4. Verse [I]

Mengejar ketertinggalan~

Ada yg nungguin lanjutan cerita ini? 😆

Aku perlu mention Mbak idhafebriana90. Pinjem anakmu bentar ya, Mbak. Tak balikin utuh pokoknya. Meski dia sobat ambyar ✌😂

——————

Mas Keanu. Mas Keanu. Mas Keanu.

Seraya menatap langit-langit kamarnya, Dre merapal nama itu tiga kali. Entah kenapa nama itu mendadak bercokol di kepalanya. Sudah larut malam. Dua jam setelah hujan reda dan percakapan di warung bakso usai, tapi mata Dre enggan memejam.

Dia kadang norak soal asmara. Tapi bukan berarti dirinya gagal mengartikan tatapan berbeda yang diberikan Keanu padanya. Atau tidak? Mungkin dia saja yang terlalu percaya diri. Tipikal lelaki seperti Keanu pastilah baik ke semua orang.

Dre menarik selimut, mencoba tidur. Mengusir pikirannya yang melantur ke mana-mana.

Namun, tetap saja gagal. Dre akhirnya menendang selimut. Bangun dari kasur. Meraih jaket di gantungan dekat lemari. Membuka pintu dan mendapati lorong lantai dua sudah sepi. Dia turun lewat tangga. Menuju ke satu-satunya ruko yang masih menyala terang.

"Eh, Dre, tumben jam segini belum tidur?"

"Baru inget kalau kuota habis." Telunjuknya mengarah ke satu titik di atas etalase. "Voucher yang unlimited dong, Mas."

Satu kartu tersodor di hadapannya. Dre menyerahkan uang pas. Sambil sedikit melongok ke kubikel warnet.

"Beneran mau buka 24 jam, Mas?"

"Iya, jaga gantian sama adik gue."

"Jam segini masih ada yang mantengin komputer?"

"Biasa, si Naga, gabut. Kalau udah gitu, suka mendekam di sono sampai pagi."

Alih-alih beranjak pulang, Dre justru duduk di kursi. Mas Sakti melanjutkan kegiatannya membongkar ponsel jadul. Dre tidak bertanya, hanya mengamati dalam diam.

"Kalau mata gue nggak salah lihat, tadi lo pulangnya barengan sama Keanu ya?"

"Nggak sengaja ketemu pas beli bakso tadi. Dia kan nemenin kakaknya di sini. Jadi kebetulan aja, Mas."

"Yah, netijen rusun kecewa. Nggak jadi dapet bahan gosip."

Dre tergelak.

"Adududuh, Ibu Negara Blok A Lantai Dua Unit Nomor Dua." Naga tahu-tahu sudah muncul di sebelah Sakti. Menarik kursi dan duduk. "Saking sibuknya, mau lihat aja susah. Kalau di dongeng-dongeng, ibarat mau ketemu putri, pangeran kudu menyeberangi sungai jeram, lewat hutan belantara, diserang kawanan goril—"

"Ga, Ga, mulai deh. Kebiasaan." Sakti mendecak sebal karena telinganya berdenging mendengar Naga merepet.

Dre terkekeh.

"Bentar, Mas, gue belum selesai." Naga kemudian melanjutkan kalimatnya yang sempat kena anulir. "Diserang kawanan gorila. Manjat pagar penuh kawat berduri. Eh, pas udah sampai, si putri malah nggak ada di istana. Sama kayak lo. Laki yang mau apel pasti ngerasain kayak pangeran—"

"Ga." Kena anulir lagi.

"Oke." Naga menyudahi. Digantikan dengan pertanyaan. "Lo tadi balik sama Keanu?"

Sakti bantu menjawab. "Gagal jadi gosip, Ga."

"Ha? Kita tadi halu ya, Mas? Nggak ah. Orang jelas-jelas mereka berdua kok. Kalau perlu, kita buktiin di CCTV." Lalu menunjuk Dre. "Ngaku lo, Dre. Pulang bareng, 'kan?"

Dre mengangkat kedua tangan. Berdiri. Memilih kabur daripada harus disidang.

"Eh, eh, gue belum selesai ya. Kualat, Dre, orang tua lagi ngomong lo main pergi aja."

***

Dre menggeliat saat mendengar seseorang mengetuk pintunya. Mira? Tapi sepertinya bukan, suara ketukannya berbeda.

Saat melihat jam di dinding, Dre mengerang. Pukul tujuh. Ini gara-gara sepanjang malam dia terjaga. Baru bisa benar-benar terlelap selepas Subuh tadi. Ini pun kepalanya terasa berdenyut nyeri.

Yang muncul di depan pintu membuat Dre refleks memegang rambut. Merapikan rambut singa-nya yang pasti mencuat sana-sini.

"Kenapa, Mas?"

"Sarapan bareng?"

Aduh, sarapan ya? Kalau saja Dre sudah bangun sejak tadi, dia senang-senang saja mendapat tawaran sarapan. Tapi ini nyawanya benar-benar terpencar. Jangankan makan. Dia lebih ingin melanjutkan tidur.

"Lain kali deh, Mas. Aku belum lapar soalnya."

"Udah masak ya?"

"Bukan. Tapi kalau Minggu gini makannya suka siang." Aduh, aneh tidak sih alasannya?

"Oh, ya udah. Nggak apa-apa."

Dengan tatapan tidak rela, Dre melepas Keanu pergi dari depan pintunya.

***

Suara bel meja, pintu yang didorong, spatula beradu dengan wajan dan percakapan memenuhi pagi milik Dre. Senin datang lebih cepat padahal dia perlu setidaknya dua hari untuk mencharge energi. Satu hari rasanya seperti tidur satu jam lalu dibangunkan paksa.

Kembali ke realita, ini Senin dan Dre harus tetap fokus. Jika di tempat lain ramai pada weekend, maka restoran tempatnya bekerja membludak pada weekdays. Maklum, dekat dengan gedung perkantoran.

Di restoran ini, Dre bekerja di bagian dapur. Memastikan segala alat makan dan masak ada saat digunakan, alias bersih dan kering. Dre lebih sering memenuhi tangannya dengan busa sabun. Meski wajah manisnya cukup untuk berdiri di belakang mesin kasir. Menebar senyum saat melayani pelanggan yang datang.

Tapi, sayangnya, Dre terlalu sibuk mengurus hal-hal seperti itu. Dia cukup melakukan pekerjaannya dengan baik. Menjalani apa yang ada di depan mata. Menyingkirkan hal-hal remeh yang tidak perlu. Dia memang 'bebas' tiga bulan ini, tapi bukan berarti dia bisa sebebas itu.

Hidupnya seperti dikejar, entah, oleh apa. Yang memaksanya terus melangkah. Atau sebenarnya, dia sedang mengaburkan luka di hati?

"Ngelamun, Dre?" Yuka, salah satu koki mendekat ke westafel. Meletakkan wajan kotor.

"Tangan gue masih bekerja."

"Cukup multitasking." Yuka mengedik ke wajan. "Tolong ya, Dre, duluin yang ini."

"Oke, ditunggu dalam waktu sepuluh detik."

Yuka tersenyum dan kembali ke deretan meja besi yang berjajar. Tempat para chef menyiapkan pesanan.

Dre menatap punggung itu sebentar sebelum meraih wajan yang dibawa Yuka tadi. Lelaki itu memang baik pada siapa pun. Meski dia termasuk chef senior di sini, di usia yang terbilang cukup muda, nyatanya dia ramah.

Selesai dengan urusan mencuci peralatan masak dan piring gelas, Dre dipanggil Lila—karyawati di bagian kasir.

"Tolong gantiin bentar dong, Dre. Aku mules banget. Hasil makan oseng mercon bikinan Yuka kemarin." Tanpa menunggu jawaban, Lila sudah lari ke kamar mandi.

Dre sempat bengong. Dia mencoba meneliti mesin kasir. Melihat gambar menu di layar. Berpikir sesaat. Dia pernah memperhatikan saat Lila bekerja. Sepertinya mudah. Cukup memilih gambar menu lalu akan muncul harga.

Dan kemudian, satu, oh dua pelanggan mendekat. Dre meninggalkan layar monitor, berniat menyapa, tapi tercekat sendiri.

Keanu juga terkesiap mendapati Dre di sana. Sebelum lelaki itu membuka mulut, Dre lebih dulu menyela. "Mau pesan apa, Kak?"

Dijawab oleh perempuan yang datang bersama Keanu. "Aku paket 2." Menoleh ke sebelahnya. "Kamu apa, Nu?"

"Samain aja." Tanpa mengalihkan dari Dre yang memilih bersikap profesional dan mengabaikan keberadaan dirinya.

Dre menyebutkan total harga dan Keanu mengangsurkan uang tunai. "Baik, ditunggu pesanannya." Seraya menyerahkan kembalian, struk dan wireless queue calling system—benda kecil yang akan berbunyi jika pesanan sudah siap.

"Kamu kenal ya, Nu, sama kasirnya?" Setelah mereka duduk di bangku kosong. Cukup jauh dari meja kasir. Tapi dari sini, Keanu tetap bisa melihat Dre dengan sangat jelas.

"Kenal," jawabnya jujur.

"Tapi dia sukses akting nggak ngenalin kamu."

"Dunia kerja, Rin. Wajar kok dia bersikap kayak begitu. Nanti kalau dia nyapa, aku juga pasti ngajak ngobrol. Nanti kerjaan dia jadi lama. Kena tegur akhirnya."

"Ah iya, kamu pasti lebih paham soal beginian."

Keanu menoleh lagi ke meja kasir. Dre melayani seorang pelanggan, sabar menjelaskan sesuatu. Jam makan siang sudah lewat dua jam yang lalu. Yang duduk di sini pastilah melewatkan jam makan siang, sama seperti dirinya.

Sibuk menatap ke arah Dre, membuat Keanu tidak sadar kalau mengabaikan Arin yang duduk di depannya.

"Kenal dia di mana?" Arin mengambil alih perhatian Keanu.

"Namanya Dre. Tetanggaan sama kakakku."

"Oh, tinggal di rusun juga."

"Iya."

"Kirain temen dekat kamu." Sebuah isyarat dilancarkan. Tapi sayangnya Keanu tak menangkap kode itu.

Malah dijawab dengan diplomatis. "Aku dekat dengan siapa pun."

"Yang perempuan, Nu. Masa iya, dekat semua?"

Keanu benar-benar kembali ke Arin dan berhenti menoleh. Dia sesaat merasa tidak enak karena sudah mengabaikan perempuan ini.

Beruntung benda kecil di meja bergetar, memutus percakapan. Keanu sudah berdiri lebih dulu. Berderap menuju meja di samping kasir.

"Makasih banget, Dre. Mau langsung pulang?" Lila sudah kembali dari kamar mandi. Tampak membetulkan letak seragamnya.

"Iya, duluan ya, Mbak. Buru-buru soalnya."

Keanu hanya bisa melihat punggung Dre yang menjauh dari meja kasir, sebelum mereka sempat bertemu muka.

Bahkan saat membawa makanan ke meja, tatapan Keanu masih mengikuti Dre yang keluar lewat pintu di samping restoran. Perempuan itu terus berjalan di trotoar, sebelum akhirnya menyeberang. Terlihat terburu-buru.

Dan, seorang lelaki sudah menunggu Dre di seberang jalan sana. Tanpa ragu, Dre langsung masuk ke dalam mobil.

"Kamu lihat apa?"

"Oh. Nggak." Keanu memutus pandangan dan mulai memakan makan siangnya yang mulai dingin.

***

Bab 5 semoga bisa update minggu ini 😭😭😭

Kamis/19.03.2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top