PROLOG


Haii..aku coba post di sini ya. mungkin sekitar tiga bab sebelum pindah ke Karyakarsa. Murah kok kalo beli part di sana. Paling sekitar 2.000 sampai 2.500. Dukung nanti ya, biar naskahnya bisa cepat kelar. Thank you.

POV-nya aku pake POV 1 dan POV 3. Hope you like it.


                                                                                                PROLOG

"Pokoknya Anin nggak mau dijodohin sama Bagas!" Suaraku meninggi beberapa oktaf.

"Kenapa? Memangnya Bagas itu kurangnya apa? Bukannya kalian juga udah lama saling kenal?" Ibu lalu menghela napas dalam. "Suara kamu tuh masih kurang kencang, Nin."

Teguran bernada sindiran itu aku abaikan.

Berkali-kali sudah aku tegaskan kepada Ibu dan Bapak kalau aku tidak mau dijodohkan dengan Bagas.

Pernah dengar nggak yang namanya sahabat yang sudah dianggap seperti saudara sendiri?

Yap. Bagas itu sudah kuanggap seperti saudara laki-laki yang tidak pernah kumiliki selama ini. Aku hanya punya seorang adik perempuan bernama Nina yang selama ini menjadi kesayangan Bapak dan Ibu. Yah gimana ya? Aku orangnya suka membangkang, makanya kedua orangtuaku suka kesal kepadaku. Mereka lebih sayang kepada Nina yang bisa dibilang sebagai anak baik-baik dan penurut serta rajin menabung.

"Ibu sama Bapak juga temenan dulu sebelum menikah."

"Ya, bedalah, Bu." Aku kembali dengan membawa segelas sirup jeruk dingin untuk mendinginkan otakku. "Kalau Bapak sama Ibu kan memang udah ada benih-benih cinta. Kalau aku sama Bagas, mm." Aku meneguk isi gelas hingga tersisa setengah. "Aku nggak pernah bayangin jadi istrinya. We are besties, Mommy."

"Sok Inggris kamu, Nin. Kelamaan tinggal di Jakarta jadi begini. Rambut dicat, model pakaian makin seksi. Lihat tuh, celana kamu udah keliatan udel sama pantat. Mana bajunya sobek-sobek gitu. Kamu udah salah gaul di Jakarta."

Aku memang mengenakan kaus putih usang bergambar logo Chanel dan hotpants denim belel, oleh-oleh dari Korea. Bergaya seperti ini aku sudah mirip Jennie Blackpink, meskipun aku tidak bisa memilih siapa biasku di girlgrup super terkenal itu. Rambutku dicat kemerahan di ujung-ujungnya, mengikuti model rambut Jisoo yang tersohor sebagai visual tercantik dalam sejarah Kpop generasi ketiga. Sebenarnya aku juga suka Aespa, girlgroup SM yang baru genap debut setahun tetapi sudah memiliki prestasi yang mencengangkan. Kebayang kan gimana grup semuda itu udah mengoleksi PAK padahal masih terhitung grup baru?

"Astaga, Bu. Ini namanya mode, Bu. Mode. Ibu tau kan Blackpink? Outfit aku ini, inspired by Blackpink."

"Ibu nggak tau dan nggak mau tau." Ibu lalu menggeleng-geleng sekali lagi melihat penampilanku. "Awas saja kalau kamu berani keliling kampung dengan dandanan begitu. Nanti Ibu aduin ke Bapak."

Selalu ya, senjatanya si Ibu. Apa-apa lapor ke Bapak.

Bapak saat ini tidak ada di rumah. Beliau sedang ada pelatihan guru di kota. Tugasnya sebagai pengawas manajerial sekolah membuatnya jauh lebih sibuk dibandingkan ketika masih menjadi guru. Tapi Ibu pasti tidak akan kehabisan ide untuk menghubungi Bapak melalui Whatsapp sampai melakukan video call.

"Itulah kenapa Ibu nggak mau kamu bekerja di Jakarta."

Lalu ceramah ibu kembali berlanjut.

"Aku juga nggak bakal keterima jadi menantu Pak Haji Junet, Bu."

Ibu menarik napas dalam-dalam. "Kamu sengaja kan bersikap seperti ini supaya perjodohan kalian batal?"

"Aku nggak akan cocok dengan keluarganya Bagas, Bu. Mereka tuh keluarga terpandang di kampung. Aku nggak mau diomongin sama orang-orang. Pasti berat jadi menantu keluarga kaya raya juragan tanah. Dikit-dikit jadi bahan cerita. Kemarin aja mereka baru beli mobil Alphard digosipin orang sekampung, iya kan, Bu?"

"Kamu tau dari mana?" tanya Ibu penuh selidik.

***

Daru mengempaskan tubuh lelahnya di sofa. Tangannya memijat-mijat ringan di area antara kedua matanya. Lehernya yang masih terasa kaku juga digerak-gerakkan sampai terasa lebih enakan.

Sejak menyandang gelar spesialis dan bekerja di sebuah rumah sakit swasta, praktis kehidupannya cukup berubah. Daru jadi lebih sibuk, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk menangani pasien.

Tapi besok hari Minggu, dia bisa bersantai. Molor sampai siang.

Belum lama duduk bersantai, ponselnya berdering.

"Hmm, ya?" ternyata Dewi, adiknya yang menelepon.

Dewi mengatakan kalau hari itu Dewi akan ke tempatnya. Sahabatnya, Dira si kembang desa nomor dua, katanya sedang pulang kampung. Dewi jadi tidak punya teman untuk mengobrol. Mereka berdua memang sama-sama tinggal di Jakarta, tetapi berbeda rumah.

"Ke sini saja. Sekalian masakin sama beres-beresin rumah."

"Ih ngapain?" jawab Dewi malas. Adiknya itu memang malas kalau urusan domestik. Gara-gara sudah terbiasa diperlakukan seperti putri. Apalagi sejak tinggal bersama Dira yang rajin masak dan bersih-bersih, Dewi jadi semakin terbiasa malas-malasan.

"Lama-lama teman kamu itu ninggalin kamu karena terlalu malas."

"Nggaklah. Kalau rumah sendiri, aku rajin. Tapi kalau rumah, Mas. Lain soal."

"Ya udah. Ke sini buruan. Nitip makan siang."

"Fast food?"

"Heh!"

Dewi hanya bercanda saat menawarkan fast food karena adiknya itu tahu persis bagaimana gaya hidupnya yang super sehat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #love#rumah