PART 19 (21+)
Ini singkat banget, nggak nyampe 2k words
PART 19
_Jati_
"Gara-gara kamu kan, aku jadi harus mandi lagi?" kata Yasmin sambil menunjukkan ekspresi wajah pura-pura marah.
"Air banyak kan di kamar mandi? Apa mau ditemani?"
Yasmin tidak menjawab, tapi tangannya malah mencubit perut Jati. Wajahnya kini dihiasi senyum malu tapi tidak menghentikannya untuk mendekatkan tubuh, mengeratkan pelukan.
"Kalau bareng, pasti bakalan lama."
"Kalau hanya mandi, sepuluh menit juga selesai."
"Kalau hanya mandi," kata Yasmin. "Tapi kalau selingannya banyak kan sejam juga belum tentu selesai."
Jati tidak bisa mengira-ngira. Selama ini mereka tidak pernah berada di dalam kamar mandi di waktu yang bersamaan. Yasmin tidak pernah meminta, begitupun dirinya yang tidak pernah menawarkan diri.
"Coba saja kalau gitu."
Jati menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh mereka lalu terbangun lebih dulu. Yasmin menyambut uluran tangannya, kemudian mengikutinya turun dari tempat tidur.
"Seriusan ini?" Yasmin masih bertanya padahal kini mereka sudah sama-sama berada di dalam kamar mandi. Jati kembali dengan membawa handuk mereka masing-masing.
"Saya juga mau mandi, jadi mungkin sebaiknya sekalian saja." Jati menutup pintu di belakangnya, membimbing Yasmin mengiringi langkahnya menuju shower area. "Shower saja nggak pa-pa?"
Yasmin mengangguk pelan.
Jati mulai memutar keran shower, berdiri menerima guyuran air hangat yang semakin lama semakin membasahi tubuhnya. Sementara di depannya, Yasmin masih menjaga jarak dengannya. Jati tersenyum kepada Yasmin.
"Sejak kapan kamu jadi canggung sama saya?"
"Nggak canggung sih. Aku cuma lagi nontonin kamu mandi."
Yasmin akhirnya bergabung dengannya. Menggosok tubuhnya yang begitu mulus dengan busa sabun. Kedua matanya melebar ketika Jati membantu menyabuni tubuhnya. Tidak berapa lama, mereka kini saling membantu menyabuni tubuh masing-masing.
"Aku jadi wangi kayak kamu," Yasmin tersenyum. Wajahnya dihiasi keterkejutan ketika Jati memeluk pinggangnya, menempelkan tubuh mereka yang masih licin oleh sabun. Jati mulai menciumi Yasmin sambil menikmati guyuran air hangat. Istrinya yang kini sudah tidak lagi malu-malu itu, mengakomodasi gerakan mulutnya dengan sangat baik.
He loves her. No denial anymore.
"Yas."
"Hmm?"
"Kamu cantik."
"Kamu juga tampan."
"Saya sayang sama kamu."
Yasmin mengangguk kecil sebelum kembali pasrah dalam jangkauannya. "Aku juga sayang sama kamu."
Mereka berpindah ke depan cermin masih sambil berciuman. Jati kemudian mendudukkan Yasmin di atas meja toilet, melebarkan kedua paha Yasmin lalu perlahan menariknya ke atas hingga kedua kaki Yasmin tertekuk sekaligus melebar. Yasmin menumpukan kedua tangan di pinggir meja toilet sambil menatap Jati penuh tanda tanya.
"Mau ngapain, Kak?"
Jati tidak menjawab. Dia hanya mengusap bibir Yasmin. "Mouth. My mouth."
"Oh." Yasmin seolah tersadar, bahkan kini terlihat panik. "Apa???"
"Apa perlu dijelasin lebih spesifik?" Jati ikut menopangkan kedua lengannya di dekat tangan Yasmin. "Boleh?"
Yasmin terdiam, mencoba fokus menatap kedua matanya.
"Kok tiba-tiba banget?" tanya Yasmin kemudian.
"Tapi boleh?"
"Boleh aja sih. Tapi...," Yasmin menarik napas dalam-dalam. Menggigit bibir bawahnya, yang di mata Jati terlihat sangat sensual. Wajah innocent-nya menambahkan pesona kecantikan Yasmin. "Aku takut aja bisa pingsan mendadak."
Jati menyentuhkan telunjuknya di bawah pusar Yasmin, menuruninya hingga berhenti di bagian yang menjadi fokus perhatiannya. Yasmin mungkin tidak akan pingsan, tetapi Yasmin kemungkinan akan dibuat kewalahan karenanya. Jati selalu menyukai setiap respon Yasmin setiap Jati menyentuhnya. Yasmin tidak pernah malu mengakui "kekalahannya" dan pengendalian diri Yasmin yang selalu lenyap saat Jati mulai mengeksplorasi tubuhnya.
"I'll do it gently."
"Okay. You can start it, then."
Tidak perlu menunggu lama bagi Yasmin untuk merespon sentuhannya kali ini. Suara lirih, desahan dengan napas memburu terdengar silih berganti mengisi keheningan yang sempat tercipta sebelum Jati memulai eksplorasinya. Jati menyadari apa yang dilakukannya saat ini seakan membuka seluruh sekat yang menutupi perasaannya. Mereka semakin dekat setiap harinya tanpa halangan dan rintangan apapun.
Demi apapun, dia sangat menyayangi Yasmin.
Sejak intensitas hubungan intim mereka meningkat, satu hal ini membuatnya penasaran. Sesuatu yang mungkin akan berbeda efeknya. Dan dia tidak akan melakukan tindakan apapun ke tubuh Yasmin tanpa meminta ijin. Sebab bagaimanapun juga, dia harus memastikan segala sesuatunya berjalan nyaman. Kenyamanan Yasmin adalah concern utama di setiap interaksi mereka. Dan hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Ketika Jati selesai, dia mendapati Yasmin tengah mengatur napasnya yang terengah-engah. Sepertinya apa yang terjadi dalam waktu yang cukup panjang, sangat menyita energinya. Jati beranjak untuk berkumur-kumur dengan mouthwash sebelum kembali menghadapi Yasmin.
Diusapnya bulir-bulir keringat di dahi dan pelipis Yasmin.
"Maaf sudah membuat kamu kewalahan," canda Jati setelah Yasmin mulai bernapas normal.
Tapi rasanya Jati masih ingin menggoda Yasmin. Kali ini dengan mengulum kedua ujung benda kenyal milik Yasmin yang menggantung indah, secara bergantian. Dan sesekali menggigitinya pelan-pelan. Aktivitas ini ternyata juga tidak kalah menyenangkan.
***
_Yasmin_
Sejak berangkat dari rumah, Yasmin terus memerhatikan Jati. Bagaimana laki-laki itu selalu melakukan hal-hal yang mencuri perhatian dan tentu saja semakin menambah cepat denyut jantungnya. Yasmin memang seringkali membuat Jati kehilangan kata-kata dengan ucapannya, tetapi Jati yang justru selalu membuatnya tidak bisa berkata-kata dengan tindakannya. Yasmin menikmati setiap kebersamaan mereka tanpa ingin protes apa-apa lagi. Karena yang diinginkannya hanya menghabiskan waktu bersama Jati, bermanja-manja dan dimanjakan olehnya.
"Udah siap berangkat?"
Kedatangan Jati yang langsung duduk di sampingnya lalu menutup pintu, membuat Yasmin terkejut.
"Kak Jati bikin kaget aja deh."
Jati mengabaikan keterkejutan Yasmin. "Siapa suruh melamun."
"Aku nggak melamun."
Iya, nggak melamun. Hanya mengkhayal.
Tadinya Yasmin menunggu Jati di dalam mobil karena Jati harus memeriksa kondisi rumah dan sekitarnya. Memastikan rumah dalam keadaan aman sebelum ditinggalkan.Padahal ada Nena di sana, tapi rupanya Jati lebih memilih memeriksanya sendiri. Butuh waktu yang agak lama sampai Jati selesai dan kini duduk bersamanya di dalam mobil.
"Udah lama nunggunya?"
"Lumayan. Meriksa apa sih, lama bener?" Yasmin mengikuti Jati memasang seatbelt. Mungkin karena Yasmin selalu menunggu Jati memasang seatbelt lebih dulu, kebiasaan itu terbawa sampai sekarang.
Jati mulanya hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban. Baru setelah mobil berada di jalan, Jati menjelaskan kalau tadi, selain memeriksa sekeliling rumah, dia pun menyempatkan masuk ke ruang kerja. Memeriksa laptop lalu menyimpannya di dalam lemari, berikut gadget lain yang juga diletakkan di tempat yang aman.
Hari itu, Jati mengenakan kaus polo dan jins abu-abu, terlihat kasual seperti biasa. Dan tentu saja selalu tampan. Sweatshirt polos warna navy yang disiapkannya untuk Jati, tidak jadi dipakai dan hanya dititipkan kepada Yasmin yang kemudian diletakkan di pangkuan Yasmin.
Dalam hal berpakaian, pilihannya tergolong aman. Jati lebih sering mengenakan kaus atau kemeja saat bekerja. Ketika berada di rumah, pilihannya hanya kaus, sesekali kemeja. Warna-warna yang dipilih pun warna netral seperti hitam, navy, putih hingga abu-abu. Warna-warna lain seperti merah dan hijau, hanya sebagai pelengkap saja.
Sekali-kali, Yasmin ingin melihat Jati memakai pakaian pink, biar serasi dengannya, di hari kasih sayang, misalnya.
"Kamu bilang, teman-teman kamu ngajak kamu liburan."
"Aku belum iyain. Masih mikir-mikir dulu. Abis katanya sekitar semingguan. Aku mana bisa ninggalin Kak Jati selama itu."
"Pergi saja."
"Nggak mau ah. Kecuali Kak Jati ikut."
"Libur akhir tahun mungkin bisa. Tapi, akhir tahun saya biasanya liburan bareng orangtua."
"Aku juga gitu."
"Teman-teman kamu, sepertinya waktunya lebih fleksibel."
"Sama kayak aku juga, Kak. Kerjaan nggak mengikat, bisa ditinggal-tinggal. Ana sama Rafael punya bisnis sendiri, kebanyakan main saham aja. Bian mungkin yang sedikit lebih terikat karena kerja di anak perusahaan papanya. Dulu sih, kami sering liburan bareng. Tapi setelah udah sama-sama dewasa, udah mulai jarang. Makanya kami lebih senang janjian ketemuan untuk nongkrong."
Setiap liburan, Yasmin tidak pernah sendiri. Selalu saja ada teman seperjalanan yang menemani, minimal satu orang. Yasmin paling senang jika bisa beramai-ramai bepergian bersama keluarga dan teman-teman. Soal tempat tidak menjadi masalah. Tergantung kesepakatan saja. Soal budget, apalagi. Yasmin tidak pernah merisaukan soal itu. Satu hal yang membuatnya bersyukur terlahir dari keluarga mapan, atau istilah orang-orang, kaya sejak lahir. Dia bisa memiliki segala sesuatu yang tidak dimiliki semua orang. Kesempatan maupun peluang datang kepadanya tanpa perlu dicari.
Yasmin teringat ketika suatu saat dia iseng membaca komentar-komentar yang memenuhi postingan liburan seorang influencer di mana mereka saling follow di Instagram. Influencer tersebut terkenal karena postingan mewah, liburan, barang-barang branded. Semacam itu. Beberapa komentar mengeluhkan tentang harga tiket yang katanya promo tapi tetap saja tidak terjangkau di kantong mereka. Even itu hanya beberapa juta, yang buatnya nyaris tidak ada artinya. Tapi bagi orang lain ternyata sangat berarti. Rasa empatinya terusik. Sehingga Yasmin berusaha untuk tidak memposting sesuatu yang menonjolkan kemewahan. Kalaupun ada foto liburan, jumlahnya tidak banyak. Dan sama sekali tidak menekankan kepada kemewahan atau bermaksud pamer. Karena niatnya hanya berbagi kebahagiaan, tidak lebih. Foto outfit keseharian bahkan hanya tiga di antara ratusan postingan yang mayoritas berisi gambar-gambar arsitektur.
Yasmin tidak ingin postingannya sampai mengundang komentar tidak menyenangkan. Karena bisa jadi akan membuatnya kepikiran berhari-hari. Mentalnya tidak siap menerima hujatan. Beruntung, sejauh ini, komentar yang menghiasi postingan Instagramnya selalu bernada positif. Sesekali ada akun yang mampir untuk beriklan sampai membuat spam, dibiarkannya saja. Asalkan semua orang senang, maka dia pun merasa ikut senang.
"Mau mendengarkan sesuatu, Yas?" tanya Jati ketika mendapatinya diam setelah topik obrolan mereka berakhir.
"Aku ada playlist lagu. Playlist aku aja." Yasmin mengambil ponsel. Dia khawatir Jati memutarkan podcast untuk mereka. Bukan berarti Yasmin benci podcast, tapi buat jaga-jaga saja siapa tahu playlist podcast berisi petuah, diputarkan Jati untuk mereka. Yasmin baru tahu kalau selera musik Jati cukup payah. Baguslah, biar suaminya itu tidak terlihat terlalu sempurna. Paling tidak, dia lemah di selera musik.
"Saya juga ada."
"Some classic stuff ya kan? Atau podcast tentang kehidupan dan kematian?"
Jati tertawa karena Yasmin meledeknya. "Bukan. Isinya The Beatles sama lagu John Mayer. Yang kemarin itu masih ada juga sebenarnya, nggak dihapus. Apa ada yang salah dengan selera saya?"
"Nggak ada yang salah sih, Kak. Hanya nggak masuk aja di seleraku." Yasmin kemudian melanjutkan. "Dan gimana Kak Jati kepikiran nyimpen podcast tentang surga neraka yang backsound-nya seperti itu? Serem banget tau nggak. Berasa nonton sinetron Azab. Aku nggak pernah nonton sih, cuma sempat lihat di Twitter."
"Honestly, that's only for fun."
Yasmin mengerutkan kening.
Hmm ternyata laki-laki seperti Kak Jati bisa jadi aneh juga.
Sebab, mana ada sih orang menyelipkan sesuatu di playlist buat iseng doang? Buat orang seperti Jati yang cool dan kaku, apa iya bisa begitu?
Playlist itu ibarat sesuatu hal yang bisa menggambarkan kepribadian si pemilik. Jenis lagu apa yang disukai dan disimpan, itu sesuai selera. Dan selera selalu dekat dengan kepribadian. Boleh jadi ada sisi random juga dalam diri Jati. Yasmin tidak tahu apakah dia harus menangis atau tertawa akan kenyataan itu.
Love on The Weekend mengalun beberapa saat kemudian setelah Yasmin menghubungkan ponselnya dengan stereo mobil. Lagu yang sangat cocok didengarkan di perjalanan.
Pilihannya mendengarkan lagu-lagu John Mayer memang tidak pernah salah.
Mobil terus melaju melalui ruas jalan tol ke arah Bogor. Untuk efisiensi waktu, melewati tol adalah pilihan tepat, entah itu saat weekdays atau weekend.
Perjalanan yang menyenangkan.
Yasmin benar-benar sudah tidak sabar untuk sampai di sana.
***
Mestinya setiap part aku kasih rate 21+ :D :D
Kalo dikasih cabe 1 sampai 5, ini bakal kalian kasih berapa cabe?
Seriously, aku pengen pensiun aja deh nulis adegan-adegan seperti ini :D bikin pikiranku juga ikutan nganu ya kan?
Jangan sungkan ya kasih tau aku kalo pas baca ini kalian merasa nggak nyaman. I considered to delete all the sex scenes misal kalo mau dibuat e-book :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top