Kota Magis
Kota Magis
Setan, iblis, monster, dan siluman menjadi ancaman bagi umat manusia di bumi. Mereka menginginkan manusia terjerumus ke dalam lubang kenistaan dan ingin membuat manusia di bawah kendalinya, tapi bagaimana jika setan, iblis, monster dan siluman itu berubah menjadi manusia atau pun manusia yang berubah menjadi mereka yang tak kasat mata? Apa yang akan mereka rasakan?
Kota yang terkenal dengan kekuatan magis kini sedang dilanda kekacauan, bagaimana bisa sebuah kota yang memiliki kekuatan supranatural kini berada diambang kepunahan? Masyarakat di sana terbilang sangat aneh, mereka memiliki kulit seperti karet yang begitu elastis entah di dalam tubuhnya terdapat tulang atau tidak. Tapi akhir-akhir ini, di kota itu sering terjadi kebakaran hingga menghancurkan sebagian rumah penduduk di sana dan juga melenyapkan penghuninya hingga tewas akibat kobaran si jago merah. Setiap malam di kota itu akan terjadi kebakaran, para penduduk di sana memilih untuk tetap berdiam diri di sana meski pun kematian mengancamnya, mereka sadar dengan bentuk tubuhnya yang aneh seperti karet dan sudah dipastikan penduduk di luaran sana tidak akan menerimanya begitu saja.
Para penduduk di sana sudah mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengetahui penyebab sering terjadinya kebakaran, rumah mereka satu persatu bergantian akan terbakar hingga hancur beserta pemiliknya. Kebakaran yang terjadi di malam hari membuat para penduduk sering kali tidak menyadarinya hingga terjadi terus-menerus.
"Kita harus pergi ke kota magis untuk melihat keadaan di sana."
"Kau benar, kita harus menolong penduduk kota itu."
"Besok pagi kita berangkat ke sana."
Nara, Mira dan Tora adalah tiga sekawan yang penasaran atas kejadian kebakaran yang sering terjadi di kota magis, mereka ingin menolong penduduk di sana terutama Nara dia begitu antusias ketika akan pergi berkunjung ke kota magis, Nara bukan hanya ingin melihat keadaan kota magis yang sekarang diambang kehancuran tetapi ia juga ingin mengetahui bagaimana kota itu terbentuk dan mengapa semua penduduk di sana menjadi manusia karet. Dan mengapa mereka harus mengalami bencana dengan adanya api sehingga memudahkan penduduk di sana terbakar karena tubuhnya yang elastis seperti karet. Keinginan Nara semakin menggebu untuk segera berada di kota magis ia ingin mengungkap siapa dalang dibalik kebakaran yang sering terjadi di kota magis.
"Aku ingin segera sampai di sana," ucap Nara kepada Mira dan Tora.
"Kita harus membawa sesuatu alat untuk menangkap pelakunya," timpal Tora.
"Tapi bagaimana caranya kita bisa menagkap pelakunya?" tanya Mira.
"Kau tenang saja serahkan semuanya padaku," jawab Nara begitu percaya diri.
Sebelum matahari terbit tiga sekawan itu memulai perjalanan mereka, tidak mudah untuk sampai di kota magis mereka harus melewati lembah dan hutan belantara. Tidak ada kendaraan yang bisa mereka tumpangi, mereka berjalan kaki dengan berbekal makanan dan minuman yang mereka bawa. Hingga malam hari mereka masih belum juga sampai di kota magis, tiga sekawan itu memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon besar yang rindang mereka bertiga memutuskan untuk tidur di sana dan melanjutkan perjalan esok pagi, namun ketika tengah malah Mira terbangun dari tidurnya karena terganggu dengan suara serigala yang mengaung, Mira melihat ke sekelilingnya Tora masih terlelap sedangkan Nara ia tidak ada di sampingnya.
"Kemana Nara? Apa dia pergi kencing?" batin Mira.
Cukup lama Mira membiarkan pikirannya menerka-nerka ia menunggu kedatangan Nara tapi yang ditunggu tak juga memperlihatkan batang hidungnya, akhirnya Mira memutuskan untuk membangunkan Tora dan ingin mengajaknya mencari Nara.
"Ada apa? Pagi masih lama, ayo kita tidur lagi!"
Tora yang masih mengantuk tidak melihat raut kekhawatiran pada Mira, ia kembali terpejam tanpa peduli Mira yang terus menggoyangkan tubuhnya.
"Tora bangun, Nara hilang ..."
Seketika Tora terperanjat, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya menyadari Nara tidak ada bersamanya ia segera bangkit.
"Kemana Nara? Apa dia kembali pulang?
"Aku juga Tidak tahu, tapi kita harus mencarinya."
"Bagaimana jika dia kembali pulang?"
"Itu tidak mungkin, lihat ranselnya masih ada di sini aku takut dia tersesat di hutan."
Ketika Mira dan Tora memutuskan untuk mencari Nara di hutan yang gelap gulita tiba-tiba saja terdengar suara daun-daun kering yang terinjak, Mira dan Tora harap-harap cemas mereka takut binatang buas yang akan menghampirinya. Ketakutannya lenyap setelah munculnya sosok yang mereka tunggu sejak tadi, Nara muncul dengan rambut yang acak-acakan dan pakaian yang terlihat kusut.
"Nara—"
Tora dan Mira mendekati Nara tapi tiba-tiba saja Nara tergeletak tidak sadarkan diri, Tora dan Mira membaringkan Nara di tempat semula mereka berisitrahat. Kedua sahabat Nara menunggu Nara untuk membuka matanya mereka butuh penjelasan atas perginya Nara. Mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan dalam kondisi Nara yang sepertinya tidak baik-baik saja, begitu Nara membuka kelopak matanya kedua sahabatnya memberikan pertanyaan secara beruntun.
"Nara, kau dari mana?"
"Nara, apa yang kau lakukan semalam? Kenapa tiba-tiba menghilang?"
"Nara, apa kau habis berkelahi dengan binatang buas."
Nara termangu ia duduk dengan pandangan menatap ke lain arah, otaknya sedang berputar mengingat-ingat kejadian semalam namun sayang ia malah terlihat frustasi.
"Ah ... sial, aku tidak bisa mengingatnya," gerutu Nara.
"Tidak apa Nara, mungkin kau tidur sambil berjalan."
Mira dan Tora saling pandang mereka merasa kasihan terhadap Nara, hingga matahari mulai mengintip mereka masih belum juga melanjutkan perjalanannya menuju kota magis. Nara merasa bersalah karena dirinya perjalanan mereka menjadi sedikit terhambat.
"Maafkan aku ... karena aku, perjalanan kita menjadi terganggu."
"Jangan pikirkan itu Nara, yang terpenting kau baik-baik saja sekarang."
Meski pun tubuhnya masih sedikit lemas tapi Nara memaksa Mira dan Tora untuk melanjutkan perjalanan mereka ke kota magis, Nara tidak ingin membuang waktunya karena mereka bertiga berniat untuk membantu penduduk kota magis menemukan pelaku akibat kebakaran yang sering terjadi. Hutan begitu sejuk membuat tiga sekawan itu sangat menikmati perjalanan mereka tapi Mira melihat wajah pucat Nara ia memutuskan untuk mengajak Nara dan Tora kembali berisitirahat.
"Nara, apa kau tidak apa? Wajahmu sangat pucat," ucap Mira seketika Tora menatap Nara.
"Iya, kau benar sepertinya Nara sakit," balas Tora.
"Aku tidak apa-apa, lebih baik kita lanjutkan perjalanan kita sebelum kembali gelap kita harus segera sampai di kota magis."
Nara berhasil meyakinkan Mira dan Tora, mereka kembali melanjutkan perjalanannya dan sampai di kota magis sore hari. Kota yang sudah tidak terlihat lagi seperti kota, penduduk kota magis sangat ramah atas kehadiran mereka bertiga mereka menjamunya dengan sangat baik dan memberikan tumpangan untuk beristirahat malam hari.
"Rumahnya memang tidak besar, tapi masih nyaman untuk ditinggali," ucap salah satu penduduk kepada mereka bertiga.
"Terima kasih banyak, maaf sudah merepotkan kalian."
Satu persatu penduduk pun meninggalkan Mira, Tora dan Nara. Penduduk memberikan tumpangan rumah khusus untuk mereka tempati bertiga tanpa ada siapa pun di sana. Jam dinding yang menempel berbunyi pertanda tengah malam telah tiba, Mira dan Tora tidak benar-benar tertidur mereka ingin menangkap basah siapa pelaku pembakaran rumah penduduk hingga porak-poranda. Tiba-tiba saja Nara yang sedang tertidur berdiri dan lalu berjalan dengan mata terpejam, Mira dan Tora berusaha memanggil dan mengejar Nara namun langkahnya terlalu cepat Mira dan Tora kehilangan jejak Nara.
"Kemana Nara? Dia tidur sambil berjalan."
"Kita harus segera mencarinya."
Dikeheningan malam dan tidak ada satu penduduk pun yang terlihat Mira dan Tora mencari keberadaan Nara, tapi tiba-tiba saja terdengar tawa menggelegar disalah satu atap rumah penduduk.
"Hahaha ... sekarang giliran rumah ini yang harus aku hancurkan."
"Nara? Apa yang kau lakukan di atap sana?" teriak Mira.
Nara menatap Mira dan Tora yang ada di bawah dengan mata menyala merah terlihat raut kebencian yang begitu mendalam.
"Jangan ikut campur urusanku!"
Nara menyemburkan api dari mulutnya seketika api itu melahap rumah itu hingga hangus terbakar, Nara terbang dengan tawa yang terus menggema Mira dan Tora berusaha mengejarnya.
"Nara berhenti, aku minta kau turun."
Melihat Nara yang tidak mau berhenti terbang Tora mengeluarkan sebuah kartu dari saku celananya kartu magis untuk menghentikan Nara, dan Nara pun terjatuh tepat di hadapannya dan Mira.
"N-nara, jadi kau pelaku pembakaran rumah penduduk kota magis."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top