Cinderellong, Sandal Jepit, dan Pangeran Tokek

Alkisah di negeri yang memang tidak pernah ada, hiduplah sebuah keluarga yang tidak harmonis, tidak pula tidak harmonis. Seorang ibu dengan tiga anak gadis. Anak pertama bernama Ananasial, anak kedua bernama Cinderellong, dan anak ketiga bernama Dribella. Seperti normalnya kehidupan manusia, anak kedua adalah anak yang tak dianggap dan sibuk berkutat dengan pekerjaan rumah tangga.

"Ellong!!! Long, dimana kamu?! Cucian piring masih numpuk!" Seperti biasa, pagi-pagi sudah terdengar suara-suara riuh. Entah dari ibunya, atau dari kakak dan adiknya yang sibuk menyuruh Cinderellong melakukan ini dan itu alih-alih melakukannya sendiri.

Tergupuh-gupuh, Cinderellong bangun dari tidurnya. Masih setengah sadar, ia buru-buru ke dapur dan mencuci piring-piring bekas makan mereka sekeluarga. Sedikit menggerutu, ia mencuci piring itu satu persatu.

"Ellong, aku lapar," lirih Dribella yang tiba-tiba saja muncul di dapur dengan wajah bantalnya.

"Bikin sendiri, kan, bisa. Aku lagi repot." Cinderellong menyahut.

"Mamaaaa!!! Ellong nyent-"

"Iya iya!!! Kubuatin!!!" Cinderellong menggertak adiknya dengan wajah kesal. Lelah rasanya hari-hari begini terus. Ingin rasanya ia pergi jauh dan hidup sendiri, tapi apalah daya, ia tidak merasa bisa semandiri itu terlebih tidak bekerja apapun.

"Long, baju-baju kotorku di kamar nanti sekalian cucikan. Aku buru-buru mau interview kerja habis ini." Cinderellong sedikit mendengus begitu suara lain menggaung memanggilnya, kakaknya, Anastasial.

***

Cinderellong menutup pintu kamarnya rapat-rapat, lalu segera membenamkan dirinya ke dalam selimut. Sekali lagi dalam 20 tahun hidupnya, merutuki nasibnya kembali. Memaki kehidupannya kembali. Kenapa setiap hari selalu begini? Berkutat di rumah, memasak, mencuci baju, menyapu, mengepel, semuanya ia yang lakukan. Kakaknya? Sibuk interview sana-sini tapi tak lolos satupun. Adiknya? Sibuk dengan smartphone dan laptopnya, tetapi malas dan egois, terlebih Mamanya lebih memanjakan kedua anaknya itu daripada ia.

Hingga suatu hari, sebuah kabar di televisi, media sosial, dan semua tempat berita memberitakan bahwa ada seorang konglomelarat yang mengadakan sayembara. Ia mengadakan sayembara dengan sebuah pesta di dekat TPS (Tempat Pembuangan Sampah) terbesar di kota itu. Sayembaranya adalah bagi siapapun perempuan yang datang ke pesta itu dan bisa menyembuhkan penyakit cegukan anaknya, maka perempuan itu akan dipersunting dan dijadikan istri dari anak konglomelarat itu.

"Ma!!! Aku pake gaun apa ini? Sepatuku dimanaaaa?"

Yak, seperti yang diduga, kakak dan adiknya heboh ingin turut serta dalam sayembara itu dan Mama mereka sibuk mengurusi kedua anaknya, tapi tidak dengan Cinderellong. Cinderellong yang merasa sedih, memilih duduk tersungkur di sebelah sumur rumah mereka usai menimba air. Ia menangis tersedu-sedu, memaki-maki hidupnya, lagi.

"Kenapa aku nggak dianggap, sih? Aku, kan, juga mau ikut! Aku mau keluar, aku mau senang-senang, aku mau ke TPS itu. Aaaaaa!!!" Cinderellong menjerit-jerit sendiri di sebelah sumur hingga tiba-tiba sebuah cahaya kuning kecokelatan muncul dari dalam sumur. Cinderellong terkejut dan mundur perlahan, karena selain terkejut dengan cahaya itu, ia juga tidak tahan, baunya busuk.

"Ups, maaf, bau ya? Aku kehabisan serbuk cahaya biasanya, jadi aku ambil cadangan di dekat septic tank hihihi." Sebuah suara terdengar dari balik cahaya itu. Sesosok mini dengan sayap mungil.

"Penunggu sumur?"

"Ngawur! Aku peri, tau! Peri!. Gara-gara kamu suka nangis jerit-jerit di sebelah sumur, aku suka keganggu. Sekarang sudah nggak kuat aku, makanya aku muncul. Sini, kubantu kamu. Biar berhenti mewek di sini terus."

"Bantu apa?"

"Aku bawa kamu ke pesta sayembara itu."

"Caranya?"

"Udah diem aja. Aku tinggal goyangin tongkatku, kok."

Peri itu lalu menggoyangkan tongkatnya dan seketika baju Cinderellong berubah menjadi dress cantik berwarna ungu janda dengan rambutnya yang sudah auto di-hair do dengan goyangan tongkat peri. Wajahnya yang kusam tidak pernah perawatan, langsung berubah cukup cantik dengn riasan tipis, tapi satu... kakinya masih telanjang.

"Aww, bolehlah, lumayan penampilanmu ini."

"Anu... ini, alas kakinya apa ya?"

"Aduh, lupa! Aku belum sempet sewa sepatu di toko peri. Pakai ini aja, ya?"

Satu goyangan lagi dari tongkatnya, dan kaki Cinderellong pun beralas sebuah sandal jepit warna ungu.

"Sandal?!"

"Udah nggak apa, penting ada alas kaki."

"Sandal jepit gini aku juga punya sekodi kali!"

"Rewel! Udah berangkat sana. Ojek onlinenya sudah di depan katanya."

"Tapi ini kak-"

Belum selesai bicara, Cinderellong tiba-tiba saja sudah di depan rumah berhadapan dengan ojek online yang dipesan Ibu Peri. Iapun langsung menuju tempat pesta dengan perasaan campur aduk, terutama dengan sandal jepitnya.

***

Cinderellong tiba di tempat pesta. Ia masuk perlahan ke dalam tempat pesta dan dapat ia saksikan banyak wanita yang sedang mengantre untuk berdansa dengan "pangeran", yang kabarnya sudah lama mengalami cegukan dan uniknya cegukannya itu mengeluarkan suara seperti suara tokek. Satu persatu wanita-wanita itu bergantian berdansa dengan pangeran dan melakulan berbagai cara untuk menghentikan cegukan anak laki-laki dari konglomelarat itu. Masing-masing hanya diberi waktu tiha menit, namun sampai sekarang masih belum ada yang berhasil, bahkan kedua saudaranyapun tidak ada yang berhasil. Ia dapat mengetahuinya karena melihat Anastasial, Dribella, dan ibunya di sisi lain dengan wajah menggerutu kesal.

Hingga akhirnya tiba giliran Cinderellong dan seperti yang diduga-duga, ia dapat merasakan keterkejutan dari ibu dan saudara-saudaranya yang tidak menyangka ia datang. Terlebih... sandal jepitlah yang menjadi ke insecure-annya di sekeliling gadis-gadis dengan wedges dan heel tinggi.

"Ha- tokek! Lo. Siapa na- tokek! Mamu? (Halo, siapa namamu?)." Pria itu menyapa Cinderellong sembari mengulurkan tangan mengajaknya berdansa. Sedikit kesulitan dalam berbicara karena penyakit cegukan yang dialaminya.

"Saya Cinderellong. Ngapunten, Pangeran, sudah cara apa saja yang dilakukan mereka untuk menyembuhkan penyakit Anda? Apa dokter-dokter tidak ada yang bisa?"

"Salam. Tokek! Kenal, Cinde. Tokek! Rellong. Sudah semua. Tokek! Cara mereka. Tokek! Lakukan. Tapi, tokek! Tidak ada yang tokek! Berhasil."

"Kalau begitu saya terpikirkan satu cara."

Belum sempat Pangeran menjawab, Cinderellong mengambil salah satu sandal jepitnya dan memasang ancang-ancang, lalu berucap, "Kalau cara ini berhasil, saya punya satu permintaan. Saya tidak tertarik menikahi Anda dan saya tahu Anda pasti punya gebetan Anda sendiri." Cinderellong memposisikan sandal jepitnya di sebelah wajah Pangeran yang tampak keheranan. "Permintaan saya adalah, tolong beri saya pekerjaan di kota lain dengan gaji tinggi dan sebuah tempat tinggal layak huni. Saya ingin keluar dari rumah dan hidup sendiri dengan diri saya sendiri dan mengejar impian-impian saya."

"Cara tokek! Apa yang ingin tokek! Kamu laku-"

Belum selesai berucap, tanpa babibu, dengan satu kali ayunan, Cinderellong menampar wajah pangeran dengan sandal jepitnya. Membuat Pangeran membelalak kaget dengan serangan tiba-tiba itu. Cinderellong juga komat-kamit berharap ini berhasil atau ia akan habis ditenggelamkan di dalam gunung sampah.

"Argh! Apa yang kamu lakukan?! Ini namanya kekerasan, tau! Kekerasan! Ayah! Lihat gadis ini-"

"BERHASIL!!!"

"Hah?"

"Berhasil! Coba, Anda cegukan, nggak, sekarang?"

Pangeran sekali lagi terkejut. Masih dengan memegang pipi kanannya yang berdenyut sakit, ia memasang senyun sumringah dan berjingkrak-jingkrak senang.

"Nggak cegukan lagi!!! Aku nggak cegukan lagi!"

"Kalau gitu, bisa menuruti permintaan saya tadi, kan?"

"Bisa! Bisa banget!!! Aku nggak perlu nikah sama perempuan random yang baru kutemui hari ini dan aku bisa nikah sama perempuan yang kumau. Kamu juga bisa tinggal dan hidup sesuai permintaanmu! Bisa banget, Cinderellong! Bisa banget!!!" Bak seperti peremluan, Pangeran itu masih senang bukan main, menggenggam tangan Cinderellong dengan antusias, walau pipinya memerah bengkak.

Cinderellong tersenyum sumringah, kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Melihat Msma dan kedua saudaranya membelalak kaget, begitu pula tamu yang lain, yang masih terkejut. Ia juga melihat peri sumur di pojok ruangan, tersenyum senang.

"Terimakasih, untuk sandal jepitnya, Peri Sumur," lirih Cinderellong.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top