Verschwinden

Catatan :

Saya tidak tahu ini Out of The Box apa tidak. Soalnya, saya kepalang pasrah pas submit. Sudah nyerah nyari ide, kebetulan masih overthinking nyari judul TA :"))

~o0o~

Sama seperti hari-hari sebelumnya, resto tetap ramai pengunjung. Obrolan mereka hanya berputar tentang kasus hilangnya sekelompok remaja berandalan yang hobi balap liar. Sampai saat ini, belum ada yang bisa memecahkan kasus tersebut. Misteri hilangnya mereka jadi tanda tanya besar. Padahal sejam sebelum mereka dinyatakan hilang, kamera pengawas milik minimarket di tempat kejadian masih merekam kelompok remaja itu.

Sambil memasukkan tiga buah es batu ke dalam gelas, kugunakan telinga untuk menguping. Barangkali menemukan teori-teori konspirasi yang bisa kugunakan untuk membuat novel. Setelah selesai dengan es batu, tanganku bergerak menuang cairan kuning terang ke gelas kaca, lalu menyodorkannya pada seorang pria dengan setelan jas yang duduk di seberang meja bar.

"Katanya, ada kabut tebal sebelum remaja-remaja itu hilang. Kamera pengawas tidak bisa merekam dengan jelas kejadian sewaktu mereka menghilang," ujar pria yang kuyakini pekerja kantoran pada seorang pria lain yang hanya memakai kemeja putih dengan celana hitam lusuh.

"Memang, sih, akhir-akhir ini kabut sering turun. Mungkin efek karena hujan terus," sahut pria satunya.

Kabut, ya? Harus kuakui, akhir-akhir ini suhu di kota Weline menurun. Padahal, musim dingin sudah lewat. Hujan terus menerus datang seakan tak memberikan kesempatan bagi mentari untuk menghangatkan musim semi. Hasil dari menguping obrolan pengunjung memberiku informasi, katanya ini karena Ratu Amaris Weldorf. Aku bingung, apa hubungannya hujan kabut dengan penguasa Weldorf?

Apa karena insiden satu tahun penobatan sang ratu, Weldorf malah kena musibah? Well, kurasa tidak bisa juga menyalahkan penguasa negara tanpa bukti yang jelas.

"Yang tersisa dari mereka cuma barang. Ada rokok, ponsel, uang, bahkan sebelah sepatu," ucap pria bersetelan jas.

Kawannya mengangguk lagi sambil menegak jus tomat sampai habis. Setelah itu, ia bersendawa keras. Cukup menjijikan dan tak enak didengar telinga. "Katanya, mereka bisa saja diculik untuk dijual di pasar gelap."

"Halah, paling juga mereka sengaja menghilangkan jejak. Tahu sendirilah bagaimana kelakuan bocah-bocah tengik yang sok mengaku gangster itu," celetuk seorang wanita surai merah keriting. Pakaiannya terlihat seperti seorang penyihir dari Loosemag, mungkin dia seorang turis domestik?

"Darimana kau tahu?" tanya pria dengan kemeja putih, penasaran.

"Sudah pernah terjadi sebelumnya di Loosemag dan ibukota. Dulu mereka menghilang tiba-tiba dan hanya meninggalkan sedikit barang. Satu tahun kemudian, mereka ditemukan lagi di rumah kosong dengan keadaan mabuk," timpal wanita nyentrik. "Bartender, kau juga berpikiran begitu, kan?"

Saat ditanya begitu aku hanya bisa tersenyum. Sejujurnya, aku tidak tahu harus berkata apa. Tak ada seorang pun yang tahu keberadaan remaja-remaja berandalan itu, atau cara mereka muncul kembali. Namun, dari semua informasi yang kudapat, disimpulkan jika memang ada yang janggal.

"Saya rasa mereka mungkin sengaja menghilang atau tidak sengaja menghilang."

Si wanita bersurai merah berdecak, kemudian duduk di samping pria dengan setelan jas. "Ah, tidak asyik. Aku pesan Romesco de Peix saja."

Kuanggukan kepala sembari menulis pesanan di nota. Ketika hendak ke dapur untuk menyerahkan pesanan itu pada koki, suara barang pecah dan meja bergeser tertangkap telingaku. Well, seorang pria mabuk tengah bertengkar dengan beberapa orang lain. Dapat kulihat beberapa hiasan mini di rak dinding berjatuhan. Entah apa yang diributkan, tapi mereka merusak barang.

Huh, menjengkelkan sekali.

~o0o~

Pukul 23.00 waktu setempat, dan aku baru saja selesai mengunci resto. Semua karyawan sudah pulang terlebih dahulu, sedangkan aku menghabiskan 15 menit hanya untuk menghitung persediaan di gudang dan melihat barang yang rusak hari ini. Sebenarnya, beberapa karyawan menawarkan diri untuk menemani, tetapi sebagai bos yang baik, kubiarkan mereka pulang duluan. Lagi pula, aku tahu mereka termakan hoax soal kabut menelan manusia, dan menawarkan ditemani itu cuma basa-basi.

Sebisa mungkin aku melewati jalan utama, lebih aman ketimbang gang-gang temaram. Di jalan utama saja sudah sepi begini, apalagi gang remang-remang. Karena suhu dingin, aku sempat meniup kedua telapak tangan sebelum menggosoknya. Kemudian memasukkannya ke dalam saku mantel. Tiap embusan napas, terlihat asap putih keluar dari sana.

Tatkala aku tengah menahan rasa dingin ini, kulihat ada persimpangan. Apartemenku tinggal belok ke kanan, dan 50 meter dari situ ada bangunan tingkat empat warna abu-abu. Akan tetapi, kakiku berhenti kala mendengar suara riuh. Dengan sangat hati-hati, aku mengendap-endap ke samping toko mainan yang tutup. Maksud hati mengintip ke belokan di sebelah kanan.

Aku terbelalak, rupanya sekelompok remaja tengah bersiap balap liar. Sudah bukan pemandangan aneh yang kudapati tiap pulang dari resto. Remaja-remaja yang seharusnya memikirkan masa depan itu malah asyik balap liar. Minggu lalu, kudapati mereka balapan dengan magi skate. Padahal harga magi skate mahal sekali untuk bisa mereka beli, terlebih biasanya hanya digunakan di Loosemag. Sekarang, mereka malah mau balapan sapu terbang. Nanti apa lagi? Balapan pegasus? Atau balapan naga?

Kuperhatikan ada lima remaja sudah siap dengan sapu terbang masing-masing. Seorang gadis dengan rambut pink bercampur pirang berdiri di depan mereka. Tangan kanannya memegang sebuah kristal putih bercahaya, dan pakaiannya super kurang bahan.

"Kalian siap?" tanyanya dengan suara lantang.

Para peserta balapan sapu terbang liar saling melemparkan tatapan meremehkan yang menjijikan, rasanya ingin sekali kujadikan mereka sapu terbang. Penonton yang didominasi remaja bersorak sorai, menggaungkan jagoan mereka. Sungguh, membuat berisik saja. Memang, sih, daerah sini minim pemukiman warga. Tapi, duh, apartemenku tak jauh dari sana. Lama-lama aku pindah juga ke tempat yang lebih damai.

"Hitungan ketiga. Satu. Dua." Gadis rambut aneh itu mulai menghitung. Namun, sebelum menyentuh angka tiga, kabut putih tiba-tiba turun cepat. Mengaburkan pandangan dan bisa kudengar remaja-remaja itu panik.

Aku langsung merapatkan tubuh ke dinding toko, jarak pandang hanya satu meter. Bagus, menyulitkan diriku saja. Tapi setidaknya, remaja-remaja itu tak jadi balapan liar. Aku punya firasat besok mereka pasti jadi headline berita.

~o0o~

Suara pintu membangunkanku dari tidur. Di sana, kulihat seorang wanita berambut pirang dengan kaus kuning kebesaran tersenyum lega. Dia selalu seperti itu ketika melihatku sudah tiba duluan sebelum karyawan lain.

"Syukurlah, kau baik-baik saja."

"Apanya?" Aku langsung mengangkat kepala, mengerjap, lalu meregangkan tubuh.

Wanita itu lekas saja menghampiriku dengan wajah semringah, sangat tidak selaras dengan cuaca di luar sana. "Aku khawatir sesuatu terjadi padamu. Kemarin malam kabut turun dan berita pagi ini katanya sekelompok remaja yang mau balapan liar menghilang tiba-tiba."

"Oh, itu. Tenang saja, kabut itu tidak memakan orang baik."

Karyawanku ini terdiam dengan alis bertaut. Tampaknya, dia bingung atau mungkin terkejut. Lho, kukira dia yang sering termakan hoax tahu soal rumor kabut memakan manusia tidak baik? Aneh.

Pembicaraan kami terhenti begitu saja, dan karena aku tidak lagi sendirian di resto, jadi kusuruh dia untuk menyapu. Sementara aku akan mengelap kaca dan meja. Sudah menjadi rutinintas kami di sini setiap hari buka. Siapa pun yang datang duluan harus membersihkan resto sebelum jam buka.

Selama hampir sepuluh menit kami melakukan pekerjaan masing-masing, akhirnya dia bersuara lagi. Aku sendiri sudah menduga akan pertanyaannya.

"Kau beli hiasan lagi?" tanya wanita itu sambil mengangkat satu patung mini Moai. Namun, yang membedakannya dengan patung Moai asli hanyalah mulut di patung miniku terbuka dengan berbagai macam bentuk.

"Iya, yang kemarin dirusak pelanggan. Untung saja aku sempat mendapatkan yang baru lagi semalam." Aku kembali mengelap meja, tak kuasa sekali menahan senyum.

Wanita itu tak bertanya lagi, dan bisa kudengar suara langkahnya menjauh. Dia mungkin pergi ke dapur untuk bersiap. Oh, andai saja kau tahu dari mana aku mendapatkan patung-patung mini tersebut. Sangat disayangkan sekali, ada saja pelanggan yang baik secara sengaja maupun tidak menghancurkan hiasan mini tersebut. Padahal, kalau tidak dirusak, patung-patung itu bisa kembali menjadi manusia.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top