakukan. Sejujurnya, aku mengagumi tekadmu dan rasa cintamu yang besar untuk Sesshoumaru. Tapi, aku tidak bisa membenarkan itu sebagai alasan kau membunuh Inuyasha atau siapapun dengan mengatasnamakan cinta!"

Miko penjelajah waktu itu tak gentar saat menyuarakan isi kepalanya, salah satu pemikiran terkuat yang membuat ia memandang sang Daiyoukai dengan cara yang berbeda, salah satu yang membuat ia melihat maksud lain dari sikap dingin Sesshoumaru yang tak jarang terkesan kejam pada Inuyasha. "Sesshoumaru tidak mungkin membunuh Inuyasha. Karena, bila memang ia berniat melakukan itu, Sesshoumaru pasti sudah membunuhnya sejak ratusan tahun lalu!"

Kalimat Kagome membuat kedua inu itu menatapnya serentak.

Kedua sudut alis Sesshoumaru bertaut di tengah. Wajahnya masam.

Bagi Inuyasha, yang terbelalak dan mulut terbuka. Apa yang dilontarkan oleh Kagome bukanlah hal yang baru, tentu saja ia pernah mempunyai pikiran seperti itu. Tapi, realita dingin membuatnya tak menggubris prasangka baik yang sempat terpintas di benak. Bagaimanapun juga, kekejaman dunia membuatnya tak mau berharap lebih, ia tak mau terluka oleh hipotesa belaka. Namun entah mengapa, saat ini, di detik itu juga, saat Kagome mengucapkan dengan lantang, hal itu terdengar sangatlah masuk akal. Bertentangan dengan semua ucapan menyakitkan dari Sesshoumaru yang pernah diterimanya, ia yakin, jauh di dasar hati, si brengsek yang congkak dan berwajah dingin itu tetap menganggapnya sebagai adik.

"Lagipula, kurasa bukan itu yang Sesshoumaru inginkan," sambung Kagome.

Sara menggeser kakinya, agar dapat memandang gadis yang dengan lancang menginterupsinya. Ia memandang Kagome dengan satu alis terangkat yang meremehkan. "Dan kau, kau pikir kau tahu apa yang Sesshoumaru-sama inginkan, hah?"

Kagome ragu sejenak, "kau harus mengenalnya lebih dalam untuk mengetahui hal itu, aku sendiri pun belum bisa mengatakan dengan pasti apa yang ia inginkan. Tapi aku yakin, Sesshoumaru tidaklah seperti itu, bukan pertumpahan darah yang ia minta sebagai bentuk ungkapan rasa."

Ada sesuatu di cara Kagome menyebutkan nama pria yang dicintainya itu yang menggugah rasa ingin tahu Sara. "Katakan, apa kau juga mencintainya?"

"Aku peduli padanya dan aku ..., aku menyayanginya."

"Kau tidak mencintai Sesshoumaru-sama?" Tanya Sara lagi, tak percaya.

Rona merah mendominasi wajah Kagome, ia menjawab, "Cinta akan kehilangan makna sejatinya bila dikatakan tanpa perbuatan nyata untuk ditunjukkan."

Tak peduli dengan posisinya yang sedang terimpit, Inuyasha berteriak marah, "Sudah cukup dengan semua omong kosong itu, cepat kesini dan lawan aku!"

Bukan teriakan marah Inuyasha yang ia anggap sebagai musuh yang membuat Sara membeku di tempat, tapi ucapan dingin Sesshoumaru di beberapa detik berikutnya.

Dengan nada bosan Sesshoumaru berkata, "jangan tunjukkan wajah burukmu lagi di hadapanku!"

Secara vertikal, Sesshoumaru menebas tubuh Sara dengan Tokijin. Tubuh wanita itu berubah menjadi besar dan kekar, matanya berubah semerah darah, tanduk mencuat dari kedua sisi keningnya, kulit putih halusnya berubah warna menjadi cokelat tanah, dan suara melengkingnya menjadi berat dan dalam oleh kebencian. Youkai yang kini menguasai tubuh hime itu menjelaskan panjang lebar tentang rencana aslinya yang sedari awal mengincar sang inu youkai.

Sebagai tanggapan, Sesshoumaru balik bertanya, "Kau pikir Sesshoumaru ini tidak tahu?"

Tak jauh dari putra Penguasa Wilayah Barat itu, Kagome mulai melepaskan anak panah ke berbagai arah. Pasalnya, jumlah mononoke lemah berbagai bentuk yang muncul dari tubuh youkai itu bertambah banyak, mereka tidak lagi puluhan, tapi ratusan. Para youkai lemah dengan mudah musnah. Sayangnya, itu hanya berlangsung sesaat. Gerombolan mononoke mengalir bagai tak ada habisnya.

Inuyasha terbebas dari youkai yang melilitnya oleh hiraikotsu milik Sango yang terbang dengan Kirara. Miroku pun turun tangan, ia menyedot ratusan youkai yang bergerilya menggunakan kaazana.

Kicauan youkai yang menjadi musuh utama sang inu youkai tak berhenti, ia sesumbar bahwa youki Sesshoumaru takkan dapat membunuhnya. Faktanya, serangan Sesshoumaru memang hanya membuatnya lebih kuat lagi. Tawa biadab menutup kata-kata angkuhnya yang memuakkan.

Respons Sesshoumaru untuk musuhnya hanyalah dua kata bernada penghinaan, "Tumpukan sampah."

Sara yang kini telah menjadi satu dengan para youkai itu berhasil memunculkan sebagian dirinya. Wanita itu meminta maaf dengan tulus karena telah menyebabkan masalah bagi Sesshoumaru. Suaranya melemah dan terbata-bata di akhir kalimat, "Oleh karena itu ... oleh karena itu, aku harap kau segera membunuhku beserta youkai itu Sesshoumaru-sama."

Sesshoumaru menebas lengan kiri musuhnya dengan Tokijin, tangan yang menggenggam Tetsusaiga itu terpental dan tertancap di tanah tak jauh dari putra tertua Inu no Taisho. Lengan yang terpotong itu berubah menjadi ratusan mononoke lain. Lantas, para monster itu segera mencari mangsa untuk dilahapnya. Pilihannya tertuju pada gadis yang terdekat.

Untuk sekilas perhatian Sesshoumaru terpecah kala empat youkai yang baru terpisah dari tubuh tuannya meluncur cepat untuk menyerang Kagome. Tapi ia bisa bernapas lega karena cakar Inuyasha berhasil menyelamatkan calon pasangannya di waktu yang presisi.

Sesshoumaru bertekad untuk segera menyelesaikan gangguan kecil itu. "Jika tokijin tidak berguna, maka, akan kugunakan ini."

Kagome yang berada tak jauh di belakangnya bergumam, "Sesshoumaru, menggunakan tetsusaiga ...."

'Sesshoumaru, katakan, adakah sesuatu yang ingin kau lindungi?' Suara sang ayah bergaung di benaknya.

'Seseorang untuk dilindungi', benaknya berkata.

Beberapa wajah yang terbayang silih berganti, diakhiri dengan wajah seorang miko masa depan. Suara Sesshoumaru semakin berat kala ia berkata, "Pedang yang dengan satu ayunan dapat memusnahkan ratusan youkai. Tessaiga, beri aku kekuatanmu!"

Youki yang berbenturan dengan kekkai di pedang itu menciptakan percikan seperti aliran listrik. Sesshoumaru menarik Tessaiga dari sarungnya, di tangannya, bilah pedang itu bertransformasi. Pedang itu diangkatnya tinggi-tinggi di udara, dengan satu ayunan melintang dari kiri ke kanan atas ia melepaskan kaze no kizu yang lebih besar dari yang dimiliki Inuyasha.

Ratusan youkai dan musuh utama binasa dalam satu kedipan mata.

Tessaiga kembali terlepas dari genggaman sang Daiyoukai dan tertancap di tanah. Inuyasha bergegas menyambar, lalu menyangkutkan pedang itu ke obi-nya.

Selama beberapa waktu lamanya, Sesshoumaru memandangi telapak tangannya yang terbakar oleh kekkai Tessaiga.

Tinggalah Sara di atas tanah, perlahan tubuhnya berubah menjadi debu. Di detik-detik terakhir hidupnya di dunia, ia mengucapkan kata perpisahan kepada pria yang dipujanya. Wajahnya hanya memancarkan ketenangan kala ia berterima kasih sepenuh hati pada Sesshoumaru yang telah membebaskannya. Suaranya lembut saat menyatakan bahwa tak ada penyesalan atas apa yang telah terjadi. Karena pada akhirnya keinginannya telah terkabul, menyampaikan secara langsung isi hatinya pada Sesshoumaru.

_____

Surai putih dan hitam duduk bersandingan, api unggun belum jua padam tatkala sang miko sudah mengasingkan diri berdua dengan youkai yang dicintainya. Setelah teman-teman rombongannya tahu tentang hubungan mereka, Kagome tak punya alasan lagi untuk tidak menghabiskan waktu berdua dengan Sesshoumaru setelah Rin dan Shippou terlelap.

"Bolehkah aku melihatnya?" Pinta Kagome.

Sesshoumaru yang saat itu tidak mengenakan armor-nya memberikan pandangan bertanya.

"Tanganmu." Tak sabar, Kagome menggeser duduknya hingga bahu mereka saling menempel, lalu dengan tangan kirinya ia meraih tangan kanan Sesshoumaru. Selagi tangan kanannya sibuk meraih suatu benda di kantong piyamanya, gadis itu meneliti luka bakar yang ada, hanya sedikit tersisa di tengah. Tak dapat dipungkiri, untuk yang kesekian puluh kalinya ia terkagum-kagum pada kelebihan yang dimiliki oleh hanyou juga para youkai yang dapat memulihkan luka dengan cepat.

Sesshoumaru menatap plastik putih tipis yang keluar dari saku Kagome. Lagi-lagi, salah satu benda dari masa depan yang dibawa oleh gadis itu. Setelah mereka saling mengungkapkan perasaan kemarin malam, Kagome telah menceritakan banyak hal; perbedaan waktu yang terpaut, juga beragam hal yang ada di tempat asalnya, burung besi buatan yang dapat mengangkut ratusan manusia melintas samudera juga benua, bulan yang telah terjamah, dan keberadaan youkai yang tak terlihat di manapun. Yang terakhir itu membuatnya berpikir keras. Kemana perginya semua youkai yang ada di era ini? Baik itu mononoke maupun seorang Daiyoukai seperti dirinya? Apa yang terjadi direntang waktu lima ratus tahun kemudian? Tidak ada yang tahu sebab, jawaban pastinya ada di waktu itu sendiri.

Sesshoumaru menatap plester putih yang kini menempel di telapak tangannya, benda itu memberikan rasa dingin yang menyamankan. Ia berkata, "luka ini akan segera sembuh dengan sendirinya. Sesshoumaru ini tidak lemah seperti manusia."

"Aku tahu, tapi setidaknya aku ingin melakukan sesuatu." Andai saja reiki yang dimilikinya dapat menyembuhkan youkai seperti halnya pada manusia, sudah pasti ia lebih memilih menggunakan reiki-nya dibandingkan plester penyejuk seperti itu. Namun Kagome tahu persis, tidak mungkin ia dapat menjaga air dan api dalam satu wadah.

Mereka duduk berdampingan dalam keheningan untuk beberapa saat.

Seorang Kagome bisa duduk lama terdiam tanpa kata adalah hal yang tidak biasa. Minat Sesshoumaru untuk menangkap emosi gadis itu mencuat. Harum yang silih berganti hanya membuatnya menangkap emosi secara samar. Oleh karena itu, dengan sudut mata, Sesshoumaru meneliti mimik muka Kagome. Belum sempat ia menyimpulkan sesuatu, kesunyian canggung itu berakhir, Kagome mulai membuka mulut.

"Kau menyelamatkannya," suaranya goyah, matanya mulai tersengat emosi. Kagome mengutarakan apa yang sebelumnya hanya ia gumamkan pada dirinya sendiri.

Sesshoumaru menatap lurus, ia mencoba menebak ke arah mana percakapan itu tertuju.

Kagome mendongak, mencegah air mata yang tergenang untuk jatuh.

"Kau menangis."

"Tidak," sangkal miko itu cepat.

"Mengapa kau menangis?"

"Mengapa?" Gadis itu malah bertanya balik sambil mengedarkan pandangan tak percaya. "Karena akhir hidupnya penuh dengan tragedi. Aku turut berduka untuknya."

"Bodoh." Sesshoumaru paham dengan 'ia' yang Kagome maksud. Sejujurnya, inu youkai itu tak terlalu terkejut. Terlepas dari asal-muasal miko itu, baginya, Kagome adalah pribadi yang aneh. Tindak-tanduk gadis itu seringkali menjadi lambang dari keberanian atau kebodohan, mungkin sesuatu di antara kedua kata itu, atau mungkin juga di luar dari keduanya. Dan watak alaminya, sudah pasti menjadikan gadis itu sebagai magnet bahaya yang berjalan.

Tergelitik dengan tingkah-laku sang miko muda, Sesshoumaru menyuarakan pemikirannya. "Kau menangis untuk orang asing, berkawan dengan lawan, kau akan membuat dirimu terbunuh dengan mudah."

Gadis penjelajah waktu itu mengerjapkan mata beberapa kali, sebuah senyum merayap perlahan di wajahnya saat ia membalas komentar terakhir Sesshoumaru. "Tidak selama kau ada." Kemurungan kembali merundungnya, ia menghela napas sebelum melanjutkan, "aku hanya berharap arwah Sara dapat menemukan kedamaian."

"Dia akan memainkan serulingnya di alam sana."

Kagome mengerti, setidaknya mencoba mengerti, mungkin itu adalah cara Sesshoumaru mengatakan bahwa Sara sudah tenang di alam lain. Tapi tetap saja, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda laki-laki itu. Sambil mengusap sudut matanya yang basah dengan ujung lengan piyama yang dikenakan dan menahan desakan untuk tertawa kecil, gadis itu berkomentar. "Untuk wanita yang sangat tulus mencinta dan rela melakukan apa saja untukmu, kalimat itu terdengar sedikit tidak berperasaan."

Pria itu menjawab dengan penuh keseriusan, "Sesshoumaru ini tidak mudah menjadi mangsa oleh apa yang manusia sebut dengan perasaan."

"Tidak?" Nada Kagome meledek.

"Hn." Raut wajahnya sedikit melembut kala berucap, "Kau satu-satunya pengecualian, Kagome."

Secepat mata mengerjap, secepat itulah kisah Sara terlupakan oleh Kagome atas kata-kata yang baru saja meluncur dari mulut pria itu. Memori malam sebelumnya kembali mencuat. Suara Sesshoumaru yang dalam terputar berulang-ulang. Jadilah milikku, Kagome.

Dan itu memicu rentetan pikiran yang tak terbendung.

Kagome sangat sadar akan perasannya namun, ia tidak tahu bagaimana harus memberikan jawaban. Dan entah mengapa, dengan kuat, ia merasa bahwa itu adalah sebuah lamaran? Benaknya sempat menolak namun, relung hati terdalamnya mengiyakan. Tidak ada pertanyaan yang tersisa dari kalimat itu, tentu saja, itu sebuah lamaran. Tabiat serius Sesshoumarulah yang menjelaskan hal itu. Tak terhindarkan, kata lamaran membuatnya memikirkan pernikahan, dan pikiran itu terus bergulir ke beragam hal yang membuat mukanya memerah.

Memang di zaman ia berada sekarang, usianya sudah tergolong matang dan dianggap cukup dewasa untuk menghantarkan seorang makhluk baru ke dunia lewat rahimnya. Tapi, ia tidak hanya hidup di zaman ini. Ia terlahir sebagai gadis modern, zaman dimana hukum masih menggolongkannya sebagai anak-anak! Apa yang harus ia katakan nanti pada ibunya, Souta, dan Jii-chan? Belum lagi berondongan pertanyaan yang pasti akan terlontar dari Eri, Yuka, dan Ayumi kala mereka mengetahui bahwa ia sekarang menjalin hubungan dengan Sesshoumaru yang notabenenya kakak Inuyasha?

Ketiga temannya itu sudah terlanjur menganggap Inuyasha sebagai pacarnya. Apa yang akan mereka pikirkan nanti, 'kemarin memacari adiknya sekarang kakaknya? Apakah karena sang adik tidak bisa lepas dari mantan pacarnya itu? Apakah karena mereka berdua punya ketampanan yang serupa?' Apakah teman-temannya akan berpikir seperti itu? Kagome tidak peduli dengan pertanyaan pertama, itu pun bila pada akhirnya mereka pertanyakan.

Sudah jelas, yang akan setengah ia mati ia sangkal adalah pertanyaan kedua.

Tidak. Sama sekali tidak. Walau mereka sama-sama sering menyembunyikan afeksi, rupa keduanya yang selaras, surai silver yang indah dan permata keemasan yang membawa prahara, Kagome yakin. Ia teramat sangat yakin. Perangai keduanya jauh berbeda, ia tidak melihat Inuyasha di diri Sesshoumaru. Bagaimana mungkin ia bisa menyamakan keduanya?

Napas Kagome tertahan mendadak, matanya membelalak sekejap sebelum ekspresi wajahnya berubah sedih. Jalan pikirannya yang beranjak jauh hanya membawanya pada rasa bersalah pada sahabatnya, Inuyasha. Sekarang ia bisa mengerti perasaan teman hanyou tersayangnya itu. Dulu ia pernah mempunyai pikiran buruk seperti itu, Inuyasha hanya bersikap baik padanya karena melihat kesamaan rupa dengan Kikyo. Dan kini, ia merasa menyesal.

Kagome tenggelam dalam renungan, tapi faktanya ia masih menatap sang inu youkai. Jalan pikirannya terputus ketika dengan telapak jari Sesshoumaru mengusir helaian rambut yang entah bagaimana terselip di sudut mulutnya. Pria itu menatapnya dengan kelopak mata yang hanya setengah terangkat, bukan pandangan kantuk, ada seberkas gairah yang terbersit disana.

Secara mudah Kagome tertarik, perlahan tenggelam pada sorot mata itu, seluruh dunia menjadi buram, pusat perhatiannya hanya tertuju pada Sesshoumaru.

Mantra. Itu satu-satunya penjelasan yang logis atas apa yang terjadi pada dirinya tiap kali menatap amber itu. Seringkali Kagome mendapati dirinya terhipnotis. Dengan mudah ia menjadi seorang hamba yang tak ada pilihan lain selain rela.

Sesshoumaru sangatlah berbahaya.

Kagome mengalihkan pandangan, otaknya berputar, mencari topik yang tepat untuk dijadikan pengalih perhatian, dan pertanyaan yang hampir sepanjang sore memenuhi otaknya kembali terangkat. "Mengapa tadi siang kau pergi secara tiba-tiba?" Tangan Sesshoumaru sudah kembali ke sisi tubuhnya, untuk sesaat ia menimbang-nimbang tentang apa yang akan ia katakan. Belum sempat ia menjelaskan, Kagome sudah menyambung kalimatnya. "Kau membuatku khawatir. Bisakah kau tidak melakukan itu lagi?"

Iris biru kelabu menatap lekat, emas itu balik menatap dalam-dalam. "Aku tidak akan memintamu membuat janji yang tidak bisa kau tepati tapi, setidaknya, jangan pergi tanpa memberitahuku. Aku butuh tahu bahwa kau pergi bukan karena marah kepadaku." Cara Kagome berbicara takut-takut, persis seperti anak kecil yang meminta untuk dibelikan mainan mahal.

Terjadi jeda yang cukup panjang di antara keduanya.

Bayangan kala puncak hari di tepi pantai kembali terulang di kepala sang Sesshoumaru. Wajah Kagome yang hampir selalu berbinar dengan semangat semakin menarik tatkala dibingkai oleh mahkota basah yang masih meneteskan air laut. Cantik. Perhatian Sesshoumaru turun ke bawah, kaki jenjangnya dihiasi ratusan bulir air. Terlalu banyak kulit yang terekspos. Melihat miko itu tak mengenakan alas kaki sudah menggiringnya ke ranah pikiran yang jarang ia jamah.

Ketika Kagome duduk di sampingnya dan sibuk mengeringkan rambut, titik fokus Sesshoumaru teralih ke pakaian basah yang melekat di beberapa bagian tubuh gadis itu. Kain basah yang menempel, tentu saja memperjelas lekuk yang ada di tubuh mungil itu. Warna putih membuat pakaian itu menjadi transparan sehingga, bahan aneh yang terlindung di balik kaos itu terlihat. Bahan berenda berwarna merah muda di dada gadis itu mengalihkan perhatiannya ke lekuk indah yang terguncang oleh gerakan yang dilakukan Kagome, Kagomenya.

Imajinasinya tak lagi terkekang. Tak ada kata terlintas. Benaknya pun kehabisan kata-kata. Sisi buasnya mulai mengerang. Sifat posesif dirinya butuh untuk melindungi calon pasangannya dari mata semua laki-laki yang ada di pantai, bahkan dari Jaken dan kitsune kecil itu. Butuh seluruh usaha keras untuk membangun niat dan sekuat tenaga bagi seorang Sesshoumaru untuk tidak menerkam gadis itu dan menandainya sebagai miliknya saat itu dan di tempat itu juga.

Tapi ia tidak dapat bertindak sesuai kemauannya, yang diidamkan belum juga memberikan sinyal penerimaan sepenuhnya. Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu. Oleh karena itu, ia memilih untuk pergi dan menenangkan diri.

"Tingkah lakumu tadi siang membuat Sesshoumaru ini ingin membunuh seseorang," ucap pria itu pada akhirnya.

Tadi siang? "Apa yang ku-" sanggahannya kembali teredam, pria itu sudah kembali berbicara.

"Kau memberikan pertunjukan yang membuat pikiran para pejantan bergerak liar, dan kau membiarkan Inuyasha menyentuhmu."

Mengacuhkan yang pertama, ia membela diri untuk tuduhan yang kedua. "Dia sahabatku!" Nadanya menantang.

Intonasinya masih tanpa emosi, tapi anehnya, nagi Kagome, suaranya saat itu terdengar sedikit mengerikan, "Sesshoumaru ini tidak berbagi."

Gadis itu tergelak dan membalas, "Dan Kagome ini bukan makanan."

Harga diri Sesshoumaru sedikit terluka, jarang sekali ia menempatkan makhluk lain menjadi prioritas utamanya. Dan, dengan mengutarakan keinginan terdalamnya seperti kemarin malam, ia berada di posisi yang sangat rentan. Menunggu jawaban dari Kagome membuatnya lemah, sepenuhnya ia berada di dalam genggaman gadis aneh itu.

Keseriusan Sesshoumaru terdengar mematikan ketika tangannya menangkup kepala bagian belakang dan merebut perhatian gadis itu. Tawa Kagome mati seketika itu juga. Sesshoumaru berhenti sebentar untuk menikmati ekspresi sang miko yang sedikit terkejut, lalu ia berkata. "Apa yang kau katakan pada wanita itu benar, jika aku benar-benar berkehendak, Inuyasha pasti sudah mati sejak dulu. Dan yang kau lakukan siang tadi membuat Sesshoumaru ini bersungguh-sungguh ingin membunuh Inuyasha untuk pertama kalinya."

"Kau ..., cemburu?" Tanyanya tersendat.

Tidak menjawab, Sesshoumaru malah melepaskan tangannya dari kepala sang miko.

Dadanya dialiri perasaan yang hangat. Meski apa yang Sesshoumaru utarakan tentang keinginan membunuh adiknya sendiri terkesan menakutkan tapi, bagi Kagome, itu terasa manis dan menyanjung di saat yang sama. Setelah rasa telah terungkapkan, Sesshoumaru selalu berhasil membuat kepalanya sejajar dengan awan walau sepasang kakinya menjejak tanah. Sebab itulah ia merasa harus menunjukkan isi hatinya. "Sejujurnya, aku juga merasa seperti itu, ketika mendengar Sara mengutarakan perasaannya kepadamu. Aku merasa tidak nyaman ..., aku cemburu."

Tidak ada respons dari pria itu. Sesshoumaru tidak menganggap itu sebagai perkara ringan. Pertanda buruk.

Pada akhirnya ...

"Gomenasai," pinta gadis itu tulus.

Masih sunyi.

Setelah mengingat-ingat dan mengumpulkan keberanian diri, Kagome menggeser duduknya sedikit menyamping agar dia dapat menghadap sang youkai tercinta.

Awalnya ia mendekatkan wajah dengan ragu, tapi saat ujung hidungnya menelusuri rahang pria itu, semua pikiran dan keraguan tertinggalkan. Ia bergerak sedikit terburu-buru ke leher Sesshoumaru namun saat berada di sana, ia membelai halus dengan pola yang sama, naik dan turun. Kagome mengakhirinya dengan menempelkan bibirnya di bagian bawah telinga Sesshoumaru. Rasa terima kasih dan permohonan maaf dalam bahasa primal para inu telah tersampaikan. Saat Kagome menarik diri, sebuah geraman dari dalam dada pria itu terdengar.

Satu-satunya tangan milik Sesshoumaru mencegahnya mundur lebih jauh lagi. Kedua matanya otomatis terpejam saat pria itu mengecup lembut bibirnya. Madu. Hanya butuh beberapa detik untuk kecupan polos itu berubah menjadi ciuman yang bergelora. Panas. Bibir Sesshoumaru mulai mendesak, dan dengan sukarela Kagome menenggelamkan diri dalam bahaya yang ditebar oleh pria itu. Gadis itu membuka mulutnya, mempersilahkan pria itu mengklaim gua hangatnya sebagai wilayah kekuasaan. Api.

Lengan pria itu lebih erat lagi mendekap tubuhnya, tak ada jarak, mereka saling menghimpit. Sesshoumaru sangat mengagumi bagaimana lekuk feminin gadis itu melengkapi kontur tubuhnya. Tanpa armor yang menghalangi dan hanya dibatasi oleh pakaian tipis yang dikenakan, tidak sulit bagi mereka dilamun suasana yang penuh romansa. Sesshoumaru dan Kagome berbagi kehangatan. Detak jantung Kagome yang bertalu dengan kuat seakan beresonansi dengan milik sang Daiyoukai.

Kehendak sang youkai dan sang miko berkelindan. Pertautan bibir semakin dalam, lidah mereka ikut berjibaku. Tangan kanan Sesshoumaru yang menopang semakin menekan kepala gadis itu. Satu tangan Kagome merenggut kasar surai silver itu, sedangkan satu tangan yang lain membelai kulit kepala pria itu ketika Sesshoumaru menggigit bibir bagian bawah gadis itu sedikit kuat.

Keduanya tenggelam oleh perasaan teramat dalam yang terkandung disetiap sentuhan dan belaian.

Beberapa menit berlalu, Sesshoumaru berhasil mengekang sisi buasnya dan menguasai kendali dirinya. Mereka berpisah dengan napas yang terengah-engah. Tatapan yang mereka tukar penuh dengan hasrat yang meluap.

Setelah adrenalin mereda, Sesshoumaru berucap, "Kau tidak perlu meminta maaf, Kagome."

Senyum menari di wajah gadis itu, matanya seakan tertawa kala ia berkata dengan malu-malu, "Aku merasa sudah seharusnya aku meminta maaf padamu, kekasihku."

"Kekasih ... " Inu youkai itu menggemakan kata itu secara perlahan, seakan meresapi makna yang terkandung di dalamnya. "Sesshoumaru ini lebih suka menyebutmu sebagai calon pasangan."

Senyum tak lepas dari wajah Kagome, penekanan berlebih ia berikan di kata terakhir, "Untuk saat ini aku sudah sangat bahagia menyebutmu sebagai kekasih." Gadis itu mengambil jeda sejenak. "Tapi, saat Naraku terkalahkan nanti ... "

Ribuan bimbang terlupakan.

Ketetapan hati telah dikukuhkan.

Apapun yang masa depan bawa, ia telah siap.

Suara halus Kagome penuh keyakinan ketika melisankan penerimaan atas apa yang Sesshoumaru utarakan di malam sebelumnya. "Menjadi pasanganmu adalah sebuah anugerah bagiku, Sesshoumaru."

~Tsudzuku~

Minna saiko arigatou utk semua yang udah vomment and added this story to ur reading list.

Maaf bgt kalo ga sesuai janji tapi, rasanya ga mungkin untuk mindahin semua bab Paramour tanpa di revisi terlebih dahulu (sedangkan waktu utk merevisinya itu yg langka bgt).

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top