Ketika Naru Terlelap

Pukul sembilan malam, Naru baru tiba di rumahnya.

Ia menghela napas lelah sembari meletakkan kedua sepatunya dalam rak, lantas berjalan lunglai menuju kamar setelah meninggalkan tasnya di sofa ruang tengah.

Pekerjaan paruh waktu sangat menyita waktu dan tenaganya. Belum lagi tugas-tugas kuliah yang menunggunya untuk dikerjakan. Jika bisa, tentu Naru akan lebih memilih untuk segera bergumul di kasurnya dan berteleportasi ke alam mimpi lebih awal.

Usai membersihkan diri serta menyeduh segelas kopi untuk menemaninya, Naru sudah siap kembali berkutat dengan laptopnya. Berbekal sesesap kafein, ia mulai melakukan tugasnya sambil memaksakan diri untuk tetap terjaga.

Dua jam berlalu tanpa ia sadari. Naru telah selesai dan laptopnya tengah menampilkan pentransferan data ke dalam flashdisk. Sambil menunggu, ia menyalakan televisi dan merebahkan diri di karpet yang terasa sangat nyaman. Tangannya terulur hendak mengambil segelas kopi di atas meja, tetapi ia urungkan karena tidak sampai. Jadi ia lanjut menonton televisi sambil sesekali melirik layar laptopnya.

Tebak, apa selanjutnya? Tentu saja, gadis itu tertidur.

Di tengah keheningan malam dan perabotan rumah yang masih menyala, Naru tidak menampakkan tanda-tanda ia akan terbangun dalam waktu dekat. Sampai ketika pentransferan data pada laptopnya selesai, Naru tidak juga terbangun.

Namun, bukan itu poin pentingnya.

Pukul dua belas, televisinya berkedip-kedip.

Kejadian itu berlangsung selama beberapa detik, sebelum kemudian layar televisinya mati seutuhnya. Naru sama sekali tidak terbangun dengan keanehan itu. Ia hanya menggaruk tangannya tanpa sadar lantas kembali tidur.

Selang beberapa menit, terdengar helaan napas. Bukan, bukan berasal dari Naru yang masih tertidur, melainkan dari televisi yang baru saja mati.

"Gadis itu, tidak pernah belajar dari kesalahan."

Dua tombol lampu televisi menyala merah, membuat benda itu kini tampak seolah memiliki sepasang mata. Layarnya tidak nyala, masih gelap. Namun kedua tombol lampu itu berkedip dengan frekuensi yang sama seperti kedipan mata manusia.

Benda itu menggumam kesal, menatap Naru yang tampak tidur pulas tak jauh dari hadapannya. Ia tak habis pikir. Mungkin inilah situasi yang sering dinamakan 'ditonton oleh TV'.

"Laptop, matikan dirimu."

Yang disebut, mengedipkan layarnya dua kali. Tab-tab dalam laptop menutup sendiri dan sistem keluar dari program-program. Terdengar decakan dari benda lipat itu.

"Ck, padahal aku kehabisan baterai." Suaranya terdengar sangat kesal. "Dasar Naru jelek."

Tidak ada dua tombol lampu seperti di televisi pada laptop itu. Namun, tahu-tahu benda itu men-shutdown-kan diri dan perlahan melipat. Suaranya tidak terdengar lagi setelahnya.

"Lihat, lihat apa yang kutemukan!"

Laci kedua dari meja di bawah televisi terbuka. Sebuah kertas melayang keluar dan tiba tepat di hadapan televisi.

"Apa ini?"

"Tagihan listrik," jawab sang laci. "Lihatlah berapa nominalnya."

Jika saja televisi itu memiliki mata sungguhan, mungkin saat ini kedua netranya membesar kala melihat nominal tagihan listrik rumah ini yang membengkak. Ia menggeleng-geleng, tubuh televisi bergerak kecil.

"Gadis itu memang tidak pernah belajar dari kesalahan."

Laci yang masih terbuka itu bergerak ke atas-bawah, seolah menggeleng dan setuju dengan perkataan televisi. Kedua benda itu tampak bersikap seperti orang tua yang sedang membicarakan kenakalan anaknya.

"Kita harus berbuat sesuatu," kata laci sebelum ia menutup dan masuk kembali ke dalam susunan laci meja.

Tentu televisi setuju.

"AC, matikan dirimu," perintah televisi.

Meskipun tidak ada air conditioner di ruang tengah ini, televisi yakin benda yang terletak di dalam kamar Naru itu telah menurutinya. Satu kebiasaan buruk Naru, meninggalkan benda itu menyala sepanjang hari dengan dalih kamarnya akan sejuk selepas ia pulang. Namun, gadis itu sama sekali tidak memikirkan tentang tagihan listriknya.

Tak hanya AC, televisi juga memerintah benda-benda yang lain untuk mematikan diri. Seperti speaker yang tetap menyala tanpa tujuan jelas, DVD yang terus tercolok padahal tidak digunakan, dan lampu di setiap ruangan. Terakhir, ia meminta kipas agar tetap terjaga untuk menyejukkan Naru.

Memastikan dirinya telah berhasil menghemat listrik Naru, kedua tombol lampu televisi berkedip-kedip senang. Ia menatap Naru yang terlelap nyaman dalam gelap sebelum memutuskan untuk ikut tertidur juga.

***

Keesokan paginya, Naru terbangun dengan wajah terheran-heran.

Kejadian aneh yang terjadi beberapa hari belakangan itu, terulang lagi. Perabotannya mati, padahal ia ingat sekali sengaja meninggalkan mereka menyala untuk menemaninya dan meramaikan suasana rumah.

Naru sempat berpikir, apakah ada penyusup yang masuk ke rumahnya? Namun, mana ada penyusup yang baik hati mematikan perabotan rumah dan menghemat listrik ....

Ah, betul! Naru baru sadar. Jika dipikir-pikir, kejadian aneh ini baru-baru terjadi semenjak tagihan listrik rumahnya membengkak sebulan lalu. Padahal, ia yakin sekali sudah berhemat sebisanya. Karena itu juga, Naru jadi mencari pekerjaan tambahan untuk membayar tagihan listriknya.

Atau jangan-jangan ... ini ulah para hantu?

Memikirkan fakta bahwa dirinya tinggal sendiri membuat Naru bergidik ngeri. Kepalanya menggeleng-geleng. Itu tetap tidak mungkin. Hantu mana yang berbuat hal baik seperti itu?

Dengan wajah kusut bangun tidur, Naru meraih laptopnya. Ia bermaksud menyelesaikan sisa tugas semalam sambil mengecas benda kesayangannya itu. Lagi-lagi, ia dibuat terkejut oleh laptopnya yang aneh. Alisnya menukik heran mendapati tugasnya sudah selesai dipindahkan, dan semua program telah menutup. Belum lagi ketika dia menyadari bahwa ia meninggalkan laptopnya terbuka semalam.

Mencoba mengabaikan semua keanehan itu, Naru memutuskan untuk segera bersiap pergi kuliah. Awalnya, ia tidak terpikirkan apa pun. Namun, saat ia selesai dan hendak meninggalkan rumah, sebuah ide terlintas di benaknya.

Apa yang dilakukan sang nenek saat mendapati makanan selalu tersaji sehabis ia pulang bekerja? Betul. Beliau mencari tahu siapa pelakunya, sampai beliau mengetahui bahwa itu adalah ulah keong mas yang dipeliharanya.

Dan itulah yang akan dilakukan Naru. Ia berharap menemukan 'keong mas'-nya sendiri.

Maka, sebelum berangkat kuliah, Naru sengaja menyalakan semua perabotan di rumahnya. Ia berpura-pura meninggalkan televisi, speaker, air conditioner, kipas angin, dan lampu menyala. Lantas berakting seolah ia terburu-buru berangkat kuliah sampai lupa mematikan semua perabotan itu.

Ia menutup jendela serta pintu, lalu mengeluarkan motornya dari halaman. Seusai itu, ia kembali mengecek isi rumahnya.

Naru berdiri di hadapan pintu yang tertutup dengan gugup. Perlahan, ia membuka pintu dan mengintip ke baliknya.

Gelap. Rumahnya gelap. Seolah Naru tidak pernah menyalakan apapun sebelumnya.

Sontak gadis itu bergidik ngeri sambil menutup pintu kuat-kuat, tak lupa menguncinya. Bulu kuduknya meremang. Ia berlari kecil menuju motor dengan wajah ketakutan, lantas terburu-buru mengendarai motor dengan kecepatan penuh menuju kampusnya.

Apapun itu yang terjadi di rumahnya, Naru berencana untuk tidak pulang dalam waktu dekat. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top