bab 1

bab 1
[ kebetulan itu tidak ada ]

Telah menjadi rahasia umum di kalangan murid-murid Earth International School atau yang biasa mereka sebut EIS, bahwa ada tiga manusia terpopuler yang sangat sulit untuk didekati.

Pertama, Reynaldi Anggara. Panggil saja remaja laki-laki berkacamata bulat itu Rey. Selain telah menempati posisi peringkat satu paralel selama tiga semester berturut-turut, menjadi Ketua OSIS yang teladan dan penyumbang medali emas dalam Olimpiade Sains Nasional bidang Fisika juga membuat teman-teman sekolahnya enggan mendekat karena Rey terpandang sempurna.

"Rey, aku suka sama kamu sejak kelas 10. Kamu mau nggak pacaran sama aku?"

Pengakuan paling mengejutkan dari salah seorang siswi yang peringkatnya tepat satu angka di bawah Rey membuat seantero EIS gempar setahun lalu. Jawaban yang Rey lontarkan membuat siapa saja kagum dan semakin merasa insecure untuk mendekat.

Dulu dia tersenyum manis dan menerima cokelat yang diberikan gadis itu, lalu menjawab, "Maaf, ya. Gue belum ada niatan untuk pacaran sebelum lulus dan jadi sarjana kedokteran."

Seluruh keluarga Rey memiliki darah seorang dokter. Ibunya adalah dokter bedah, ayahnya adalah direktur rumah sakit ternama sekaligus dokter terkenal. Kakak perempuannya melanjutkan studi kedokteran di Berlin setelah sebelumnya berhasil mendapatkan peringkat pertama skala nasional saat ujian akhir kelas 12.

Jika ada seseorang yang ingin mengajak Rey berkencan, sebaiknya orang itu harus mengaca terlebih dulu. Rey bukanlah siswa biasa yang bisa digapai hanya dengan modal cinta.

Dia telah dicap dengan label 'sempurna'.

Kedua, Agatha Tamara. Sebut saja gadis paling badas dan dijauhi di EIS ini dengan panggilan Aga. Siapapun yang belum pernah bertemu Aga, cari saja gadis dengan rambut pendek berwarna mencolok. Meski telah berulang kali dipanggil ke ruang BK oleh Bu Gendis, Aga hanya menurut selama dua sampai tiga hari. Setelah itu, dia berangkat sekolah dengan mengulang kesalahan yang sama.

Seragam ketat, rok terlalu pendek, sopan santun yang lenyap, perilaku semena-mena, dan gemar merundung siswa-siswi pendiam adalah hobinya. Meskipun begitu, tidak ada yang berani melaporkan dan menegurnya. Bahkan guru-guru memilih diam dan hanya sebatas memberikan wejangan.

Aga tak kenal ampun. Mottonya adalah 'cari masalah sama gue itu gali lubang kuburan lo sendiri'. Dia tak segan melayangkan tonjokan maut pada orang-orang yang mengganggunya. Perlu diketahui, Aga jago bela diri. Pernah suatu hari seorang senior melabrak Aga yang masih duduk di bangku kelas 10.

"Hei, bocah! Lo nggak usah songong di depan senior. Dasar gila, baru masuk SMA udah berani warnain rambut. Sok ngartis lo! Sini lo, gue warnain sekalian pake cat pink ini biar makin cantik."

Aga hanya tersenyum meremehkan dan berbisik tepat di samping telinga seniornya, "Don't touch me, if you still wanna live peacefully here, bitch!"

Esoknya, senior itu absen karena harus dirawat di rumah sakit dengan kondisi wajah babak belur.

Ayah Aga adalah seorang pengacara profesional yang sering dipekerjakan oleh orang-orang penting. Beliau lahir dari keluarga kaya raya di Sydney. Maka dari itu, tidak ada yang berani kepada Aga.

Meski Aga juga terkenal akan kecantikannya dan sering menjadi model dari berbagai brand, tidak ada cowok manapun yang berani mendekatinya.

Terakhir, pria yang paling dihindari di EIS.

The most dangerous boy.

Jo. Nama lengkapnya Jonathan Anderson. Hal yang paling terkenal dari Jo ialah bahwa dirinya merupakan cucu kesayangan Willard Anderson, pimpinan Anderson Labels.

Selain menjadi grup besar yang menaungi banyak perusahaan hiburan seperti Big Entertainment dan JN Entertainment, Anderson Labels juga grup yang mendirikan EIS sehingga menjadikan Jo sebagai cucu dari direktur utama sekolahnya sendiri.

Hal tersebut telah menjadi alasan Jo tidak pernah disentuh meski setiap hari selalu menciptakan masalah di sekolah. Hukuman paling berat yang pernah Jo terima hanyalah skorsing selama satu minggu. Padahal waktu itu Jo membuat teman sekelasnya hampir mati dan harus dioperasi.

Tidak ada yang berani kepadanya. Cari masalah dengan cucu kesayangan keluarga Anderson sama saja bunuh diri. Cukup diam saja dan menyelesaikan studi di EIS tanpa pernah bertemu Jo adalah pilihan terbaik semua orang.

Jo bukan hanya sekali dua kali membuat teman sekolahnya masuk rumah sakit. Dia bahkan pernah melawan guru dan membuatnya keluar dari sekolah. Dia pernah bolos satu minggu tanpa keterangan dan terlambat selama enam jam. Dia pernah merokok di dalam kelas tanpa rasa takut.

Bukan hanya sifat kejam dan sikap tak sopannya yang terkenal, tapi prestasinya juga. Hal yang masih menjadi misteri terbesar di EIS, di mana tiga semester selama ini Jo menempati posisi peringkat paralel terakhir. Padahal pada semester pertama, Jo menggemparkan satu sekolah karena menjadi peringkat pertama dengan nilai sempurna di semua mata pelajaran wajib, sedangkan Rey berada pada peringkat kedua.

Ada yang berspekulasi bahwa semester pertama merupakan manipulasi yang dilakukan oleh pihak sekolah sebab Jo adalah cucu direktur utama EIS.

Spekulasi kedua, Jo awalnya dituntut menjadi yang terbaik oleh sang kakek. Lalu karena sudah muak dan tidak senang menjalani kehidupan yang diatur-atur, Jo memutuskan untuk hidup sesuka hati dengan membuat peringkatnya turun sampai dasar.

Tapi sepertinya kedua spekulasi itu tidak benar karena tak pernah terbuktikan sehingga hal tersebut masih menjadi misteri terbesar di EIS.

Kesimpulannya, ketiga orang di atas adalah manusia yang wajib dihindari untuk bisa lulus sekolah dengan hati tenang.

Rey dengan kesempurnaannya.

Aga dengan temperamental buruknya.

Dan Jo dengan dunia mengerikannya.

Jiya mengangguk-anggukkan kepala setelah mendengar penjelasan panjang lebar dari sahabatnya, Mela. Di dalam hatinya merapalkan tiga nama itu keras-keras, memantapkan tekad untuk tidak pernah berurusan dengan ketiganya.

"Tapi, Mel. Gue kan nggak pernah liat muka mereka. Gimana caranya biar gue nggak ketemu sama tiga orang itu coba?"

"Iya juga, yah," setuju Mela. Ia mengambil ponsel dan menunjukkan satu akun instagram yang pengikutnya membuat mata Jiya melotot.

"Gila! Ini cewek itu? Followers-nya banyak banget!"

"Ini Aga, intinya dia punya warna rambut mencolok, rok pendek, baju ketat, mukanya jutek. Biasanya kalau dia lagi jalan, orang-orang pada nunduk, takut," ujar Mela menunjukkan sebuah akun dengan pengikut menyentuh angka 600 ribu.

"Dia model, kan? Cantik banget," timpal Jiya melihat-lihat feed di instagram Aga. Jiya maklum pengikut Aga sangat banyak karena cewek itu seorang model dan memang terkenal, tidak seperti dirinya yang hanya memiliki 643 pengikut di instagram.

"Kalau ini, Rey. Feed-nya cuman tiga, isinya pemandangan semua. Jadi lo nggak bisa liat mukanya, ya." Mela berpikir sejenak lalu menjentikkan jarinya. "Intinya, cowok paling cakep dan pake kacamata, itu Rey."

Jiya mengangguk-angguk. Pengikut Rey juga banyak, meski tidak sebanyak Aga. "Yang ketiga?"

"Ini yang ketiga, Jo. Akunnya diprivasi, so lo nggak bisa liat mukanya," ucap Mela tak semangat. "Padahal ini orang yang nggak boleh lo temui selama satu tahun ini supaya hidup lo aman, nyaman, dan damai. Ah! Cowok satu-satunya yang berambut pirang, itu Jo. Iya, kalau nggak salah kemarin rambutnya warna pirang, deh."

Ia melirik pada ponsel Mela. "Pengikutnya cuman tiga?"

Mela mengangguk. "Dia misterius, Ji."

"Ada nggak tempat yang harus gue hindari biar nggak ketemu mereka?"

"Ada! Pertama, atap sekolah. Kedua, halaman belakang. Ketiga, lapangan indoor. Jo katanya sering banget ke atap, nggak tau ngapain. Jadi, jangan sampe lo ke sana. Aga biasanya ke halaman belakang sekolah, kadang nge-bully adik kelas. Gue juga nggak tau pasti, sih. Cuman gosipnya dia sering di situ. Kalo lapangan indoor emang udah kayak markasnya Rey, soalnya dia sering main basket sendirian di sana," jelas Mela.

"Mereka bertiga nggak punya temen?"

Mela mengedipkan mata. "Punya, ya mereka sendiri. Tiga-tiganya itu temen."

Mata Jiya membulat. "Serius? Aga, Rey, sama Jo?"

"Iya. Perpaduan yang aneh, kan?" Jiya mengangguk. "Pernah gue liat mereka jalan bareng waktu berangkat sekolah. Beuh! Bener-bener kayak most wanted sekolahan yang nggak bisa disenggol, Ji! Berasa mereka lagi jalan di red carpet."

"Wah," kagum Jiya. "Gue sebenernya masih nggak percaya ada orang kayak mereka di EIS."

"Pokoknya, lo nurut aja sama gue. Besok hari pertama lo sebagai murid baru di EIS. Lo harus siap, oke? Apapun yang terjadi, nikmati aja sama gue, Ji. Jangan pedulikan mereka, kita selesaikan satu tahun ini tanpa masalah dan bisa lulus dengan damai. Oke?"

Jiya tersenyum, membalas high five yang diajukan sahabatnya. "Oke!"

Nyatanya, rencana hanyalah rencana belaka. Takdir berkata lain dan Jiya hanya mampu mengucap sumpah serapah di hatinya sambil tersenyum paksa.

Dua minggu yang lalu, Jiya mendapatkan undangan beasiswa dari sekolah swasta terkenal Earth International School. Awalnya Jiya tidak percaya karena ia sudah melalui semester empat dan mulai masuk kelas 12, tapi undangan tersebut dicap langsung dengan stempel kebanggaan EIS. Beasiswa selama satu tahun untuk Jiya sudah termasuk biaya SPP, seragam, buku, bahkan Jiya mendapat uang tambahan untuk sehari-hari.

Bagaimana dia bisa menolak coba?

EIS adalah salah satu impian terbesarnya. Tetapi dia tidak bisa mendaftar di sana sebelumnya karena masalah finansial. Sekarang, Jiya mendapatkan kesempatan bersekolah dengan beasiswa penuh. Dia juga mendapat bocoran dari Mela bahwa anak beasiswa di EIS memiliki peluang cukup besar untuk melanjutkan studi ke universitas yang diinginkan. Tentu saja biaya masuk universitas ditanggung oleh pihak EIS.

Sungguh umpan yang menyegarkan bagi Jiya. Dia bisa fokus pembelajaran sekolah tanpa harus memikirkan biaya sekolah. Gaji hasil kerja sambilan Jiya juga bisa ditabung untuk keperluan saat di kampus nanti.

Satu minggu setelah Jiya menerima undangan dan menyanggupinya, ia mendapat paket seragam dan buku beserta almamater khas EIS yang berwarna keemasan. Jiya tentu senang bukan main, sebab ia masih bisa merasakan menuntut ilmu di sekolah favoritnya meski hanya satu tahun.

Di saat hari yang gadis itu tunggu-tunggu tiba, ia mulai memantapkan langkah dengan senyum mengembang menuju ruang kepala sekolah. Meski tidak bisa bertemu kepala sekolah secara langsung karena orang yang bersangkutan sedang dinas di luar kota, Jiya tetap semangat. Ia menundukkan kepala kepada Wakil Kepala EIS setelah diberitahu di mana kelasnya berada.

XII IPA 2.

Jiya sudah menyelidiki seluk beluk sekolah ini semalam dengan menanyakannya kepada Mela. EIS memiliki tiga gedung utama; gedung utara, gedung selatan, dan gedung tengah.

Gedung utara merupakan gedung kelas 10, gedung selatan diisi oleh kelas 11, dan gedung tengah untuk kelas 12 di mana masing-masing terbagi menjadi tiga lantai. Untuk kelas bahasa berada di lantai pertama, lantai kedua adalah kelas IPS, dan lantai ketiga untuk kelas IPA.

Artinya, Jiya harus menaiki tangga untuk pergi ke lantai ketiga di mana kelas barunya berada.

Seperti yang Mela pernah peringatkan sebelumnya, ia tidak boleh pergi ke tempat seperti atap sekolah, halaman belakang, dan indoor. Apapun itu, Jiya sudah bertekad untuk tidak mencari tahu. Meski penasaran, dia tidak boleh melangkah melewati batasan supaya hidupnya tetap tenang.

Begitu sampai di kelas XII IPA 2, ia mengetuk pintu dan dipersilakan masuk oleh guru Matematika yang juga merupakan wali kelasnya.

"Ayo, perkenalkan dirimu, ya," ujar Bu Fatma.

Jiya mengangguk dan menatap seisi kelas. Ia menemukan dua bangku kosong di pojok depan dekat jendela. Satu bangku terisi tas warna hitam, satunya lagi benar-benar bersih.

"Hai, semuanya. Perkenalkan, gue Jihanna Adenium. Panggil aja gue Jiya. Gue pindahan dari Neptune High School. Salam kenal!"

"Hai, Jiya!"

"Salam kenal, Jiyaa!"

"Beruntung banget jadi Jiya, yaa."

"Buntung kali, bukannya beruntung."

"Aduh, kasian Jiya."

"Murid baru? Tahun ini bakal menarik, nih."

Jiya mengerutkan keningnya melihat murid-murid yang sekarang mulai berbisik-bisik.

"Sudah, diam semuanya!" titah Bu Fatma. Ia menoleh kepada murid barunya dan tersenyum. "Jiya duduk di bangku kosong depan sana, ya."

"Baik, Bu. Terima kasih."

Jiya berjalan mengeratkan pegangan tangannya pada tali tas. Satu-satunya pusat pandangannya adalah kursi di dekat jendela yang ia tuju. Dia melirik ke atas meja di mana ada buku tebal berisi rumus-rumus.

Gadis itu mulai duduk dan mengeluarkan buku paket Matematika yang seminggu lalu sudah dikirim melalui kurir oleh pihak EIS. Meskipun begitu, mata Jiya tak bisa lepas dari buku Fisika yang menarik perhatiannya.

Rumus apa itu? Gue belum pernah liat yang serumit itu selama sekolah di SMA.

Batinnya penasaran. Jiya sudah pernah membuka buku-buku paket barunya sebelum berangkat sekolah, tak menemukan ada materi Fisika seperti yang ada di buku atas meja tersebut.

Tapi yang lebih menarik bagi Jiya, ialah coretan tinta biru yang semrawut.

Bruk!

Terdengar bunyi keras diiringi buku-buku tebal yang diletakkan di atas meja Jiya, sekitar ada lima buku tertumpuk. Hal tersebut membuat coretan tadi tertutup sempurna.

Jiya mendongakkan kepalanya, menatap seorang cowok berkacamata yang menatapnya datar. Ia langsung bisa mencium bau harum dari tubuh cowok itu.

Cowok di depannya tersenyum, tiba-tiba, dan menyapa, "Hai, anak baru!"

Tatapan Jiya turun pada name tag seragam cowok itu.

Reynaldi Anggara. Matanya melebar seketika, diiringi detak jantung yang mendebarkan.

Rey, cowok yang diberi label 'sempurna' di EIS?

Ia mengumpat tanpa suara.

Mampus gue!

***

See u next time!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top