PART 14


      PART 14

_Jati_

Are you okay, Yasmin?

Di sela-sela mendengarkan cerita Eliza yang seolah tiada habisnya, Jati sesekali memerhatikan Yasmin yang lebih banyak diam daripada ikut bergabung dalam obrolan. Jati harus membagi fokus perhatiannya pada apa yang sedang dia makan, topik obrolan mereka, dan Yasmin. Sejauh ini, ketiga aktivitas tersebut masih mampu dilakukannya secara bersamaan dengan baik. Perutnya sedikit demi sedikit terisi aneka pilihan menu buffet Gyukaku. Eliza masih membahas tentang teman-teman SMA mereka. Lalu Yasmin...

Yasmin masih sibuk dengan lamunannya sendiri.

Bukan salah Yasmin tidak berinteraksi banyak dengan Eliza. Yasmin tidak mengenal Eliza seakrab dirinya, jadi akan cukup sulit bagi Yasmin untuk berkomunikasi. Bukan salah Eliza juga berada di sana di antara mereka. Pertemuan dengan teman lama secara tidak sengaja adalah hal biasa. Mungkin hanya suasananya saja yang kurang mendukung.

Suasana hati Yasmin, yang dia maksud.

Kedua mata Yasmin membulat ketika Jati meletakkan lagi beberapa lembar wagyu panggang di atas piringnya. Tidak hanya itu, karena sekarang Jati menambahkan isian mangkuk yang dipakai menyantap shabu-shabu.

Yasmin menyipitkan mata, sangat kontras dengan pergerakan matanya sebelumnya.

"Nah, ini sekalian aja aku kasih kartu namaku." Eliza memastikan semua orang telah selesai makan sebelum menawarkan kartu nama kepada Yasmin dan dirinya. "Siapa tau Yasmin atau mungkin lo butuh parfum, aromaterapi, minuman herbal, bisa langsung belanja aja di sana. Ini nggak maksa harus belanja, lho. Yah namanya juga promosi. Nawarin siapa aja yang kebetulan ketemu. Ada alamat toko offline-nya juga di situ."

"Oke, nanti kalau ada kesempatan gue mampir ke toko lo."

"Kabarin aja ya? Siapa tau gue lagi nggak ada di toko. Ada sih yang jagain, gue juga sering di sana. Cuma kan nggak tau kalau tiba-tiba ada acara lain."

Eliza mengucapkan terima kasih sebelum meninggalkan mereka berdua. Masih ada kebutuhan yang ingin dibelinya. Eliza khawatir sampai lupa mau membeli apalagi karena kebanyakan mengobrol bersama mereka.

"Kamu makan lagi. Dagingnya masih banyak."

"Siapa suruh mesennya banyak banget. Ini juga udah kenyang banget," gerutu Yasmin. Bibir mungilnya menyeruput pelan-pelan kuah shabu-shabu yang masih hangat.

"Sambil ngobrol biar nggak kerasa tau-tau makanannya habis." Jati menggeleng-geleng heran melihat Yasmin mengembalikan daging wagyu ke piringnya yang sudah kosong. Tanpa menunggu, Jati langsung memakan potongan daging yang masih terasa sangat juicy. Yasmin mencomot potongan kecil saikoro dari panggangan dan mencelupkan ke saus.

"Ngelamunin apa barusan?" tanya Jati.

"Kapan aku ngelamun?"

"I stare at you for around an hour." Jati meletakkan tangan dalam posisi dikepal di depan mulutnya untuk meredam suara sendawa.

"Perhatian banget. Sampai tahu istrinya lagi ngelamun."

"Saya bakal merasa bersalah nggak merhatiin kamu di saat seperti ini. Keasyikan ngobrol sama teman nggak akan bikin saya melupakan keberadaan kamu di sini. Mau ngajakin kamu ngobrol, nggak tau topik apa yang juga bisa nyambung sama Eliza." Jati merasa harus menjelaskan sebelum Yasmin salah paham dan mengira Jati tidak mengacuhkannya sejak tadi.

"Nggak perlu dibahas lagi kalo gitu. Aku baik-baik aja kok." Yasmin nampaknya memang tidak ingin membahas keadaan awkward tadi berlama-lama. Sekarang, Yasmin meminum ocha dingin sampai tandas.

Jati merapikan peralatan makan, menumpuk dan menyatukannya di satu titik. Begitupun Yasmin. Panggangan sudah kosong, tetapi masih ada beberapa piring yang masih berisi daging dan pelengkap yang masih mentah. Jati hanya berharap, bahan-bahan makanan tersebut tidak berakhir di tempat sampah, entah bagaimana pihak restoran akan memanfaatkannya.

"Sehabis dari sini, masih mau belanja?" Jati meletakkan sejumlah uang untuk membayar bill.

"Nggak usah deh. Langsung pulang aja." Yasmin menyandangkan tali selempang di bahu kanan.

"Tas barunya kapan dipakai?" tanya Jati lagi. Barang belanjaan mereka sebelumnya sudah masuk bagasi jadi mereka bisa berjalan santai sehabis makan.

Ngomong-ngomong soal tas yang tempo hari dibelikan Jati untuk Yasmin, Yasmin menyukainya. Dan lebih untungnya lagi, Yasmin belum punya jenis tas Coach edisi Disney. Sewaktu koleksi Coach edisi Disney launching bersamaan saat itu juga, Yasmin membeli sepatu dan tas Dior. Masih ditambah dua tas Kate Spade dan gelang Cartier. And she said, puasa haul dulu. Menunggu beberapa bulan kemudian.

"Soon. Pasti dipake kok."

Yasmin merapatkan tubuh kepadanya untuk menerima uluran tangannya. Berjalan sambil bergandengan tangan bukan kebiasaan mereka, tapi Jati yakin saat itu Yasmin membutuhkannya untuk mengembalikan suasana hati. Terbukti, Yasmin sudah tersenyum ceria, tidak pernah melepaskan genggaman sampai mereka tiba di dekat mobil.

Jati menggunakan tangan yang bebas untuk merogoh saku. Terdengar suara sensor dan saat pintu dalam posisi unlocked, sesuatu menyentuh pipinya. Yasmin tertawa kecil setelah kembali mencuri ciuman kilat di bibirnya. Yasmin kemudian berjalan memutar untuk membuka pintu penumpang di samping kemudi.

"Oh ya, Kak. Sabtu malam nanti ada undangan resepsi di Mulia. Anterin ya?"

"Anterin aja, semacam saya nunggu di mobil?"

"Nggaklah. Di undangannya kan tertulis nama kamu dan nyonya. Prioritasnya kan Kak Jati?" Yasmin melanjutkan. "Ada teman SMA yang nikah. Waktu dia mau ngundang, aku kirim aja nama Kak Jati biar ngundangnya sekalian."

"Teman SMA yang mana lagi?"

"Teman sekelas." Yasmin kembali bertanya. "Gimana? Tadi belum dijawab, mau atau nggak."

"Sepertinya ada undangan lain di hari yang sama."

"Acara siang, Kak. Relasi papa Ricky." Yasmin menyebutkan nama ayah Jati.

"Kalau gitu, barter aja. Kamu nemenin saya di acara akad siang, saya nemenin kamu di resepsi malam harinya. Deal?"

Yasmin langsung mengiyakan. "Deal."

***

Yasmin menggelung rambut yang tadi disanggul sederhana. Pakaian kebayanya telah berganti silk dress yang ujungnya jatuh di atas lutut. Sabtu malam, biasanya Nena pulang ke rumahnya dan baru akan kembali pada hari Minggu pagi.

Waktunya melakukan eksplorasi versinya.

Kini Yasmin sudah duduk bersama Jati di ruang TV.

Duduk di atas pangkuan Jati, berpegangan pada salah satu bahu Jati dan menunduk untuk mencium laki-laki yang dicintainya itu.

"Katanya mau nonton," ucap Jati sambil melingkarkan lengan di pinggang Yasmin. Menahan posisi tubuhnya supaya seimbang.

"Nonton kan bisa kapan-kapan?" balas Yasmin, mencari-cari angle yang pas untuk mengeksplorasi bibir Jati.

She just can't stop to kiss him.

"Sayang," panggil Yasmin. Kali ini dia sudah turun dari pangkuan Jati.

"Hmm," gumam Jati sebagai balasan.

"Geli," lirih suara Yasmin, merasakan kecupan-kecupan kecil di tengkuknya.

"Wanginya enak."

Jati sudah beberapa langkah lebih maju saat mereka sedang bermesraan. Meskipun Yasmin yang selalu memulai, tetapi peran Jati sudah jauh lebih signifikan. Jati tidak lagi sungkan membalas sentuhan Yasmin. Setiap sentuhan yang diterimanya akan dibalas dengan perlakuan romantis penuh kelembutan. Jati selalu menyentuhnya dengan penuh kelembutan, dan hal itu sangat disyukuri oleh Yasmin.

"Kamu juga wanginya enak."

Yasmin balas mengendus tengkuk Jati yang menguarkan aroma Tom Ford. Wangi maskulin yang khas. Terselip aroma body wash yang malah menimbulkan kombinasi aroma unik.

Tapi sejujurnya, di antara kedua aroma tersebut, Yasmin paling memfavoritkan aroma body wash milik Jati. Rasanya pengen diselimuti tiap hari dengan wewangian yang sudah sangat familiar di hidungnya. Yasmin belum pernah mencoba memakai sabun milik Jati saat sedang mandi. Tapi kalau sudah kecanduan begini, sepertinya dia akan mencoba bereksperimen suatu saat nanti.

"Kak, baring dong."

"Mau ngapain?"

"Ada deh." Yasmin mengerlingkan mata.

Jati mengubah posisi duduknya yang semula duduk bersandar pada sandaran sofa hingga kini berbaring di atas sofa dengan kepala beristirahat pada salah satu pegangan sofa.

Yasmin menaikkan ujung kaus tidur yang dikenakan Jati, menyingkapnya sampai memperlihatkan permukaan perutnya yang rata. Yasmin memundurkan tubuhnya untuk mengecup permukaan kulit perut Jati. Pelan-pelan sampai menemukan dada Jati yang cukup bidang.

Yasmin menggoda Jati dengan menyentuhkan telunjuknya ke sekitar dada dengan gerakan melingkar.

"Wanna play a game with me?"

"Harus tau dulu mau main game apa." Jati memastikan.

"Truth or dare." Yasmin menerangkan. "Setiap aku nanya satu pertanyaan, Kak Jati harus jawab."

"Kalau nggak?"

"Kalau nggak, berarti aku boleh ngelakuin apa aja ke tubuh Kak Jati."

"Sepertinya sebentar lagi kamu bakal menginterogasi saya." Jati mengerutkan kening. "Kamu mau ngapain sama tubuh saya?"

"Bereksplorasi."

"Sepertinya rules-nya perlu diubah. Gimana kalau saya juga nanya pertanyaan ke kamu, dan kalau kamu tidak mau jawab, then...,"

"Deal. Aku setuju. Dan aku yakin kalau aku bakal selalu milih dare."

"I can't beat your smart brain, Lady. Okay, you go first."

Yasmin tersenyum senang.

It's gonna be fun!

***

Part ini masih mentah banget tapi akan segera aku benahi. Cuma, yang di-posting di Wattpad sebatas ini aja biar nggak gimana-gimana banget. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top